Serangan Granat Kembali Tewaskan Anak-Anak
BANGKOK – Bocah berusia enam tahun kemarin menjadi korban anak-anak yang ketiga yang tewas akibat krisis politik di Thailand. Konflik di Negeri Gajah Putih itu telah mengakibatkan 21 orang meninggal dan 700 orang terluka selama empat bulan terakhir.
Anak perempuan yang tewas itu meninggal di rumah sakit setelah dia terkena serangan granat pada Minggu sore (23/2) di dekat lokasi demonstran anti-pemerintah di distrik perbelanjaan Bangkok. Saudara lelakinya yang berusia empat tahun dan seorang perempuan juga dilaporkan tewas akibat serangan granat tersebut. Selain itu, seorang polisi kemarin juga tewas setelah satu pekan dirawat akibat luka tembak di kepalanya.
Sebelumnya pada Sabtu malam (22/2), seorang balita berusia lima tahun juga tewas akibat ditembak orang bersenjata di Provinsi Trat. Berbagai serangan terhadap para demonstran anti-pemerintah itu belum menunjukkan titik terang mengenai siapa yang bertanggungjawab. Penyidikan polisi Thailand juga belum pernah menemukan siapa penembak misterius atau pun pelempar granat.
Panglima Militer Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengungkapkan kekerasan tidak dapat dikontrol saat ini. “Jika kekalahan terus berlanut, negara ini akan hancur dan tidak ada yang menang atau pun kalah,” katanya. Dia meminta rekonsiliasi dan perundingan antara pemerintah dengan para demonstran.
Prayuth menegaskan militer siap menjalankan tugasnya, tetapi tidak akan menggunakan kekuatan atau senjata dalam pertempuran dengan rakyat Thailand. “Beberapa orang yang bertanggungjawab, tetapi tidak berarti tentara dapat mengintervensi tanpa bekerja sesuai dengan kerangka (hukum,” kata Panglima Militer Thailand, Prayuth Chan-ocha, dalam pidato di televisi. “Bagaimana kita yakin jika kita menggunakan tentara, apakah situasi akan kembali damai?” tanyanya.
Krisis politik Thailand sepertinya belum menunjukkan sinyal-sinyal akan selesai. Konflik antara demonstran anti-pemerintah yang berasal dari kalangan menengah di Bangkok melawan Yingluck yang didukung penuh warga kalangan pedesaan di Thailand utara dan timur laut. Militer juga belum menunjukkan sikap untuk mengintervensi seperti aksi mereka saat menggulingkan PM Thaksin Shinawatra pada 2006 silam. Militer Thailand pernah melakukan kudeta dan upaya kudeta sebanyak 18 kali sejak 1932.
Pemerintah Thailand terus berkilah. Menteri Buruh Chalerm Yubamrung yang juga bertanggungjawab terhadap keamanan, memprediksi kekerasan akan terus terjadi. Dia menegaskan kalau pemerintah sangat sulit untuk mengontrol kekerasa di lokasi demonstrasi. “Dari sekarang, kekerasan akan terus terjadi. Siapapun yang tidak ingin terlibat dalam demonstrasi seharusnya tidak perlu bergabung,” kata Chalerm dikutip AFP.
Sementara itu, Yingluck kemarin mengecam serangan yang mengakibatkan korban balita sebagai aksi terorisme. “Insiden kekerasan merupakan aksi teroris untuk tujuan politik tanpa mempertimbangkan nyawa manusia,” kata Yingluck dalam akun Facebook-nya.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-Anak (UNICEF) menyarankan anak-anak untuk menjauh lokasi demonstrasi di Thailand. Bijaya Rajbhandari, Perwakilan UNICEF di Thailand, mengungkapkan para pemimpin demonstran pro-pemerintah dan anti-pemerintah serta orang tua harus menjamin keselamatan anak-anak. “Zona demonstrasi seharusnya menjadi zona bebas anak-anak,” kata Bijaya dikutip The Nation.
Sedikitnya 20 orang tewas dan ratusan lainnya terluka sejak demonstrasi yang pecah pada November lalu.
Yingluck kemarin dikabarkan telah meninggalkan Bangkok. Kantor PM Thailand tidak menyebutkan kota yang menjadi kediaman dan kantor sementara Yingluck. “Yingluck kini tinggal di kota yang berjarak 150km dari Bangkok,” demikian keterangan Kantor PM Thailand. Upaya Yingluck menjauh dari Bangkok sebagai langkah untuk menghindari demonstran anti-pemerintah yang terus mengejarnya.
Kantor PM mengungkapan kepada para reporter kalau Yingluck berada di luar Bangkok dalam menjalankan tugas pemerintahan. Namun, tidak ungkapkan berapa lama Yingluck menjalankan tugasnya itu. Dia terlihat tampil ke publik satu pekan lalu pada Selasa (18/2). Pada Kamis (27/2), Yingluck harus kembali ke Bangkok untuk menghadiri pemeriksaan kasus skandal korupsi di Komisi Anti-Korupsi Nasional (NACC) Thailand.
Menteri Luar Negeri Thailand, Surapong Tovichakchaikul, menegaskan Yingluck akan menggelar sidang kabinet pada Selasa (besok). “Sepertinya kita akan menggelar rapat kabinet di luar Bangkok. Saya tidak tahu di mana lokasi PM hari ini (kemarin),” katanya dikutip Reuters.
Bangkok Post melaporkan kalau Yingluck berada di Provinsi Suraburi yang berjarak 114 km dari Bangkok. Di sana, dia justru disambut para demonstran yang memprotes kunjungannya. Mereka memprotes karena Yingluck justru berlibur ketika negaranya sedang memanas. Akibat demonstrasi itu, Yingluck mempercepat kunjungan di Suraburi. (andika hendra m)
Komentar