Ukraina Gelar Operasi Militer - Rusia Siapkan Balasan jika Diserang
KIEV – Pemerintah Ukraina kemarin menegaskan Amerika Serikat (AS) telah berjanji untuk membela Kiev jika mereka menghadapi agresi militer. Penegasan itu di tengah ancaman kelompok bersenjata pro-Rusia.
Sebelumnya Wakil Presiden AS Joe Biden menyatakan, Washington siap memberikan dukungan dan bantuan bagi Ukraina yang menghadapi krisis di wilayahnya itu. “Kami mendapatkan dukungan dari AS bahwa mereka tidak akan meninggalkan kami sendiri bersama penyerang. Kami berharap ini terkait agresi Rusia. Ini akan menjadi lebih substantif,” papar Deputi Pertama Perdana Menteri (PM) Ukraina Vitaly Yarema, dikutip Reuters. Ke depan pasukan keamanan juga akan bekerja menyita senjata dari kelompok milisi.
Dukungan AS itu juga dimanfaatkan Presiden Ukraina Oleksandr Turchynov untuk meluncurkan kembali operasi antiterorisme di Ukraina timur. Serangan itu juga diberlakukan setelah para milisi menolak seruan untuk menaati keputusan Jenewa. Apalagi, banyak prajurit Ukraina disiksa dan dibunuh di kawasan Donetsk atas dukungan penuh Rusia. “Dua jenazah yang mengalami penyiksaan brutal, termasuk seorang politikus dari partainya, ditemukan di Kota Slavyansk. Kota itu sekarang berada di bawah kendali milisi pro-Rusia.
Teroris mulai menyiksa dan membunuh patriotpatriot Ukraina,” tutur Turchynov pada Selasa (22/4) malam dikutip BBC. Sebelumnya aktivis pro-Rusia merebut markas kepolisian di Kota Kramatorsk dan menculik kepala kepolisian setempat. Keberanian Ukraina untuk kembali meluncurkan serangan ke Ukraina timur setelah ada dukungan dari Biden yang telah berkunjung ke Kiev. Kunjungan Biden membuat Ukraina kembali memperoleh kepercayaan diri untuk mempertahankan teritorialnya dari ancaman Rusia. Pada saat bersamaan Departemen Pertahanan AS mengumumkan pengiriman 600 pasukannya ke Polandia dan negara- negara Baltik dalam rangka latihan.
Sedikitnya 150 pasukan akan dikirim ke Polandia dan 450 prajurit dikirim ke Estonia, Lituania, dan Latvia dalam beberapa hari mendatang. “Menyusul agresi Rusia di Ukraina, kami tetap melihat berbagai cara untuk menjamin sekutu dan mitra kami,” ujar juru bicara Pentagon Laksamana Muda John Kirby di Washington. Sementara itu, Rusia kemarin memberikan sinyal akan melakukan agresi ke Ukraina timur jika kepentingan negara itu ter-ganggu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menegaskan Rusia akan merespons jika kepentingannya atau kepentingan warga Rusia diserang di Ukraina timur. “Serangan terhadap warga Rusia merupakan serangan terhadap Federasi Rusia,” ujar dia dalamwawancaradenganstasiun televisi Russia Today. Lavrov mengungkapkan ketika kepentingan Rusia diserang secara langsung di South Ossetia, dia tidak melihat cara lain untuk merespons sesuai hukum internasional. Saat itu Moskow mengirimkan pasukannya ke Georgia pada Agustus 2008.
Kemudian dia kembali menuding bahwa AS berada di belakang berbagai peristiwa di Ukraina. Lavrov mencatat bahwa Ukraina memilih melakukan operasi militer terhadap separatis di timur saat kunjungan Biden. “Tidak ada alasan untuk tidak percaya bahwa Amerika saat ini sedang memainkan pertunjukkan,” kata dia. Lavrov tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai respons apa yang akan dilakukan. Tapi, referensi terhadap South Ossetia dengan kuat menunjukkan kemungkinan dilakukan tindakan militer. Ukraina menjadi bara dalam hubungan AS dan Rusia.
Washington telah mengancam akan memberlakukan sanksi baru jika Rusia tidak menurunkan eskalasi ketegangan di Ukraina timur. Uni Eropa juga sedang berusaha memperkuat sanksi bagi Moskow dan bergantung kesepakatan Jenewa. Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, menganggap sanksi yang diberlakukan AS dan Eropa hanya kontraproduktif dan tidak ada yang diuntungkan. “Semua pihak akan menderita kerugian dan tidak ada yang menang,” katanya dalam konferensi persnya di Jakarta kemarin.
Galuzin memaparkan kebingungannya ketika AS dan Eropa justru menekan Rusia untuk meredakan ketegangan di Ukraina timur. Padahal, Pemerintah Ukraina timur seharusnya melaksanakan kesepakatan Jenewa pada 17 April lalu. Baik AS maupun Eropa seolaholah menekankan kesepakatan Jenewa hanya untuk Rusia. “Ukraina harus melaksanakan pokok-pokok kesepakatan Jenewa seperti perlucutan senjata milisi,” ujar dia.
Terkait tudingan Barat tentang ribuan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina dan bersiap untuk melancarkan agresi, Galuzin menegaskan tidak ada peningkatan signifikan pasukan Moskow di perbatasan. “Tidak ada pasukan Rusia di Ukraina timur. Tidak ada agen intelijen Rusia di sana,” pungkas dia. andika hendra m
http://www.koran-sindo.com/node/384276
Komentar