China Berkomitmen Damai

WASHINGTON– Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi kemarin menegaskan Beijing tetap berkomitmen membangun perdamaian.

Penegasan itu diungkapkan beberapa hari setelah China mengumumkan anggaran militernya pada 2012 sebesar 670,27 miliar yuan (USD106,41 miliar atau Rp965,13 triliun) atau meningkat 11,2%.Pernyataan Yang Jiechi bertujuan menepis kekhawatiran negara-negara tetangganya terhadap peningkatan kekuatan militer China. “China berkomitmen terhadap pembangunan perdamaian.

Kami harap Amerika Serikat akan melihat pembangunan China pada arah yang benar dan objektif serta meningkatkan kepercayaan yang saling menguntungkan,” ucap Yang dalam sebuah konferensi di Institut Perdamaian AS di Washington, melalui video yang disiarkan dari Beijing, dikutip AFP. Yang menyatakan China menyambut peran konstruktif yang dimainkan AS dalam menegakkan perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di wilayah.“

Kami berharap AS akan menghargai kepentingan dan perhatian China di kawasan,” ujarnya,dikutip AFP. Secara khusus, Yang juga menyeru agar Amerika Serikat (AS) menghargai komitmen Beijing terhadap Taiwan dan Tibet dan tidak menciptakan kemunduran hubungan terkait dua wilayah itu. “Hal ini agar tidak terjadi kemunduran dalam hubungan China-AS dan memastikan hubungan itu terus tumbuh,”katanya.

Beijing menganggap Tibet dan Taiwan termasuk wilayahnya. Pejabat AS menyuarakan kekhawatiran atas banyaknya aksi bakar diri yang dilakukan etnis Tibet dan menganggap pemerintah China mengekang kebebasan berpolitik dan beragama mereka. Dalam isu Taiwan, ketegangan antara Beijing dan Taipei mereda sejak Ma Ying-jeou terpilih sebagai presiden Taiwan pada 2008.

Presiden Ma menerapkan kebijakan bersahabat dengan pemerintah China. Yang juga meminta AS tidak menjadikan China sebagai isu politik. Selama ini China menjadi bahan kampanye para politisi dari dua partai politik di AS. Politisi AS sering mengkritik China atas berbagai praktik dagang dan krisis utang AS. Kongres AS pekan ini memberikan otoritas baru pada Washington untuk menetapkan tarif impor dari China yang bernilai miliaran dolar.

Menurut Yang, konsumen AS sebenarnya diuntungkan karena dapat menghemat USD600 miliar dengan membeli barang-barang dari China yang murah. Sebelumnya Yang menyeru AS menghargai semua kepentingan China di Asia Pasifik. Terutama setelah Presiden AS Barack Obama mengumumkan strategi pertahanan baru pada Januari silam yang menekankan fokus utama membendung pengaruh China di Asia Pasifik.

Washington menguatkan pengaruhnya di Asia dengan menambah keberadaan militer AS di kawasan tersebut,termasuk pengerahan 2.500 marinir di Australia dan penguatan aliansi-aliansi lama. Ketegangan wilayah maritim antara China dan negara tetangga seperti Jepang,Korea Selatan (Korsel),Filipina, dan Vietnam semakin memanas dalam beberapa tahun terakhir.

Negara tetangga China itu menyebut Beijing bertindak terlalu agresif di Laut China Selatan dan Laut China Timur. Meski menyoroti sejumlah masalah antarkedua negara, Yang memaparkan bahwa hubunganAS- China bergerak maju. Beijing menyambut peranan konstruktif yang dilakukan AS di wilayah Asia. Menurut Yang, kedua pihak memiliki strategi jangka panjang di kawasan.“

China dan AS memiliki kepentingan yang luas di Asia Pasifik dibandingkan bagian lain di dunia ini,”ungkapnya. Sementara itu, China mencabut rencana kontroversialnya untuk melegalkan orang yang hilang tanpa jejak. Langkah ini dianggap sebagai kemenangan bagi reformasi yudisial. Sejumlah daftar usulan amendemen undang-undang kriminal yang sudah ada di China sedang diperdebatkan pekan ini oleh Kongres Rakyat Nasional atau parlemen.

Awalnya ada usulan untuk melegalkan pusat-pusat penahanan rahasia. Dengan pencabutan ini, China tidak menyetujui melegalkan pusat-pusat penahanan rahasia. Menurut para aktivis, dengan tahanan rahasia,para tersangka terorisme atau orang yang dianggap membahayakan keamanan nasional dapat ditahan di lokasi-lokasi rahasia tanpa diketahui keluarga mereka.

Tindakan tersebut dianggap aktivis sebagai melegalkan pelanggaran hak asasi.Namun, dalam draf akhir amendemen Undang-Undang Prosedur Kriminal tidak ada lagi pasal untuk melegalkan fasilitas penahanan rahasia. “Penghapusan pasal itu merupakan kemenangan bagi reformasi hukum di China dan kekalahan upaya aparat keamanan yang berusaha memperkuat wewenangnya.

Revisi mengenai hal itu sebagai arah yang tepat sehingga Beijing harus melakukannya,” ujar Nicholas Bequelin, peneliti di Human Rights Watch (HRW). Ada tiga cara berbeda dalam memperlakukan para tersangka sebelum persidangan yakni penangkapan resmi, penahanan, dan penahanan di rumah atau tempat lainnya.

Dalam penangkapan formal dan penahanan, tersangka ditahan di kantor polisi atau penjara yang diketahui publik. Dalam kasus penahanan di rumah atau tempat lainnya,tersangka biasa ditempatkan di hotel atau lokasi lain selama beberapa bulan. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/476145/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia