PBB Cari Solusi Konflik Suriah

Seorang pria memeriksa kerusakan akibat rentetan tembakan pasukan prorezim di Aleppo, Suriah, Rabu (22/1). PBB kemarin berusaha menjembatani perbedaan antara delegasi pemerintah dan oposisi Suriah di pertemuan perdamaian di Montreux, Swiss, yang memasuki hari kedua. MONTREUX– Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) berusaha menjembatani perbedaan pandangan antara delegasi Pemerintah Suriah dan oposisi yang hingga kemarin masih mewarnai perundingan perdamaian Jenewa II. Hingga kemarin belum jelas kapan dua pihak yang berkonflik ini akan melakukan perundingan langsung, seperti rencana PBB. Konferensi perdamaian internasional Suriah digelar di Montreux, Swiss, itu dihadiri sebanyak 40 menteri luar negeri sejak Rabu (22/1) lalu. Kekhawatiran banyak pihak adalah berhentinya perundingan karena delegasi Pemerintah Suriah dan oposisi akan melakukan walk out. “Cukup, cukup. Saat ini merupakan waktunya bernegosiasi,” seru Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon saat menengahi perbedaan pandangan antara kubu oposisi dan pemerintah. Ban ingin kedua belah pihak menyelesaikan perbedaan dengan fokus utama menghentikan kekerasan dan penderitaan yang dialami rakyat Suriah. Ban mengakui kalau pekerjaan berat sepertinya akan dimulai hari ini. Dia juga mengungkapkan kalau jalannya perundingan antara kedua belah pihak memang sangat sulit, tetapi proses itu harus dijalankan.“Kami tidak memperkirakan adanya terobosan instan. Kami tak boleh meremehkan berbagai kesulitan,” papar Ban dikutip AFP. Perbedaan di antara kedua itu menyangkut hal-hal prinsipiil. Menteri Informasi Suriah Omran al-Zoubi memastikan bahwa tidak ada peralihan kekuasaan dan Presiden Bashar al- Assad tetap berkuasa. Selain itu, Suriah juga marah dengan penarikan undangan bagi Iran untuk menghadiri perundingan. Tentunya Suriah tetap bersikeras menyebut oposisi dan pemberontak sebagai “teroris”. Sedangkan ketua oposisi Suriah, Koalisi Nasional, Ahmad Jarba, bersikeras bahwa pemerintah Suriah harus menyepakati peralihan kekuasaan. Beberapa analis menyebutkan masih buntunya perundingan itu dikarenakan itu digelar terbuka. Banyak usulan jika perundingan digelar tertutup sehingga muncul suasana yang konstruktif. Diharapkan dengan perundingan tertutup, baik oposisi maupun pemerintah dapat menurunkan egonya demi kepentingan perdamaian. Kemudian, tidak jelasnya perundingan perdamaian karena tidak ada agenda pasti. Salah satu yang aneh adalah tidak ada agenda untuk membuat sebuah kesepakatan damai. Selanjutnya dalam perundingan, juga tidak dijelaskan agenda untuk membentuk pemerintah sementara ataupun menurunkan Assad. Penghalang utama dalam menyatukan pendapat antara pemerintah dan oposisi adalah para sekutu. Rusia sebagai sekutu utama Suriah telah bersikeras untuk mempertahankan Assad, sedangkan Amerika Serikat (AS) dan negara Barat lainnya tetap meminta Assad tidak masuk dalam pemerintahan transisi. Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Favius menuding pemerintah Suriah tidak bersemangat dalam diskusi. Delegasi Suriah seperti “tuli dan buta”. “Situasinya sangat sulit. Kami tidak memperkirakan hidup itu mudah,” ujar Favius. Sementara itu, utusan PBB dan Liga Arab Lakhdar Brahimi akan bertemu dengan delegasi pemerintah Suriah dan oposisi secara terpisah. Pertemuan itu dilakukan sebelum pertemuan yang dihadiri semua pihak dilanjutkan pada Jumat (hari ini). Jika pertemuan terpisah itu telah dilaksanakan minimal besok pagi waktu setempat, menurut Brahimi, maka pada sore harinya kedua belah pihak dapat duduk dalam satu ruangan. Dia mengaku belum mengetahui jika dua pihak dari Suriah telah bersiap untuk duduk dalam satu ruangan. Pertemuan terpisah itu untuk memprediksi apa yang mungkin dilakukan. “Apa yang akan coba kami lakukan adalah melakukan pembicaraan bagaimana menghentikan perang berdarah ini; dan untuk itu, saya kira, kami memiliki semacam peta jalan damai dalam komunike 30 Juni 2012, dan kami akan melihat bagaimana kami menggunakan program tersebut untuk mendapatkan hasil yang baik,” papar Brahimi dikutip BBC, “kami tidak memiliki ilusi bahwa itu akan berjalan dengan mudah, tetapi kami akan berupaya dengan keras.” Diplomat senior itu mengungkapkan kedua belah pihak belum siap untuk menghadapi konsesi serius. Kesepakatan jangka pendek sepertinya menjadi titik tengah untuk mencapai kesepakatan antara Pemerintah dan oposisi. ●andika hendra m http://www.koran-sindo.com/node/361410

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia