Kekerasan dan Demonstrasi Warnai Pemilu Mesir

Demonstrasi dan kekerasan ikut mewanai pemilu parlemen Mesir yang kemarin digelar. Diperkirakan, pemilu tersebut hanya menjadi ajang untuk memperkuat partai berkuasa dan memperlemah partai oposisi.

Sebanyak 4.687 calon anggota legislatif akan bertarung memperebutkan 508 kursi parlemen. Jumlah caleg itu terdiri atas 1.188 calon dari partai politik, 377 kandidat wanita untuk memperebutkan 64 kuota kursi untuk wanita, dan 232 calon independen.

Selain Partai Demokrat Nasional (NDP) yang berkuasa dan calon independen, pemilu tersebut diikuti pula oleh 17 partai oposisi. Partai oposisi tersebut antara lain, Partai Wafd, Tagammu, Nassiri, Ahrar, Al-Ghad, Al-Giil, dan Shabab Misr.

Keamanan diperketat sejak Jumat (26/11) setelah puluhan aktivis ditangkap ketika bentrok dengan polisi. Lebih dari 1.000 pendukung Persaudaraan Muslimin ditangkap polisi. Masyarakat Mesir memiliki tingkat kepercayaan yang menurun dengan tidak memberikan suara pada pemilu kali ini.

Di distrik Shubra el-Khaima, Kairo, yang dikenal wilayah pendukung kandidat Persaudaraan Musliman Mohammed el-Beltagi, puluhan orang berkumpul di luar tempat pemungutan suara untuk diijinkan memberikan suara. “Saya di sini untuk memberikan suara bagi seseorang yang mewakili kepentingan kita, ujar Rasmiya Abdel Hadi, 50. “Beltagi memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat,” imbuhnya.

Di Suez, para saksi mata melihat ratusan pendukung oposisi berdemonstrasi di luar kantor pusat polisi. Mereka memprotes karena tidak diijinkan memberikan suara di tempat pemungutan suara.

Polisi menggunakan kekerasan untuk membubarkan para demonstran di tempat pemungutan suara di Qena, sekitar 475 km dari Kaior. Hal sama juga terjadi Gharbiya, Delta Nil, polisi menggunakan gas air mata untuk menghalau pendukung kandidat independen yang berusaha memasuki tempat pemungutan suara untuk mengawasi jalannya pemilu.

Kelompok Persaudaraan Muslimin yang secara resmi dilarang, berupaya untuk mempertahankan diri sebagai partai oposisi terbesar. Pada pemilu 2005, para anggota dan pendukung kelompok tersebut yang maju sebagai calon independen meraih seperlima kursi parlemen.

Di beberapa daerah pemilihan, pengadilan meminta pemungutan suara ditunda karena beberapa nama calon dari kelompok oposisi dicoret secara tidak sah. Namun, besar kemungkinan pemerintah tidak akan mengindahkan keputusan pengadilan. Beberapa pemantau meyakini partai yang berkuasa akan menang besar yang pada akhirnya akan membuat pemilu tahun ini dianggap kurang kredibel.

Kelompok pemantau hak asasi manusia menyatakan pemilu kali ini sangat mengecewakan dengan penangkapan aktivis oposisi dan pengekangan para kandidat. “Pemilu kali ini benar-benar kompromi,” ujar Tom Malinowski, Direktur Pemantau Human Right Watch (HRW). Dia menegaskan, pemilu kali ini tidak adil dan jujur. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Kebakaran Meluas, Ribuan Warga Dievakuasi