Presiden Venezuela Serukan Dialog
CARACAS – Presiden Venezuela Nicolas Maduro pada Minggu (23/2) waktu setempat telah menyerukan perundingan krisisi sebagai upaya untuk mengakhiri demonstran anti-pemerintah selama beberapa pekan. Demonstrasi itu sebagai ancaman kudeta bagi Maduro.
Sedikitnya 10 orang tewas dan ratusan orang lainnya terluka dalam unjuk rasa yang digelar sejak 4 Februari lalu. Tuntutan para demonstran oposisi adalah meminta Maduro untuk mundur. Ratusan ribu demonstran marah dengan kebijakan pemerintah. Mereka kecewa karena meningkatkan kriminalitas, tingginya inflasi, kurangnya pasokan makanan dan tudingan keterlibatan para pejabat dalam kelompok bersenjata.
Aksi demonstrasi oposisi pada Sabtu (22/2) langsung dipimpin oleh Henrique Capriles yang pernah bersaing dengan Maduro pada pemilu presiden yang lalu. Sedikitnya 25 orang terluka dalam demonstrasi tersebut. Para demonstran tetap menggelar unjuk rasa setiap hari. Meski mendapat ancaman, mereka kerap menghadapi intimidasi dari para pendukung Maduro.
Tidak ingin krisis politik terus berlanjut menjadi kudeta, Maduro langsung menyerukan konferensi perdamaian nasional yang akan digelar pada Rabu (besok). “Dialog itu akan diikuti oleh kelompok politik, social, serikat buruh dan agama di Venezuela,” kata Maduro dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Telesur TV.
Maduro juga meminta Dewan Nasional untuk membentuk Komisi Kebenaran untuk menyelidiki aksi para demonstran. Dia menduga kalau unjuk rasa itu merupakan upaya untuk membenarkan intervensi asing di Venezuela. “Demonstrasi itu sebagai bagian rencana kudeta yang dihasut oleh Washington dan mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe,” tudingnya.
Ingin menunjukkan kalau dirinya memiliki pengaruh, Maduro justru mengerahkan massa untuk menggelar demo tandingan pada Minggu (23/2) lalu. Para demonstran yang terdiri dari para manula itu menggelar dukungan bagi rezim sosialis yang berkuasa sejak 1999 itu. Mereka mengenakan baju berwarna merah dan mengibarkan bendera Venezuela. Poster bergambar Maduro juga mewarnai demonstrasi tersebut.
Para pendukung pemerintah menyebut kekerasan yang dilakukan oleh oposisi sebagai tindakan fasis. “Kekerasan yang dilakukan oleh pemuda sudah cukup. Negara ini adalah negara damai. Kita ingin masa depan yang damai,” kata Cristina Marcos, 60, pendukung pemerintah yang berdemonstrasi di Istana Miraflores.
Dalam pandangan analis politik John Magdaleno, dialog yang ditawarkan pemerintah sebagai upaya untuk menumpulkan citra negatif pemerintah. “Pemerintah telahmelihat tingginya harga opini public di dalam negeri dan luar negeri atas tindakan aparat keamanan,” kata Magdaleno kepada AFP. Dialog krisis, kata dia, merupakan upaya Maduro untuk menenangkan publik.
Pertanyaannya adalah apakah pemimpin oposisi Caprilies dan pemimpin demonstran anti-pemerintah Leopoldo Lopez akan ikut dalam dialog yang digagas Maduro itu. Namun Magdaleno tetap ragu dengan kesuksesan perundingan itu. Dia juga meragukan kalau demonstrasi akan memicu kudeta dan pengunduran diri Maduro.
Maduro memang tidak memiliki kharisma seperti pendahulunya, Hugo Chavez. Dia hanya mantan supir bus dan aktivis serikat buruh yang ditunjuk Chavez untuk melanjutkan kepemimpinannya dengan memenangi pemilu pada April 2013. Pemerintah sosialis masih mendapatkan dukungan kuat dari kalangan bawah dan pekerja. (andika hendra m)
Komentar