NAYLA Tueni, Usung Nama Keluarga untuk Perjuangkan Perubahan
Tueni terang-terangan mengakui dirinya bisa terpilih menjadi anggota parlemen karena menjual nama ayahnya.Baginya,politik dinasti bukanlah hal tabu, justru jadi modal kuat memperjuangkan idealisme.
NAYLA Tueni menjadi politisi perempuan muda yang terjun ke dunia politik Lebanon. Dia ingin membuktikan bahwa anak muda dan perempuan juga mampu bersaing dengan para politisi kawakan. Tueni mengusung platform 48 “yes”.Terdengar aneh memang program yang diusungnya.
Menurut dia, 48 “yes” menyimbolkan 48 tahun kehidupan ayahnya,Gebran Tueni, yang tewas dibunuh setelah terpilih pada pemilu parlemen 2005. Dalam realisasi program, dia mengatakan “tidak” pada semua bentuk penjajahan, kepentingan pribadi, dan intervensi asing. Katakan “tidak”pada perang,baik di negeri sendiri maupun negeri orang lain.
“Katakan tidak pada kemunduran kondisi sosial dan ekonomi,” katanya pada situs pribadinya, nayla-tueni.com. Untuk kebijakan politik dan nasional,Tueni mengatakan, katakan “ya” bagi sistem parlemen yang demokratis dengan semangat pluralisme, kebebasan, hak asasi manusia,dan melindungi pemerintah dari sistem diktator.
“Katakan ya terhadap konstitusi dan katakan tidak untuk kekebalan terhadap amendemen, interpretasi,dan penjelasan yang dikendalikan untuk kepentingan pribadi,”kata Tueni. Tueni mengakui, dia menjual nama ayahnya pada pemilu yang bakal diselenggarakan 7 Juni mendatang. Di tidak sendiri.
Sejumlah politisi lain seperti Geagea, Hariri, dan Zwein juga menjual nama keluarga. “Sejarah keluarga dan situasisaatinisangatmendukungsaya untuk maju ke parlemen.Selain itu, melanjutkan perjuangan ayah juga menjadi inspirasi saya,” paparnya seperti dikutip Lebanon Daily Star. “Jika ayah saya masih hidup, saya tidak akan maju menjadi kandidat parlemen,”imbuhTueni.
Dia mengaku sejak 12 Desember 2005, tanggal pembunuhan ayah, kehidupannya berubah 180 derajat. Jika sebelumnya dia tidak tertarik sama sekali dengan dunia politik, sejak itu dia berpikir lain. Dunia politik harus dirambahnya untuk melanjutkan mimpi-mimpi sang ayah.“Dengan masuk ke dunia politik, saya berharap dapat mengimplementasi kan programprogram yang pernah diusung sang ayah bagi bangsa dan pemuda di negeri ini,”papar Tueni.
Generasi muda juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah karena masa depan suatu negara bergantung pada mereka.“ Kita bertanggung jawab terhadap mereka, bangsa ini juga bangsa mereka. Pemuda harus menjadi mitra kerja sama dalam membangun negara ini,” kata Tueni berapi-api. Tegasnya, membangun Lebanon juga harus sama dengan merealisasikan mimpimimpi para pemuda.
Tueni beranggapan bahwa mimpi-mimpinya akan terealisasi, meskipun tidak cepat. Agar hal tersebut terwujud, para pemuda harus bangun dari kejenuhan dan keputusasaan yang telah lama menjadi penyakit di Lebanon.“Selama ini kita tidak pernah bangun dari zona tidur kita.Mereka harus bangun untuk meraih mimpi itu,” paparnya.
Dengan demikian,Tueni menuturkan, para pemuda harus bersatu padu untuk menyatukan suara, sehingga keterwakilan mereka dapat memberikan pengaruh pada pemerintahan. Dia mengutarakan bahwa para pemuda cenderung minder dengan para politisi senior dan para pejabat. “Jika ingin perubahan segera terjadi, kita semua harus percaya diri,” paparnya. Selain itu,juga menekan agar para pemuda tidak takut dengan kegagalan.
Tueni diprediksi dengan mudah akan melenggang manis duduk di parlemen.Selain karena faktor nama keluarga,dia bertarung di distrik yang didominasi penduduk beragama Kristen. Perempuan kelahiran 31 Agustus 1982 itu mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang jurnalis seperti kakeknya,Ghassan,dan ayahnya Gebran.
Meraih gelar sarjana di bidang jurnalistik dari Universitas Lebanon pada 2005, dia kemudian meraih gelar master dalam bidang negosiasi dan strategi. Kenapa dia memilih terjun ke dunia media? Dalam wawancara eksklusif dengan Lebanon Now dia mengungkapkan bahwa media mampu menyampaikan pesan kepada seluruh kalangan tanpa pandang bulu. (andika hendra m)
NAYLA Tueni menjadi politisi perempuan muda yang terjun ke dunia politik Lebanon. Dia ingin membuktikan bahwa anak muda dan perempuan juga mampu bersaing dengan para politisi kawakan. Tueni mengusung platform 48 “yes”.Terdengar aneh memang program yang diusungnya.
Menurut dia, 48 “yes” menyimbolkan 48 tahun kehidupan ayahnya,Gebran Tueni, yang tewas dibunuh setelah terpilih pada pemilu parlemen 2005. Dalam realisasi program, dia mengatakan “tidak” pada semua bentuk penjajahan, kepentingan pribadi, dan intervensi asing. Katakan “tidak”pada perang,baik di negeri sendiri maupun negeri orang lain.
“Katakan tidak pada kemunduran kondisi sosial dan ekonomi,” katanya pada situs pribadinya, nayla-tueni.com. Untuk kebijakan politik dan nasional,Tueni mengatakan, katakan “ya” bagi sistem parlemen yang demokratis dengan semangat pluralisme, kebebasan, hak asasi manusia,dan melindungi pemerintah dari sistem diktator.
“Katakan ya terhadap konstitusi dan katakan tidak untuk kekebalan terhadap amendemen, interpretasi,dan penjelasan yang dikendalikan untuk kepentingan pribadi,”kata Tueni. Tueni mengakui, dia menjual nama ayahnya pada pemilu yang bakal diselenggarakan 7 Juni mendatang. Di tidak sendiri.
Sejumlah politisi lain seperti Geagea, Hariri, dan Zwein juga menjual nama keluarga. “Sejarah keluarga dan situasisaatinisangatmendukungsaya untuk maju ke parlemen.Selain itu, melanjutkan perjuangan ayah juga menjadi inspirasi saya,” paparnya seperti dikutip Lebanon Daily Star. “Jika ayah saya masih hidup, saya tidak akan maju menjadi kandidat parlemen,”imbuhTueni.
Dia mengaku sejak 12 Desember 2005, tanggal pembunuhan ayah, kehidupannya berubah 180 derajat. Jika sebelumnya dia tidak tertarik sama sekali dengan dunia politik, sejak itu dia berpikir lain. Dunia politik harus dirambahnya untuk melanjutkan mimpi-mimpi sang ayah.“Dengan masuk ke dunia politik, saya berharap dapat mengimplementasi kan programprogram yang pernah diusung sang ayah bagi bangsa dan pemuda di negeri ini,”papar Tueni.
Generasi muda juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah karena masa depan suatu negara bergantung pada mereka.“ Kita bertanggung jawab terhadap mereka, bangsa ini juga bangsa mereka. Pemuda harus menjadi mitra kerja sama dalam membangun negara ini,” kata Tueni berapi-api. Tegasnya, membangun Lebanon juga harus sama dengan merealisasikan mimpimimpi para pemuda.
Tueni beranggapan bahwa mimpi-mimpinya akan terealisasi, meskipun tidak cepat. Agar hal tersebut terwujud, para pemuda harus bangun dari kejenuhan dan keputusasaan yang telah lama menjadi penyakit di Lebanon.“Selama ini kita tidak pernah bangun dari zona tidur kita.Mereka harus bangun untuk meraih mimpi itu,” paparnya.
Dengan demikian,Tueni menuturkan, para pemuda harus bersatu padu untuk menyatukan suara, sehingga keterwakilan mereka dapat memberikan pengaruh pada pemerintahan. Dia mengutarakan bahwa para pemuda cenderung minder dengan para politisi senior dan para pejabat. “Jika ingin perubahan segera terjadi, kita semua harus percaya diri,” paparnya. Selain itu,juga menekan agar para pemuda tidak takut dengan kegagalan.
Tueni diprediksi dengan mudah akan melenggang manis duduk di parlemen.Selain karena faktor nama keluarga,dia bertarung di distrik yang didominasi penduduk beragama Kristen. Perempuan kelahiran 31 Agustus 1982 itu mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang jurnalis seperti kakeknya,Ghassan,dan ayahnya Gebran.
Meraih gelar sarjana di bidang jurnalistik dari Universitas Lebanon pada 2005, dia kemudian meraih gelar master dalam bidang negosiasi dan strategi. Kenapa dia memilih terjun ke dunia media? Dalam wawancara eksklusif dengan Lebanon Now dia mengungkapkan bahwa media mampu menyampaikan pesan kepada seluruh kalangan tanpa pandang bulu. (andika hendra m)
Komentar