2 Nakhoda WNI Diculik di Malaysia
JAKARTA – Dua nakhoda warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja untuk
kapal pencari ikan di Sabah, Malaysia, dilaporkan diculik kelompok
bersenjata.
Untuk menyelamatkan dua WNI, Kementerian Luar Negeri Indonesia meminta bantuan Malaysia. Belum diketahui apakah pelaku penculikan terkait dengan Abu Sayyaf. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi mengenai penculikan dua nakhoda WNI di perairan Sabah, Malaysia, Sabtu (5/11) lalu.
Dua korban penculikan itu adalah nakhoda kapal SSK 00520 F di mana kapten WNI asal Buton dan nakhoda kapal SN 1154/4F di mana kaptennya juga berasal Buton. ”Kita sudah berbicara langsung dengan Menlu Malaysia,” kata Menlu di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.
”Kita meminta pemerintah Malaysia untuk membantu pembebasan kedua WNI yang bekerja di kapal penangkap ikan tersebut.” Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu dan KRI Tawau sudah berkoordinasi di Sandakan untuk mendapatkan informasi lebih rinci mengenai kejadian tersebut.
Koordinasi dilakukan dengan pihak keamanan Malaysia, pemilik kapal, dan anak buah kapal (ABK) yang dilepas. Menlu juga bicara dengan penasihat perdamaian Presiden Filipina untuk koordinasi mengenai terjadinya kembali penculikan ABK WNI. Sejak beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia telah menyampaikan keprihatinan kepada pemerintah Malaysia terhadap situasi di perairan Sabah, mengingat terdapat sekitar 6.000 WNI yang bekerja di kapal ikan Malaysia di wilayah tersebut.
Pemerintah Indonesia juga telah mengimbau para ABK WNI di Sabah untuk sementara waktu tidak melaut sampai situasi keamanan dipandang kondusif. Dua WNI yang berusia 52 tahun dan 46 tahun itu diculik pukul 11.00 siang dan 11.45 siang. Itu menjadi insiden penculikan di Sabah dan Kepulauan Tawi- Tawi yang terbaru.
Komandan Keamanan Sabah Timur Wan Bari Wan Abdul Khalid mengungkapkan, penculikan terjadi sekitar tiga mil dari perairan Kertam. Banyak kapal nelayan yang beroperasi di lokasi saat penculikan terjadi. ”Insiden pertama, lima pria dengan menggunakan perahu cepat mendekati kapal nelayan dan menculik nakhoda yang berusia 52 tahun,” kataWanBari. Kelompok bersenjata itu meninggalkan duaABKyangberusia47dan35 tahun di perahu tersebut.
Wan Bari mengungkapkan pria bersenjata itu melarikan diri ke perairan internasional, tetapi mereka kembali menculik nakhoda kapal nelayan lainnya. Para pelaku tiga di antaranya mengenakan seragam militer dan dua berpakaian biasa. Mereka juga membawa perlengkapan komunikasi milik para nelayan, termasuk sistem GPS. Siapa penculik tersebut? The Straits Times melaporkan kelompok bersenjata itu berbasis di salah satu pulau di Tawi-Tawi.
Namun, mereka diduga tidak terkait langsung dengan kelompok bandit Abu Sayyaf. Sebelumnya, tiga WNI dari kapal pukat penangkap ikan LLD113/5/F berbendera Malaysia di perairan wilayah Felda Sahabat, Lahat Datu, Malaysia pada Juli lalu. Para penyandera dilaporkan membawa sandera ke arah perairan Tawi-Tawi.
Sementara itu, Komisi I DPR meminta pemerintah agar melakukan langkah terobosan agar hal serupa tidak terulang kembali. ”Meskipun sulit, pemerintah perlu pikirkan cara agar hal ini tidak terus- terusan berulang,” kata anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya di Jakarta kemarin. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari berpandangan, perairan Indonesia yang luas ini menyebabkan patroli tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina belum efektif.
andika hendra m/ kiswondari pawiro/ rahmad sahid
http://koran-sindo.com/news.php?r=0&n=3&date=2016-11-07
Untuk menyelamatkan dua WNI, Kementerian Luar Negeri Indonesia meminta bantuan Malaysia. Belum diketahui apakah pelaku penculikan terkait dengan Abu Sayyaf. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi mengenai penculikan dua nakhoda WNI di perairan Sabah, Malaysia, Sabtu (5/11) lalu.
Dua korban penculikan itu adalah nakhoda kapal SSK 00520 F di mana kapten WNI asal Buton dan nakhoda kapal SN 1154/4F di mana kaptennya juga berasal Buton. ”Kita sudah berbicara langsung dengan Menlu Malaysia,” kata Menlu di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.
”Kita meminta pemerintah Malaysia untuk membantu pembebasan kedua WNI yang bekerja di kapal penangkap ikan tersebut.” Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu dan KRI Tawau sudah berkoordinasi di Sandakan untuk mendapatkan informasi lebih rinci mengenai kejadian tersebut.
Koordinasi dilakukan dengan pihak keamanan Malaysia, pemilik kapal, dan anak buah kapal (ABK) yang dilepas. Menlu juga bicara dengan penasihat perdamaian Presiden Filipina untuk koordinasi mengenai terjadinya kembali penculikan ABK WNI. Sejak beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia telah menyampaikan keprihatinan kepada pemerintah Malaysia terhadap situasi di perairan Sabah, mengingat terdapat sekitar 6.000 WNI yang bekerja di kapal ikan Malaysia di wilayah tersebut.
Pemerintah Indonesia juga telah mengimbau para ABK WNI di Sabah untuk sementara waktu tidak melaut sampai situasi keamanan dipandang kondusif. Dua WNI yang berusia 52 tahun dan 46 tahun itu diculik pukul 11.00 siang dan 11.45 siang. Itu menjadi insiden penculikan di Sabah dan Kepulauan Tawi- Tawi yang terbaru.
Komandan Keamanan Sabah Timur Wan Bari Wan Abdul Khalid mengungkapkan, penculikan terjadi sekitar tiga mil dari perairan Kertam. Banyak kapal nelayan yang beroperasi di lokasi saat penculikan terjadi. ”Insiden pertama, lima pria dengan menggunakan perahu cepat mendekati kapal nelayan dan menculik nakhoda yang berusia 52 tahun,” kataWanBari. Kelompok bersenjata itu meninggalkan duaABKyangberusia47dan35 tahun di perahu tersebut.
Wan Bari mengungkapkan pria bersenjata itu melarikan diri ke perairan internasional, tetapi mereka kembali menculik nakhoda kapal nelayan lainnya. Para pelaku tiga di antaranya mengenakan seragam militer dan dua berpakaian biasa. Mereka juga membawa perlengkapan komunikasi milik para nelayan, termasuk sistem GPS. Siapa penculik tersebut? The Straits Times melaporkan kelompok bersenjata itu berbasis di salah satu pulau di Tawi-Tawi.
Namun, mereka diduga tidak terkait langsung dengan kelompok bandit Abu Sayyaf. Sebelumnya, tiga WNI dari kapal pukat penangkap ikan LLD113/5/F berbendera Malaysia di perairan wilayah Felda Sahabat, Lahat Datu, Malaysia pada Juli lalu. Para penyandera dilaporkan membawa sandera ke arah perairan Tawi-Tawi.
Sementara itu, Komisi I DPR meminta pemerintah agar melakukan langkah terobosan agar hal serupa tidak terulang kembali. ”Meskipun sulit, pemerintah perlu pikirkan cara agar hal ini tidak terus- terusan berulang,” kata anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya di Jakarta kemarin. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari berpandangan, perairan Indonesia yang luas ini menyebabkan patroli tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina belum efektif.
andika hendra m/ kiswondari pawiro/ rahmad sahid
http://koran-sindo.com/news.php?r=0&n=3&date=2016-11-07
Komentar