China Serukan Perundingan Darurat

China kemarin menyerukan perundingan darurat pada awal Desember yang terdiri dari perwakilan enam negara membahas ketegangan di semenanjung Korea.

Itu menjadi respon paling detail terhadap krisis yang terjadi setelah Korea Utara (Korut) menyerang sebuah pulau di wilayah Korsel. Ditambah lagi ketegangan latihan tempur antara Korea Selatan (Korsel) dengan Amerika Serikat (AS).

“Dari pihak China, setelah mengkaji dengan hati-hati, mengacukan perundingan darurat dari masing-masing delegasi perundingan enam pihak pada awal Desember di Beijing. Hal ini bertujuan untuk melakukan pertukaran pandangan mengenai isu utama dari masing-masing pihak saat ini,” ujar Wu Dawei, utusan tertinggi China untuk masalah Korut.

Wu menekankan bahwa konsultasi tersebut tidak berarti menghidupkan kembali perundingan enam negara (AS, China, Korsel, Korut, Jepang, Rusia) secara otomatis. Namun demikian, perundingan tersebut, kata dia, diharapkan mampu memicu semua pihak untuk melanjutkan perundingan enam negara. “Komunitas internasional, khususnya anggota perundingan nema negara, sangat memperhatikan masalah ini,” katanya.

Hanya saja, Korsel tidak tertarik untuk duduk satu meja dengan Korut. Presiden Korsel Lee Myung-bak mengatakan kepada penasihat senior kementerian luar negeri Cina yang sedang berkunjung, Dai Bingguo, bahwa Seoul tidak berminat untuk memulai kembali perundingan enam negara karena yang lebih penting adalah menghadapi perilaku agresif Pyongyang.

Lee juga meminta China untuk lebih bertanggungjawab atas ketenggangan yang terjadi semenanjung Korea. “Korsel tidak memberikan toleransi dengan provokasi yang berlangsung terus menerus sejak Perang Korea 1950-1953. Kita akan membalas dengan tangkas jika Korut melakukan provokasi lebih lanjut,” ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Korsel kemarin meminta para jurnalis meninggalkan Pulau Yeonpyeong paling lambat Minggu (28/11) malam. Pemerintah khawatir tindakan provokatif Korut bakal membahayakan nyawa jurnalis yang meliput di perbatasan.

“Dalam kondisi sekarang, sangat sulit mempredikis apa yang akan terjadi,” begitu bunyi pernyataan tertulis Kementerian Pertahanan Korsel. “Korea Utara menyerang kami dengan memakai latihan militer bersama AS sebagai alasannya,” imbuh pernyataan tersebut.

Semenanjung Korea memanas sejak Selasa lalu. Ketika itu Korut melepas tembakan roket-roketrnya ke perbatasan korut-Korsel. Puluhan roket mendarat di Yeonpyeong, sebuah pulau wilayah Korea Selatan, yang berada di sisi barat perbatasan perairan negara satu induk tersebut.

Pulau Yeonpyeong dihuni oleh 1.700 penduduk, kebanyakan dari mereka telah mengungsi. Milter Korsel memerintahkan seluruh warga sipil di Pulau Yeonpyeong untuk masuk segera berlindung di bunker atau mengungsi. Perintah ini dikeluarkan setelah Korut kembali menembakkan roketnya pada pagi ini.

Ketegangan makin memanas ditambah dengan latihan tempur antar AS dan Korsel yang dimulai kemarin di Laut Kuning atau sekitar 125 km sebelah selatan perbatasan laut yang dipersengketakan antara kedua Korea. Kapal induk USS George Washington dan empat kapal angkatan laut AS lainnya diikuti oleh kapal-kapal perusak, kapal patroli, frigat, kapal pendukung and pesawat terbang antikapal-selam dari Korea Selatan.

Sedangkan, Juru Bicara Pasukan AS dan Korsel David Oten menyatakan latihan tempur antara kedua negara kemarin dimulai. Latihan tersebut ditengah ketegangan antara Korea setelah Korut memperingatkan “konsekuensi yang bisa diprediksi” jika AS melakukan manuver pesawat tempur dalam latihan perang tersebut.

Korut kemarin kembali memperingatkan bahwa Pyongyang akan mengamankan teritorialnya. “Korut akan melaksanakan serangan balasan tanpa ampun ketika adanya tindakan provokatif yang menyusup ke wilayah perairan kita,” demikian tulis kantor berita Korut, KCNA.

Korut juga menuding Korsel menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia di seluruh posisi artileri. Musuh-musuh Korut sekarang bekerja keras untuk mendramatisasi korban sipil sebagai bagian dari kampanye propaganda.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Nicole Thompson menyebutkan pernyataan Korut tersebut “dibesar-besarkan”. “Ini hanya contoh lain propaganda internal Korut. Selama bertahun-tahun, termasuk insiden kapal Cheonan merupakan aksi provokasi semata. Ini tidak ada kaitannya dengan apa yang dilakukan AS,” ujar Thompson.

Sementara itu, kehidupan di Korsel masih berjalan normal. Di kota yang berpenduduk sekitar 10 juta orang itu masih bergeliat di sela-sela jam sibu. Dekorasi natal pun telah menghiasi kafe dan toko-toko di berbagai penjuru Seoul. “Mereka tidak sungguh-sungguh untuk berperan, tidak ada keuntungan bagi kedua belah pihak,” kata Eunhye Kim, warga Korsel yang tetap beraktivitas seperti biasanya. (AFP/Rtr/BBC/CNN/andika hm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia