Perang Libya Tidak Akan Sebentar

WASHINGTON– Amerika Serikat (AS) dan koalisinya bakal menghadapi perang sesungguhnya melawan Libya. Ketidakpastian segera menyergap. Washington bersama Prancis, Italia, dan Inggris tidak mengetahui berapa lama perang Libya itu bakal berlangsung.


Yang patut diingat, Libya bukanlah Irak dan Afghanistan yang dengan mudah ditaklukkan pasukan koalisi pimpinan AS.Libya adalah Libya.Negara unik dengan kepemimpinan sentralistik di tangan seorang diktator ulung,Kolonel Muammar Khadafi. Pentagon dan Gedung Putih memang telah memikirkan matang-matang keputusan mereka untuk berperang melawan Libya.

Dengan dalih kemanusiaan dan kepedulian terhadap warga sipil, pasukan koalisi menghujani Libya dengan rudal-rudal canggih. Namun, apakah mereka juga mempertimbangkan berapa lama untuk meraih kemenangan dalam perang tersebut? Yang jelas,mereka sangat sadar bahwa berperang melawan Khadafi membutuhkan energi besar dan biaya selangit. Para pejabat AS menyatakan, kepemimpinan Khadafi memiliki keunikan dibandingkan model kepemimpinan di negara lainnya di Afrika Utara atau Timur Tengah.

Libya merupakan “negara polisi” atau negara yang mengutamakan keamanan sebagai dasar dan kepentingan utama. Militer memiliki peranan sangat dominan dalam semua sendi pemerintahan Libya. Mayoritas militer juga tunduk dan patuh kepada Khadafi. Teknologi canggih pun dimiliki mereka dalam menghadapi serangan udara dan darat dari pasukan koalisi. Untuk menaklukkan Khadafi, militer AS pun menyusun strategi yang tidak kalah unik dan menjebak. Strategi itu salah satunya adalah menempatkan kapal-kapal induk di Laut Mediterania. Dari kapalkapal induk itu,semua pesawat tempur diatur dan dikelola untuk melancarkan serangan.

Ratusan rudal Tomahawk telah diluncurkan sejak serangan Sabtu (19/3) waktu setempat untuk menghancurkan pusat-pusat pertahanan udara Khadafi.Dengan demikian,pesawat tempur Khadafi pun kacau balau.Bukan hanya itu,ada juga pesawat tempur AS dan sekutu yang memamerkan kekuatan mereka dengan terbang bebas dan terbang rendah untuk mengecoh pasukan Khadafi. “Untuk misi khusus ini, kami menggunakan rudal-rudal terbaru sejenis Tomahawk,” ungkap Wakil Laksamana Bill Gortney,Direktur Staf Gabungan Militer AS, seperti dikutip dari Reuters. Selain pesawat tempur, militer AS juga mengirimkan pesawat siluman,Global Hawk, untuk memetakan kondisi pertempuran di lapangan dan mengawasi target-target utama.

Pesawat yang tidak bisa terdeteksi radar itu mampu membaca potensi kekuatan lawan sehingga menjadi bahan pertimbangan untuk strategi penyerangan selanjutnya. Untuk menyerang Libya, Washington memang mengajak koalisi baru. Pesawat tempur Prancis yang pertama kali menyerang Libya.Kemudian, pasukan Inggris bergabung dengan melibatkan beberapa kapal selam yang bergabung dengan kapal induk AS. Saat ini pun ada pertanyaan, apakah AS bakal sukses memimpin koalisi baru ini? Apalagi perang kali ini disebut sebagai intervensi ke dunia Arab terbesar sejak invasi Irak pada 2003. “Kami memimpin operasi koalisi ini, di bawah kepemimpinan Jenderal Carter Ham di Komando Afrika. Dia yang akan diberikan komando penuh,” ungkap Gortney.

Namun, Gortney memperingatkan, “Dalam beberapa hari, kami bermaksud melakukan transisi komando koalisi.” Koalisi perang Libya terdiri atas Inggris,Italia,Prancis,dan Kanada. Qatar juga menyatakan akan bergabung. Sekutu Arab lainnya juga diperkirakan segera terlibat. Sementara itu, purnawirawan Letnan Jenderal James Dubik, mantan panglima militer AS di Irak, memandang skeptis peperangan di Libya. Dia mengakui,AS memiliki kemampuan militer yang canggih dan maju dibandingkan Libya. “Kami memiliki keunikan dalam pengintaian dan intelijen, serta keunikan dalam kemampuan antiradar.Tentunya,kami juga memiliki kecanggihan dengan rudal Tomahawk,” papar Dubik. Namun, Dubik mempertanyakan zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil.

“Saya sangat paham dengan moral atau pun legitimasi moral,” tuturnya yang tidak yakin bahwa zona larangan terbang dapat melindungi warga sipil Libya. Yah, AS sendiri sebenarnya masih memiliki banyak “pekerjaan rumah”yang belum selesai, tapi justru menciptakan kesibukan baru. Perang Irak dan Afghanistan belum berakhir sukses. Pemimpin Irak Saddam Hussein memang telah terguling dan dihukum gantung, tapi Taliban dan Al-Qaeda masih bisa beraksi serta bertempur dengan gagah membunuh tentara AS.Washington justru mencari musuh baru, Libya,yang belum tentu bisa dikalahkan seperti Taliban.

Serangan pasukan koalisi pimpinan AS ke Libya juga bakal menjadi kekisruhan baru di Timur Tengah dan Afrika Utara, bahkan di dunia. Permasalahan- permasalahan baru bakal muncul dan tidak akan habis-habis. Seperti ancaman Khadafi yang bakal menggerakkan ribuan warga Afrika menjadi pasukan bom bunuh diri ke Eropa. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/388262/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia