Obama Bersitegang dengan Putin
WASHINGTON– Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin terlibat ketegangan terkait eskalasi politik di Ukraina timur.
Ketegangan itu terjadi setelah Obama memprotes milisi pro- Rusia yang memperkeruh kondisi di Ukraina timur. Ketegangan antara Obama dan Putin itu melanjutkan intrik gaya Perang Dingin antara kedua kubu dalam konflik di Ukraina dan konfrontasi di Laut Hitam. Insiden itu juga terjadi setelah sebuah pesawat Rusia terbang rendah di atas kapal perusak AS di Laut Hitam.
Masalah itu masih ditambah lagi dengan kunjungan Kepala Badan Intelijen Pusat (CIA) John Brennan ke Ukraina akhir pekan lalu. AS memiliki kepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah Ukraina setelah Crimea memilih bergabung dengan Rusia melalui referendum. Moskow juga memiliki kepentingan untuk melindungi warga yang berbahasa Rusia yang menjadi mayoritas di Ukraina timur.
“Presiden Obama menyampaikan kekhawatiran serius tentang dukungan Rusia atas gerakan separatis bersenjata yang mengancam dan mendestabilisasi Ukraina,” demikian keterangan Gedung Putih. Selanjutnya Obama mengusulkan agar semua kelompok sipil di Ukraina meletakkan senjata. Dia meminta Putin menggunakan pengaruhnya terhadap kelompok- k e - lompok pro-Rusia agar menghentikan pendudukan gedung-gedung pemerintahan.
AS sangat khawatir dengan gerakan milisi pro-Rusia yang menguasai gedung-gedung pemerintahan di Ukraina timur. Gaya mereka seperti skenario yang dimainkan Rusia dalam masuknya Crimea ke negara itu. Sementara itu, Putin menolak tuduhan campur tangan Rusia dalam berbagai kerusuhan dan aksi protes yang meluas di Ukraina timur.
Kremlin menganggap semua laporan tentang campur tangan Rusia didasarkan pada informasi yang tidak bisa dipercaya. “Putin juga minta Obama menggunakan pengaruhnya di Ukraina dan mendesak pemerintah tidak mengerahkan kekerasan terhadap kelompok-kelompok pro- Rusia,” demikian keterangan Kremlin.
Kedua pihak sepakat melanjutkan rencana pertemuan di Jenewa pada Kamis (17/4) mendatang. Perwakilan dari AS, Ukraina, Rusia, dan Uni Eropa akan bertemu membahas langkah-langkah demi meredakan ketegangan. Namun, banyak pengamat ragu bahwa pertemuan itu bisa membuahkan hasil. Rusia juga meminta penjelasan tentang kunjungan Kepala CIA Brennan ke Kiev.
Seorang sumber yang dikutip kantor berita Rusia, Interfax, mengungkapkan Brennan merupakan pihak yang merekomendasikan Kiev untuk menggunakan kekerasan untuk melawan milisi pro-Rusia. Gedung Putih mengklaim kunjungan Brennan sebagai hal rutin. AS juga mengakui munculnya babak baru Perang Dingin setelah pesawat tempur Rusia Su-24 terbang rendah di dekat kapal USS Donald Cook akhir pekan lalu. “Pesawat Rusia tidak merespons peringatan dari Donald Cook,” ujar Kolonel Steven Warren, juru bicara Pentagon.
Tindakan provokatif Rusia itu tidak konsisten dengan protokol internasional dan kesepakatan militer kedua negara. Sementara dari Moskow, Rusia kemarin mendeklarasikan Ukraina berada di ambang perang sipil setelah Kiev mengumumkan “operasi antiteroris” melawan gerilyawan pro-Moskow.
Perdana Menteri (PM) Rusia Dmitry Medvedev mengungkapkan darah kembali tumpah di Ukraina. “Negara itu berada di ambang perang sipil,” tulis Medvedev di status akun Facebook-nya. Intensitas serangan Kiev juga bergerak lambat meskipun tenggat waktu ultimatum telah berlalu. Ukraina belum menggencarkan serangan besarbesaran seperti yang dijanjikan ke wilayah yang di-duduki milisi pro-Rusia.
Sebelumnya dua orang dilaporkan tewas pada Minggu (13/4) ketika Kiev gagal mengambil alih Kota Slaviansk, satu dari 10 kota yang diduduki gerilyawan pro- Moskow. Kendati demikian, Presiden Ukraina Oleksander Turchinov menganggap operasi telah dimulai di Donetsk dengan skala penuh pertimbangan, tahapan, dan tanggung jawab. “Saya tekankan lagi, tujuan operasi ini untuk membela rakyat Ukraina,” ujar dia di depan anggota parlemen.
Reporter kantor berita Reuters kemarin pagi melaporkan tidak ada tembakan atau ledakan di Kota Slaviansk yang berjarak 150 km dari perbatasan Rusia. Di luar kantor polisi lokal, puluhan warga sipil bersenjata membentuk barikade dengan kayu dan ban. Kemudian puluhan gerilyawan bersenjata atau Cossack berjagajaga di beberapa kantor wali kota.
Meski demikian, pusat perbelanjaan dan perkantoran kemarin berjalan normal seperti tidak ada gangguan sama sekali. “Meskipun banyak rumor kekerasan akan terjadi, kita di sini sangat tenang. Semua terkendali,” papar Rustam, warga Kota Slaviansk. andika hendra m
http://www.koran-sindo.com/node/382561
Komentar