330 Warga Dipenjara, Media Sosial Diawasi


Sekitar 330 warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Jalur Gaza ditahan tentara pendudukan Israel semenjak awal Ramadan. Israel juga memperketat pengawasan media sosial yang digunakan penduduk Palestina. 

Menurut Direktur Pusat Kajian Tahanan Palestina (PPCS) Osama Shaheen, dalam 20 hari semenjak 6 Juni, saat umat Islam melaksanakan ibadah puasa, Israel justru semakin gencar meningkatkan penggerebekan dan penangkapan di kota-kota Palestina, mulai dari Jerusalem Timur, Hebron, Ramallah, Jenin, dan Jalur Gaza. 

”Kita mendapatkan informasi kalau penangkapan terhadap pemimpin dan aktivis di Hebron mengalami peningkatan,” kata Shaheen kepada Al Jazeera . Bukan hanya orang dewasa saja yang ditangkap Israel, sebanyak 60 anak-anak juga dijebloskan ke penjara. Salah satu anak termuda yang ditahan adalah Marwan Shabati yang berusia 10 tahun dari Hebron. Data PPCS menunjukkan sebanyak 330 tahanan, termasuk 21 perempuan yang berusia 18- 45 tahun. 

”Selalu ada penangkapan setiap hari di Tepi Barat. Israel selalu menargetkan siapa yang terlibat dalam Intifada atau aktivitas nasionalis lainnya,” kata Shaheen. ”Kita sudah terbiasa dengan hal ini. Sungguh menyakitkan. Itu menjadi hal yang rutin,” paparnya. Sayangnya otoritas penjara Israel tidak memberikan komentar mengenal hal ini. 

Israel telah membatalkan izin masuk ke Israel bagi 83.000 warga Palestina dari Tepi Barat untuk masuk ke Masjidilaqsa di Jerusalem Timur selama Ramadan. Semenjak itu, tentara Israel kerap melaksanakan penangkapan terhadap warga Palestina. ”Kita mendiskusikan serangkaian langkah perlawanan dan pertahanan untuk bertindak sesuai dengan fenomena,” kata Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. 

Berdasarkan data asosiasi Hak Asasi Manusia Addameer berbasis di Jerusalem, sebanyak Sekitar 7.000 warga Palestina dipenjara di Israel. Di antara para tahanan termasuk 70 narapidana perempuan dan 414 anak-anak, di mana 104 di antaranya berusia di bawah 16 tahun. 

Senin (20/6) lalu penyair Dareen Tatour ditangkap otoritas Israel setelah mengunggah aksi baca puisi di YouTube. Puisi itu berjudul A Poet Behind Bars tentang pengalaman Tatour selama ditahan di Israel pada November 2015. Tatour bukan aktivis sastra yang pertama ditahan Israel, ada puluhan penyair dan novelis dijebloskan ke penjara karena mengkritik rezim pendudukan tersebut. 

Sejak Februari lalu Israel mengadakan gugus tugas bernama Hatzav untuk memonitor media sosial yang digunakan warga Palestina. Unit itu telah didirikan 10 tahun lalu, bertujuan untuk memberikan informasi kepada intelijen Israel. Bahkan, intelijen Israel menciptakan 5.000 akun Facebook berjenis kelamin perempuan untuk mendapatkan berbagai informasi. 

Pada akhir 2015 Israel menangkap 300 warga Palestina karena penggunaan media sosial yang dianggap merugikan Israel. Menurut Direktur Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR) Samih Mushen, Israel tidak menghargai hak internasional tentang kebebasan berekspresi. Dia mengutip Pasal 19 Deklarasi HAM tentang kebebasan berekspresi. ”Banyak orang yang ditahan karena opini media di media sosial,” paparnya kepada Al Monitor.

ANDIKA HENDRA M

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford