Berawal dari Nol, Pendiri WhatsApp Jadi Miliader

SAN FRANCISCO - Jan Koum, seorang imigran dari Ukraina, sangat miskin ketika masih remaja. Dia masih kerap menggunakan buku catatan yang diterbitkan Uni Soviet untuk bersekolah. Dia juga kerap antri untuk mendapatkan kupon makan. Tapi, itu dahulu. Cerita kelam itu tetap akan diingat oleh Koum. Tapi, kini dia menjadi miliader terbaru dalam dunia industri teknologi. Dia mendapatkan dana tunai senilai USD19 miliar atau Rp221,92 triliun setelah menjual WhatsApp kepada Facebook. Pria yang berusia 38 tahun itu juga akan menduduki posisi direksi di perusahaan sosial media terbesar di dunia itu. Dengan kepemilikan saham 45% di WhatsApp, Forbes mencatat kekayaan Koum mencapai USD6,8 miliar atau Rp 79,42 triliun. Koum bukan orang yang lupa dengan sejarah hidupnya. Penandatanganan kontrak penjualan WhatsApp dilakukan olehnya di sebuah gedung kosong. Ternyata di gedung itulah kenangan memilukan pernah dialami Koum karena dia dan ibunya kerap menganti kupon makan di kota Mountain View, Silicon Valley, California. Di kota itu juga merupakan kantor pusat WhatsApp. “Bermigrasi ke California bersama ibunya, Koum berusia 16 tahun. Dia mendapatkan insentif tambahan karena ingin berkomunikasi dengan keluarganya di Rusia dan Ukraina,” kata Jim Goetz, kawan Koum saat kecil, dikutip AFP. AS menjadi pilihan bagi Koum dan ibunya untuk menghindari ancaman polisi rahasia setelah pecahnya Uni Soviet. Namun, ayah Koum memilih tidak ikut bersama pergi ke AS. Ibu Koum membekali pensil dan buku catatan yang diterbitkan Soviet karena untuk menghebat uang sekolah. Seperti dilaporkan Forbes, Koum mendeskripsikan dirinya sebagai pemicu masalah di sekolah. Untuk menyambung hidup, dia bekerja sebagai tukang sapu di toko makanan. Setelah ibunya didiagnosa kanker, mereka mendapatkan jaminan sosial. Bagaimana pria kelahiran 24 Februari 1976 masuk ke dunia teknologi informasi? Dia belajar jaringan komputer secara mandiri. Dia rajin membaca buku bekas yang dibelinya. Hingga dia kemudian menuntut ilmu di Universitas San Jose di Silicon Valley. Sambil kuliah, dia bekerja sampingan di Yahoo. Di perusahaan internet raksasa itu, Koum bertemu dengan bertemu dengan Brian Acton yang masih bekerja di Yahoo pada 1997. Acton merupakan karyawan nomer 44 di perusahaan berbasis internet di Sunnyvale, California. Hingga kemudian, dia bergabung sebagai teknisi di Yahoo dan keduanya pun menjadi sahabat karib. Acton dianggap sebagai mentor oleh Koum yang selalu mengajarkan sikap “tidak-omong kosong”. Baik Acton dan Koum meninggalkan Yahoo pada 2007. Selama satu tahun, mereka berkeliling ke negara-negara Amerika Selatan. Mereka pernah mengajukan lamaran ke Facebook, tetapi ditolak. Dengan dibukanya layanan aplikasi Apple menciptakan peluang bagi Koum. Ide awalnya ketika dia bergabung dengan komunitas imigran Rusia untuk membuat layanan pesan smartphone yang terhubung dengan daftar kontak telepon. Untuk mengembangkan idenya, Koum mengajak Acton yang saat itu masih menganggur. Pada 2009, Koum dan Acton mendirikan WhatsApp yang diambil dari frase “What’s Up?”. Mereka percaya dengan paham “Tidak ada Iklan. Tidak ada Permainan. Tidak ada Tipu Muslihat”. Paham itu juga diaplikasikan kepada WhatsApp. WhatsApp berkembang pesat dan memiliki 450 juta pengguna. Para pakar menyebut jumlah pengguna WhatsApp mencapai 1 miliar pada 2016 mendatang. Meskipun pendapatan tahunannya hanya USD20 juta per tahun, Facebook tetap menghargainya dengan USD19 miliar. Selain Koum, masih banyak miliade yang memulai bisnis mereka dari nol. Seperti Kenny Troutt, pendiri Excel Communications, yang harus membayar kuliah dengan bekerja sebagai agen asuransi. Hingga pada 1988, dia mendirikan perusahaan ponsel Excel Communication. Perusahannya go public pada 1996 dan dua tahun kemudia bergabung dengan Teleglobe dengan nilai transaksi USD3,5 miliar atau Rp 40,88 triliun. Kini, dia memilih pension dan berinvestasi di lomba pacuan kuda. Adalah pendiri Starbuck, Howard Schultz, ternyata tumbuh besar di pemukiman kumuh. “Saya saya tumbuh besar, saya selalu merasa seperti hidup di sisi perlombaan. Saya tahu banyak orang yang memiliki kekayaan, banyak uang dan keluarga bahagia,” katanya kepada tabloid Mirror. Dengan latar belakang miskin itulah yang membuat Schultz ingin mencapai kesuksesan hingga dia menjadi miliader dengan kekayaan USD2 miliar atau Rp 23,36 triliun. Selepas kuliah di Universitas Northern Michigan, dia memilih bekerja di Xerox. Setelah itu, dia mengakuisisi sebuah kedai kopi dan diberi nam Starbuck. Dia menjadi CEO Starbuck pada 1987 dan kini telah memiliki jaringan 16.000 kedai di seluruh dunia. Kemudian, investor ternama Ken Langone yang memiliki kekayaan USD2,1 miliar atau Rp 24,52 triliun ternyata orang tuanya bekerja sebaga tukang ledeng dan pelayan kafe. Untuk membayar kuliah Langone di Bucknell University, orang tuanya terpaksa menggadaikan rumah. Pada 1968, Langone bekerja dengan Ross Perot di Electronic Data Systems (HP). Dua tahun kemudian, dia bermitra dengan Bernard Marcus mendirikan Home Depot dan go public pada 1981. Lahir dari keluarga miskin di Mississippi, Oprah Winfrey justru menjadi ratu talkshow dengan kekayaan senilai USD2,9 miliar atau Rp33,87triliun. Pada usia 19 tahun, dia menjadi koresponden televisi. Hingga pada 1983, dia memilih pergi ke Chicago dan bekerja untuk talkshow AM hingga kemudian dikenal dengan “The Oprah Winfrey Show.” Pengusaha keturunan Pakistan, Shahid Khan, ternyata dulu pernah bekerja sebagai pencuci piring dengan gaji USD1,2 atau Rp14.000 per jam. Pekerjaan itu dijalani ketika dia masih kuliah di UNiversitas Illinois. Kini, kekayaan mencapai USD3,8 miliar atau Rp 44,38 miliar dengan menjalankan Flex-N-Gate. Selanjutnya, Kirk Kerkorian ternyata harus putus sekolah dan terpaksa menjadi petinju untuk membantu keluarganya. Dia juga pernah bekerja di Angkatan Udara Kerajaan Inggris selama Perang Dunia II. Kini, dia memiliki resor dan hotel terbesar di Las Vegas. John Paul DeJoria merupakan oang dibelakang kesuksesan Patron Tequila dengan kekayaan USD4 miliar atau Rp 46,72. Pada usia 10 tahun, dia sudah menjual kartu natal dan Koran untuk membantu keluarganya. Dia pernah bergabung dengan panti asuhan sebelum bergabung menjadi anggota militer.Dengan modal pinjaman USD700 atau Rp8,2 juta, DeJoria membuat John Paul Mitchell Systems dan kini mendirikan Patron Tequila.(andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia