Pertempuran Pecah di Ukraina Timur
SLAVYANSK– Tiga milisi pro-Rusia dan seorang penyerang kemarin tewas dalam baku tembak di Kota Slavyansk, Ukraina timur. Pertempuran itu memanaskan konflik di Ukraina timur setelah para pemberontak pro-Rusia menolak mengakui kesepakatan perundingan damai antara Ukraina, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Rusia.
Menurut pemimpin milisi pro-Rusia, Vyatcheslav Ponomarev, pertempuran pecah di sebuah pos pemeriksaan di sebuah desa di Slavyansk timur yang dikuasai milisi. Vladimir, anggota pemberontak Rusia, mengungkapkan bahwa empat mobil masuk ke pos pemeriksaan sekitar pukul 01.00, atau kemarin dini hari. Kita ingin melakukan pengecekan, tapi mereka menembaki kita dengan senapan otomatis. “Ada 20 penyerang. Tiga milisi tewas dan empat orang lainnya terluka,” kata Vladimir kepada AFP. Dia mengungkapkan pasukan bantuan didatangkan secepatnya ke pos pemeriksaan dan menyebabkan para penyerang mundur.
Seorang fotografer AFP melaporkan, dua jenazah milisi tergeletak di dekat truk di lokasi pertempuran. Menurut Vladimir, penyerang itu adalah anggota Right Sector, kelompok yang memiliki afiliasi dengan pemerintahan di Kiev. Ada juga pihak yang menuding para penyerang adalah pasukan Ukraina yang ditugaskan menembus pertahanan milisi pro-Rusia yang masih menguasai kota-kota di Ukraina timur. Meski demikian, operasi militer Kiev belum berhasil menduduki satu kota pun yang dikuasai milisi. Pertempuran di Slavyansk telah dikonfirmasi Kementerian Dalam Negeri Ukraina.
Kendati demikian, mereka hanya menyebutkan satu orang tewas dan tiga orang lainnya terluka dalam baku tembak itu. Polisi sedang berusaha mencari informasi detail mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa jam sebelum pertempuran terjadi, pemerintahan Ukraina yang didukung negara- negara Barat telah mendeklarasikan gencatan senjata untuk menghormati hari libur Paskah. Gencatan senjata itu untuk memberikan kesempatan bagi mediator internasional membujuk kelompok pro-Rusia agar bersedia dilucuti senjatanya.
Mediator senior dari Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) Christian Schoenenberger telah berada di Ukraina timur sejak Sabtu (19/4) lalu. Tapi, kerja mediator itu semakin sulit dengan kekerasan yang terjadi di Slaviansk. “Tugas tim pengawas dan mediator adalah menginformasikan kepada para milisi untuk keluar dari gedung pemerintahan,” kata Schoenenberger kepada Reuters. Milisi pro-Rusia sepertinya tidak akan menyerahkan senjata karena khawatir ada serangan dari milisi pro-Kiev dan militer Ukraina.
Sebelumnya, Kamis (17/4) lalu, tiga milisi pro-Rusia dibunuh pasukan Ukraina ketika 300 orang menyerang pos pemeriksaan militer di kota pelabuhan Mariupol. Kekerasan yang semakin marak di Ukraina timur menimbulkan risiko pecahnya perang sipil. Sementara, AS mengancam akan menerapkan sanksi ekonomi yang lebih keras jika Rusia gagal menjalankan kesepakatan internasional yang baru untuk meredakan konflik di Ukraina. Kremlin menuduh Gedung Putih mengancam Moskow seperti anak sekolah yang bersalah karena mengakhiri kesepakatan.
Penasihat Keamanan Nasional AS Susan Rice memperingatkan, jika Moskow gagal menjalankan kesepakatan, maka sanksi ekonomi baru akan diterapkan. “Kami percaya Rusia memiliki pengaruh besar dengan aksi yang berkaitan dengan kerusuhan di bagian timur Ukraina. Jika kami tidak melihat aksi yang sepadan dengan komitmen Rusia kemarin di Jenewa, kami dan mitra Eropa kami akan bersiap menerapkan sanksi tambahan terhadap Rusia,” kata Rice. Kekhawatiran AS itu muncul setelah milisi pro-Rusia di sejumlah kota menolak meninggalkan gedung. Padahal, poin ini menjadi bagian penting dari perjanjian.
Milisi di Donetsk mengatakan, pemerintahan Kiev tidak sah. Milisi juga bertekad tidak akan meninggalkan gedung pemerintahan sampai pemerintahan Ukraina saat ini dibubarkan. Melihat kondisi tersebut, Gedung Putih kian meningkatkan tekanan kepada Rusia untuk menggunakan pengaruhnya terhadap kelompok milisi. Sesuai kesepakatan di Jenewa, Rusia, Ukraina, Uni Eropa dan AS setuju berbagai kelompok militer di Ukraina dilebur menjadi satu. Selain itu, akan dilakukan pelucutan senjata terhadap kelompok-kelompok yang menguasai gedung-gedung pemerintahan dan mereka harus meninggalkan gedung tersebut. andika hendra m
http://www.koran-sindo.com/node/383531
Komentar