ASEAN Satukan Langkah Atasi Konflik Laut dengan China

PHNOM PENH – Para pemimpin negara-negara anggota ASEAN (Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) kemarin berjanji untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka menyelesaikan ketegangan maritim dengan China. Itu sebagai kesimpulan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang juga fokus dalam isu Myanmar dan Korea Utara (Korut).

10 Pemimpin Negara ASEAN itu menyatakan pentingnya 10 deklarasi conduct of the parties (DOC) yang mengutamakan perdamaian dan pemahaman di wilayah yang dipersengketakan. “Kita menekankan kebutuhkan untuk mengintensifikan berbagai upaya agar menjamin implekementasi DOC yang menyeluruh dan efektif berdasarkan petunjuk dalam implementasi DOC,” demikian keterangan resmi para pemimpin ASEAN dikutip AFP.

China dan beberapa anggota ASEAN telah mengklaim beberapa pulau yang tak berpenghuni di Laut China Selatan. Pulau-pulau itu dipercaya memiliki kandungan hidrokarbon dan sangat strategi dalam pelayaran global. Baik Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam mengklaim kepulauan yang dipersengketakan itu, sama halnya dengan China.

Sedangkan Amerika Serikat (AS) meminta agar kepulauan itu tetap terbuka untuk perdagangan. Washington juga telah meningkatkan kerjasama militer dengan Manila. Komandan Angkatan Laut AS berulang kali menyebutkan insiden kecil di wilayah yang dipersengketakan itu dapat memicu konflik regional yang lebih luas.

Presiden China Hu Jintao sebelum KTT ASEAN telah berkunjung ke Kamboja. Itu dianggap sebagai bentuk tekanan terhadap Phnom Penh agar memanfaatkan keketuaan ASEAN untuk memperlambat negoisasi Laut China Selatan.

Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario sebelumnya mengatakan ada “ketidaksepakatan besar” untuk mengundang China agar membantu menyusun draf code of conduct (COC). China dianggap penting agar mencegah insiden kecil di Laut China Selatan sehingga dapat mencegah ekskalasi yang lebih memanas.

Sebagai ketua ASEAN, Kamboja sangat berkepentingan mengajukan China dalam penyusunan draf. Tapi, Filipina, Thailand dan Vietnam menyatakan anggota ASEAN seharusnya menyusun draf sebelum disampaikan kepada Beijing.

Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen membantah laporan adanya ketegangan dalam proses negoisasi dengan China. Itu diungkapkan dalam konferensi pers penutupan. Dia juga membantah bahwa dirinya berusaha memainkan agenda dalam KTT itu. “Beberapa orang mungkin berpikir bahwa selama KTT ASEAN selalu ada perbedaan cara pandang antara ASEAN dan China. Itu merupakan pemikiran yang salah,” katanya.

Hun Sen menegaskan, semua pihak berkomitmen untuk menghadirkan suasana damai dalam berbagai penyelesaiaan masalah. “Apa yang saya benci adalah mereka membicarakan bahwa Kamboja dalam tekanan China. Kamboja adalah ketua ASEAN dan Kamboja memiliki hak untuk mengatur agenda,” tegas Hun Sen dengan penuh emosional.

Selain masalah Laut China Selatan, para pemimpin ASEAN juga menyerukan kepedulian terhadap rencana peluncuran roket oleh Korea Utara pada bulan ini. “Kita menyerukan semua pihak agar menahan diri dan tidak melakukan apapun yang dapat memicu ekskalasi ketegangan di semenanjung Korea,” demikian keterangan resmi ASEAN.

Dalam isu pemilu terpilihanya pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi, para pemimpin ASEAN menyerukan agar negara-negara Barat mencabut sanksi kepada Myanmar. Presiden Myanmar Thein Sein memuji pemilu di negaranya berlangsung sukses. Bahkan, Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan rakyat Myanmar telah memiliki jalan yang dipilihnya sebagai jalan yang benar. “Pasti diperlukan balasan,” katanya Aquino. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia