Perundingan Suriah Gagal, Brahimi Minta Maaf
JENEWA – Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, mengucapkan permintaan maaf setelah konferensi perdamaian Suriah tanpa memberikan hasil. Konflik berdarah di Suriah pun akan terus berlanjut karena tidak ada kesepakatan antara pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan oposisi.
Padahal perundingan yang dikenal sebagai Jenewa II itu melibatkan banyak pihak yang berkonflik di Suriah untuk duduk dalam satu meja mencari penyelesaian konflik berdarah yang berlangsung selama tiga tahun. “Saya sangat, sangat meminta maaf karena perundingan putaran kedua tanpa hasil,” kata Brahimi kepada reporter di Jenewa setelah perundingan diumumkan berhenti pada Sabtu (15/2) lalu.
Apalagi, belum ada penentuan perundingan tahap ketiga. “Saya pikir lebih baik masing-masing pihak kembali pulang dan berefleksi serta mempertimbangkan tanggungjawab mereka: apakah mereka ingin proses ini dilanjutkan atau tidak?” tanya Brahimi.
Namun demikian, Brahimi mengungkapkan kedua belah pihak minimal telah bersepakat mengenai agenda perundingan mendatang. “Saya berharap banyak ada putaran ketiga,” tuturnya. Dia mengatakan, jika kedua pihak kembali, mereka akan berdiskusi tentang kekerasan dan terorisme, kemudian pembentukan lembaga pemerintahan transisi dan dilanjutkan dengan institusi nasional dan rekonsiliasi nasional. “Sepertinya pihak Pemerintah Suriah tidak ingin mendiskusikan pemerintahan transisi,” ungkapnya.
Alotnya perundingan itu dikarena ada bayang-bayang masing-masing pendukung pihak yang berkonflik. Oposisi Suriah didukung oleh AS dan negara-negara Arab, sedangkan Pemerintah Suriah didukung penuh Rusia dan Iran. Untuk mencari terobosan Brahimi juga berusaha akan mendiskusikan berbagai isu dengan AS dan Rusia. Dia berharap dapat bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menlu Rusia, Sergei Lavrov.
Sementara itu, juru bicara oposisi Suriah, Louay Safi, menuding pihak pemerintah tidak serius dalam perundingan. “Tidak ada hal positif yang kita capai dari perundingan ini,” katanya. Dia memprediksi kalau perundingan putaran ketiga tanpa membahas pemerintahan transisi sama saja membuang waktu.
Sedangkan pemimpin delegasi Pemerintah Suriah, Bashar Jaafari, menggambarkan kubu oposisi sebagai “amatir”. Dia masih menyalahkan pendukung utama oposisi yakni Amerika Serikat (AS) yang berusaha untuk mengabaikan proses secara keseluruhan. “Delegasi kita tidak memblokade proses, justru oposisi yang menyesatkan opini publik,” katanya.
Menlu Inggris, William Hague, mengungkapkan kegagalan perundingan itu sebagai kemunduran dalam pencarian solusi damai di Suriah. “Perlunya resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Suriah,” kata Hague. Dia menambahkan kalau pihak Pemerintah Suriah menolak berdiskusi tentang isu pemerintahan transisi. “Pem
Jumlah korban tewas akibat konflik berdarah di Suriah telah mencapai 136.000 orang dan jutaan warga telah mengungsi. Apalagi sebuah lembaga pemantau konflik Suriah mengungkapkan lebih dari 5.000 orang meninggal sejak perundingan damai Suriah pada 22 Januari lalu.
Washington pun terlihat sangat frustasi dengan perundingan tanpa hasil. Washington tetap menyalahkan Moskow yang tidak menekan sekutunya secara serius dalam proses perundingan tersebut. Presiden AS Barack Obama pun berjanji akan menekan rezim Suriah lebih keras. “Ada langkah yang harus dilakukan untuk lebih menekan rezim Assad,” kata Obama tanpa menyebutkan detail langkah tersebut. (andika hendra m)
Komentar