Demonstrasi Turki Semakin Tak Terkendali

ISTANBUL – Aksi demonstrasi di Turki kemarin semakin tak terkendali seiring memasuki hari keempat. Polisi masih berusaha memadamkan aksi demonstrasi, namun justru menimpulkan kemarahan rakyat yang menginginkan perubahan. Dari tuntutan penolakan penggusuran taman kota menjadi tuntutan untuk pembubaran pemerintahan. Para demonstran pada Minggu malam (2/6) menggelar demonstrasi di dekat kantor Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan. “Diktator mundur! Kita akan bertarung hingga kita menang!” demikian teriakan para demonstran. Titik kerusuhan pada Minggu malam terjadi di wilayah Besiktas, di sebelah utara Lapangan Taksim. Bentrokan pengunjuk rasa dan polisi bentokan terparah sejak kerusuhan terjadi tiga hari lalu. Masjid, toko-toko, dan universitas telah berubah menjadi rumah sakit darurat untuk korban yang terluka. Di Ankara, polisi juga berusaha membubarkan ribuan demonstan hingga kemarin pagi. Namun, polisi belum berhasil menundukkan para pengunjuk rasa yang semakin banyak jumlahnya. Para pengunjuk rasa menggunakan batu untuk membuat barikade dan polisi meresponnya dengan gas air mata dan semburan air. Demonstrasi kemarin juga semakin memanas di berbagai penjuru wilayah Turki. Di Lapangan Taksim, Istanbul, kemarin relatif tenang. Namun, sebagian kecil demonstran masih membentangkan spanduk berisi tuntutan mundur Erdogan. Para pengunjuk rasa semakin unjuk kekuatan sejak polisi menarik diri sejak Sabtu (1/6) dari Lapangan Taksim. Persatuan dokter di Ankara mengungkapkan kekerasan menyebabkan 400 warga sipil terluka dan beberapa di antaranya mengalami luka kepala yang serius. Sementara itu, PM Erdogan bukannya menghadapi para demonstran untuk menyelesaikan di dalam negerinya, dia justru menggelar kunjungan empat hari ke luar negeri. Dia berkunjung ke Maroko, Aljazair dan Tunisia. Erdogan mengabai tudingan para demonstran untuk mundur. “Tenang, rileks, semua akan diatasi,” kata Erdogan dalam konferensi pers sebelum keberangkatannya ke Maroko. Dia malah menuding demonstrasi itu diorganisir oleh “elemen ekstrimis”. Dia menyarankan agar masyarakat tidak terprovokasi. “Faktanya AKP telah mendapatkan peningkatan dalam tiga pemilu dan sukses memenangkan dua referendum. Itu menunukkan rakyat masih mendukung AKP,” imbuhnya dikutip Reuters. Memang wajar jika Erdogan tetap percaya diri dalam menghadapi demonstrasi terbesar sejak dia berkuasa pada 2002. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang mengusung Erdogan berhasil memenangkan tiga kali pemilu parlemen dan meraih 50% suara pada pemilu 2011 lalu. Sementara Menteri Dalam Negeri Turki, Muammer Guler, mengungkapkan lebih dari 1.700 orang ditangkap di 67 kota di seluruh Turki, meskipun sebagian besar telah dibebaskan. “Kerugian akibat demonstrasi itu mencapai USD10 juta,” katanya dikutip AFP. Hal senada juga diungkapkan Menteri Luar Negeri, Ahmet Davutoglu. “Kelanjutan demonstrasi itu justru tidak akan menguntungkan, tetapi justru merusak reputasi negara kita baik di kawasan atau pun dunia,” demikian pesan Davutoglu pada status Twitter-nya. Sempat ada kekhawatiran jika aksi demonstrasi akan menimbulan dampak luas ke Eropa dan Timur Tengah. Apalagi, Turki merupakan anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dan Uni Eropa. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, mengutuk perlakukan berlebihan oleh polisi terhadap pengunjuk rasa. Kemudian tetangga Turki di sebelah tenggara, Irak, juga memperingatkan implikasi demonstrasi itu terhadap kawasan. “Dengan kekerasan itu semakin meluas, itu akan berdampak terhadap situsi yang memburuk di kawasan,” kata PM Irak, Nuri al-Maliki. Kerusuhan di Turki itu berawal dari masalah sepele. Berawal dari pengembangan Gezi Park di dekat Lapangan Taksim. Pemerintah berkeinginan menghancurkan taman kota itu dengan menebang ratusan pohon. Upaya itu ditentang masyarakat lokal dan menjadi isu nasional. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia