Keluarga Korut-Korsel Bersiap Reuni
SEOUL – Sebanyak 83 warga Korea Selatan (Korsel) kemarin bersiap-siap untuk mengikuti reuni untuk bertemu dengan anggota keluarga mereka yeng telah terpisah sejak Perang Korea. Mereka berharap Korea Utara (Korut) tidak membatalkan rencana reuni keluarga itu.
Kebanyakan warga Korsel yang ikut reuni berusia 84 tahun dan berasal dari 59 keluarga. Mereka kemarin pergi ke resor di kota pelabuhan Sokcho, sebelum melintasi perbatasan menuju Korut. Reuni itu dijadwalkan mulai Kamis (besok) hingga 25 Februari di Gunung Kumgang, Korut.
83 warga Korsel itu akan bertemu dengan 180 saudara kandung mereka dari Korut hingga Sabtu (22/2). Setelah itu, 88 warga Korut akan bertemu lagi 361 saudaranya dari Korsel dari Senin (23/2) hingga Selasa (25/2) di Gunung Kumgang.
Jika berhasil, itu menjadi reuni pertama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Ada kekhawatiran reuni keluarga itu dibatalkan sepihak oleh Korut yang memprotes latihan perang Seoul dan Washington. Apalagi, pada September tahun lalu, Pyongyang juga secara sepihak membatalkan reuni.
Namun demikian, para peserta reuni keluarga dari Korsel tampak bersemangat. Mereka menyiapkan berbagai hadiah, mulai dari celana dalam hingga biskuit Choco Pies – kue coklat khas Korsel. “Saya dengar kalau Choco Pies sangat populer dan mahal di Korut,” kata Lee Ok-ran, 84, salah satu peserta reuni keluarga, dikutip AFP. Dia berharap dapat bertemu dengan dua adik perempuannya yang tinggal di Provinsi Hwanghae, Korut. Dia berharap, ketika bertemu dengan dua saudarinya itu, mereka dapat berpelukan dan menari bersama.
Jutaan warga Korea terpisah karena perang pada 1950-1953. Sebagian besar tidak dapat berkomunikasi dengan keluarga yang telah terpisah atau telah meninggal dunia. Dikarenakan Perang Korea selesai karena gencana senjata bukan pakta perdamaian, sebenarnya Korut dan Korsel dalam status perang. Surat menyurat dan telepon antar kedua negara pun tidak diperbolehkan, itu yang mengakibatkan keluarga yang terpisah itu sangat kangen.
Lebih dari 73.000 warga Korsel masuk dalam daftar tunggu untuk mendapatkan kesempatan dalam reuni keluarga. Tapi, hanya ratusan peserta yang dapat ikut dalam acara tersebut. Pada tahun lalu, sekitar 3.800 warga Korsel yang tertarik mengikuti reuni tidak dapat mewujudkan mimpinya karena meninggal dunia.
Reuni itu dimulai sejak Konferensi Tingkat Tinggi antar Korea pada 2000. Sejak itu, sekitar 17.000 orang yang memiliki ikatan darah dapat dipertemukan dalam reuni yang mengharukan. Tapi, program itu sempat ditunda pada 2010 setelah Korut menyerang pulau di perbatasan Korsel.
Sementara itu, seorang misionaris Australia, John Short, 75, dilaporkan ditahan di Pyongyang, Korut. Dia ditahan saat kunjungan keduanya ke korut bersama dengan rombongan wisata. Menurut istri Short, Karen, suaminya ditahan karena membawa buku Korea dan itu dijadikan alasan.
“Suamiku tahu kalau Korut bukan destinasi wisata. Tapi dia peduli karena banyak orang di sana yang harus dibantu,” kata Karen. Dalam interograsinya, Karen mengungkapkan kepada CNN bahwa suaminya ditanya siapa yang mengirimnya, organisasi apa yang diikuti dan siapa yang menerjemahkan buku ke Bahasa Korea.
Kementerian Luar Negeri Australia pun mengetahui dengan penangkapan Short tersebut. “Kita masih selalu menjalin kontak dengan para pejabat Swedia di Pyongyang untuk mengonfirmasi penangkapan Short dan mendapatkan informasi lebih lanjut,” kata juru bicara Kemlu Australia dikutip BBC. Australia tidak mewakili perwakilan diplomatik di Korut.
Aktivitas relegius merupakan suatu yang dilarang di Korut. Otoritas keamanan kerap menangkap misionaris yang menyebarkan agama di Korut. Seorang misionaris Amerika Serikat (AS), Kenneth BAe, dijatuhi hukuman selama 15 tahun karena dituduh melakukan upaya subversi terhadap Pemerintah Korut. Upaya pembebasan yang dilakukan Washington terhadap Bae belum menunjukkan hasil yang positif. (andika hendra m)
Komentar