Suriah Bakal Cabut UU Darurat

DAMASKUS– Pemerintah Suriah berencana mencabut Undang- Undang (UU) Darurat yang berlaku sejak 1963. Putusan ini dibuat setelah kekerasan menewaskan puluhan orang sejak pekan lalu.

Penasihat Presiden Suriah Bashar al-Assad, Baouthaina Shaaban, menuturkan pencabutan UU Darurat tersebut belum ada kepastian kapan bakal dilaksanakan.“Pastinya UU itu bakal dicabut,” tuturnya kepada stasiun televisi Al Jazeera. Undang-undang keadaan darurat yang membatasi hak asasi manusia (HAM) yang hakiki itu diberlakukan di Suriah sejak 1963 ketika Partai Baath merebut kekuasaan.

Beberapa pekan ini, Presiden Assad terus mendapat tekanan dari kaum demonstran antipemerintah yang turun ke jalanjalan di berbagai pelosok Suriah. Presiden Assad pada Kamis lalu (24/3) mengumumkan berbagai langkah reformasi untuk menenangkan kaum demonstran, termasuk kenaikan gaji pegawai negeri dan kebebasan yang lebih luas. Kini pemerintah mengumumkan akan mencabut undang-undang keadaan darurat. Shaaban juga menambahkan, bakal digelar perdebatan di parlemen mengenai pendirian partai politik.

Dia menegaskan, ada banyak isu yang akan dibahas dan hasilnya akan ditindaklanjuti oleh presiden dan pemerintah. “Satu atau dua langkah implementasi (reformasi) akan diumumkan pada pekan ini,”tuturnya. Kemarin, televisi Lebanon, Al Manar TV, melaporkan, Wakil Presiden Suriah Farouq al-Shara mengungkapkan,Presiden Assad akan mengumumkan keputusan penting dalam waktu dua hari ke depan. Sementara itu, Turki meminta Suriah untuk bertindak positif untuk merespons,yakni dengan reformasi. Itu ditegaskan Perdana Menteri (PM) Tayyip Erdogan.

“Kami menyarankan Assad agar merespons permintaan rakyat selama bertahun-tahun dengan positif. Caranya dengan pendekatan reformis untuk membantu Suriah keluar dari masalah dengan mudah,” tuturnya kepada jurnalis seperti dikutip AFP. Erdogan telah berbicara dengan Presiden Assad sebanyak dua pekan dalam tiga hari terakhir.Dia menegaskan, Turki sangat “sensitif”dengan peristiwa yang terjadi di Suriah.“

Kami memiliki perbatasan sepanjang 800 km (dengan Suriah) dan kami memiliki hubungan keluarga. Kami tidak bisa tetap diam,”ungkapnya. Pada aksi demonstrasi pada Sabtu (26/3), penembak jitu membunuh dua demonstran saat ribuan warga berunjuk rasa di kantor partai berkuasa Baath. Kemudian, Suriah menggelar pasukan militer di kota pelabuhan Latakia menyusul korban 12 tewas dan melukai 150 lainnya dalam insiden demonstrasi menentang pemerintah.

Pasukan Suriah berpatroli di jalan-jalan Latakia. Dari Amman,Raja Yordania Abdullah menyerukan persatuan nasional dan reformasi menyusul kekerasan berdarah antara demonstran dan loyalis pemerintah. “Masalah bagi kita adalah persatuan nasional yang tidak boleh disepelekan,” tutur Abdullah pada pidatonya di depan para pemimpin suku seperti dikutip dari CNN. Jaminan dari Raja Abdullah itu setelah dua hari kekerasan berdarah yang terjadi pada Jumat (25/3) dan menyebabkan puluhan orang terluka.

“Kami menganggap kondisi sulit dan perlawanan terhadap kerajaan bakal dilalui,” tuturnya.“ Namun, kami optimistis mengenai masa depan melalui proyek ekonomi dan pembangunan,” imbuhnya. Raja Abdullah pun meminta agar rakyatnya menghindari sikap dan tingkah laku yang akan berdampak terhadap persatuan negara. Kantor berita negara Petra mengutip pidato Abdullah,“Yordana akan melakukan reformasi politik dan ekonomi dengan sekuat tenaga dan penuh antusias.

Tidak ada yang kita takutkan”. Parlemen pada Minggu (27/3) menolak seruan untuk membatasi kekuasaan raja menuju monarki konstitusional. “Parlemen akan menjamin kekuasaan tetap dipertahankan sebagai identitas dan konstitusi,” demikian keterangan parlemen. Anggota parlemen justru menyerukan dialog dan menekankan pentingnya perlindungan kebebasan berekspresi. Dari Sanaa, Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh memperingatkan bahwa negaranya bakal “kacau” jika dia mengundurkan diri.

Dia menyamakan dirinya sebagai simbol stabilitas di semenanjung Arab.“Saya mengatakan bahwa saya tidak akan mundur dari kekuasaan,” tuturnya dalam wawancara dengan stasiun televisi Al Arabiya. Saleh membanggakan dirinya telah berkuasa selama 32 tahun.Bagi dia,itu merupakan pengalaman yang berharga karena mampu menghadirkan kedamaian bagi rakyatnya,bukan kerusuhan.

“Saya akan mentransfer kepada rakyat sebagai sumber dan pemilik kekuasaan,” tutur Saleh.Dia menegaskan,Yaman seperti “bomwaktu”yangdapat terjerembab ke dalam perang sipil di Somalia.“Kami adalah masyarakat suku.Kami dipisahkan oleh suku, masing-masing akan membela sukunya.Kami akan berakhir dengan perang sipil,” tutur pemimpin yang berkuasa sejak 1978 itu. Sementara partai pendukung Saleh, Kongres Rakyat Umum (GPC) menyatakan,presiden harus tetap berkuasa.

Juru bicara GPC Tareq al Shami menuding oposisi telah menutup pintu bagi dialog dan berusaha mengucilkan diri. “Kekuasaan hanya akan diserahkan kepada orang-orang yang dipilih rakyat melalui pemilu. Satu-satunya jalan bagi satu peralihan kekuasaan secara damai,”tutur Shami.Shami menegaskan, tidak adanya satu kesepakatan nasional, partai tetap mengikuti proses konstitusional, yang menetapkan pemilihan presiden pada 2013.

Dalam kekerasan terakhir di Yaman, kemarin, sebuah pabrik senjata meledak dan menewaskan tidak kurang dari 50 orang. Pabrik itu meledak setelah dijarah militan Al Qaeda. Dari Mesir,militer negara itu kemarin menyatakan mantan Presiden Husni Mubarak dan keluarganya berada dalam status tahanan rumah dan dilarang bepergian. Pernyataan itu sekaligus membantah kabar bahwa mantan orang nomor satu Mesir itu telah kabur ke Arab Saudi setelah mengundurkan diri bulan lalu. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/389767/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford

Bos Gudang Garam Tutup Usia