Calon Pembaharu Libya yang Gagal Berkuasa

SAIF al-Islam Khadafi, 38, ingin membuktikan kepada dunia bahwa bangsa Libya tidak suka didikte kekuatan asing dengan menolak keputusan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) untuk melindungi rakyat sipil.

Dia menegaskan, Libya bukan sebuah bangsa yang mudah menyerah dengan keadaan sesulit apa pun. Pernyataan Saif beberapa waktu lalu itu menunjukkan bahwa dia sama keras kepalanya dengan ayahnya, Pemimpin Libya Kolonel Muammar Khadafi. Mereka berdua bisa dikatakan kembar identik. Saif dituduh tidak memperhatikan nasib rakyatnya, hanya mementingkan kekuasaan, dan kepentingan pribadi untuk melanggengkan takhta ayahnya. Sebelumnya, Saif memperingatkan adanya konspirasi yang menargetkan negaranya. “Amerika dan Eropa sedang menyusun rencana dan akan menduduki negara Anda,” tuturnya, beberapa hari lalu, seperti dikutip dari Guardian.

Menurut Saif,Libya menjadi target utama konspirasi setelah kesuksesan revolusi di Tunisia dan Mesir.“Libya, bukan Tunisia dan Mesir,”ujar Saif. “Kami berada di negara sendiri, bersama rakyat sendiri. Kami juga tidak takut! Ayolah, kami tidak akan takut,” ujar Saif kepada ABC News pada beberapa waktu lalu. “Anda tidak membantu jika ingin membombardir Libya dan membunuh rakyat kami. Anda justru menghancurkan negara kami.Tidak akan ada yang senang dengan hasilnya.” Ya, selama ini dunia internasional menganggap Saif memiliki “wajah” lebih liberal dibandingkan ayahnya,Muammar Khadafi. Berulangkali, Saif menyerukan reformasi dalam pemerintahan Libya.Dia dianggap sangat berbeda dengan saudara lelakinya yang lain, seperti Hannibal dan Al- Saadi, yang tidak pernah tersangkut skandal.

Pada tahun lalu, New York Times menyebut Saif sebagai “Sekutu Barat berwajah Libya dan simbol harapan reformasi dan keterbukaan Libya”. Tidak seperti ayahnya, Saif memiliki penampilan yang elegan.Ketika berkeliling dunia, Saif tidak membawa pengawal pribadi perempuan atau menggunakan baju dengan warna yang mencolok. “Orang gila dari Libya”merupakan julukan yang diberikan kebanyakan orang kepada Saif. Julukan muncul karena alumnus universitas di London itu dianggap memiliki pemikiran yang berbeda dibandingkan ayahnya. Saif berulangkali mengatakan ingin mengubah sistem pemerintah di Libya.

Dia menganggap Libya harus memiliki konstitusi dan birokrasi yang efektif. Sesekali dia sering mendeklarasikan, “Kita di Libya memimpikan demokrasi”. Namun, Saif tidak banyak merealisasikan mimpi-mimpi dan visinya.Khadafi masih memegang otoritas penuh dan selalu melarang pemahaman yang bertolak belakang dengannya meski dari sang putra mahkota. Semua proposal Saif ditolak Khadafi dan para penasihat keamanan nasional.Bahkan,saudara kandungnya juga tidak mendukungnya.Pada 2008,dia pun mengumumkan diri pengunduran dirinya dari ranah politik. Nama Saif al-Islam yang berarti pedang Islam itu diberikan ayahnya pada anak dari istri keduanya, Safija.

Meski demikian, Saif dianggap tidak terlalu religius. Muncul kontroversi beberapa tahun silam ketika dia ikut berdemonstrasi untuk menentang pemuatan kartun Nabi Muhammad di sebuah surat kabar asing. Dia juga memandang keluarganya merupakan Islam radikal,yakni orang yang ingin mendirikan negara berdasarkan agama. Saif memiliki peranan penting dalam perubahan di Libya. Pada 2003, Saif mengaku pernah dilobi badan intelijen Inggris, MI6, untuk memberi informasi soal senjata pemusnah massal yang dikembangkan ayahnya.Akhirnya, beberapa langkah Saif mampu membuat Khadafi menghentikan program senjata itu.

Tidak hanya itu, Saif juga melobi agar Libya mendapatkan kompensasi dari Italia, bekas penjajah negaranya.Saif jugaturutmembantukorbanserangan udara Libya agar mendapatkan ganti rugi dari pemerintahan Khadafi. Selanjutnya, dia juga ikut andil dalam membebaskan Abdelbaset al Megrahi pada 2009, terpidana kasus pengeboman Pesawat Pan Am di Lockerbie,Skotlandia. Sepak terjang Saif di dunia internasional itu menjadikannya sebagai salah satu ujung tombak diplomasi Libya. Kini, ketika Libya sedang dilanda pemberontakan dan kecaman asing, Saif muncul sebagai pembela utama segala kebijakan ayahnya.

Saat banyak kecaman internasional ditujukan pada Khadafi, dia tidak henti-hentinya membela kepentingan rezim Libya untuk mempertahankan kedaulatan. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/388261/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia