Rakyat Mesir Tentukan Konstitusi Baru

Sejumlah pekerja kemarin berdiri di depan sebuah gedung yang rusak di kompleks pengadilan di Imbaba, utara Kairo. Gedung itu rusak akibat sebuah ledakan yang terjadi beberapa saat sebelum referendum konstitusi digelar di Mesir. Tidak ada laporan korban jiwa dalam insiden itu. KAIRO – Rakyat Mesir kemarin memberikan suara untuk menentukan pilihan mereka atas konstitusi baru dalam sebuah referendum yang berlangsung selama dua hari. Pertaruhan besar masa depan Mesir ditentukan dari hasil referendum tersebut di tengah isu boikot dari Ikhwanul Muslimin (IM). Kementerian Dalam Negeri Mesir berjanji bersikap tegas terhadap segala bentuk upaya menggagalkan referendum. Sebanyak 200.000 polisi, 150 unit keamanan pusat, dan 200 grup tempur telah dikirim ke pusat-pusat pemungutan suara. Pemerintah ingin agar tidak terjadi bentrokan dan kerusuhan dengan para aktivis IM. Di tengah ketidakpastian situasi dan kondisi di Mesir, referendum itu diperkirakan akan meloloskan konstitusi negara tersebut. Konstitusi itu merevisi konstitusi yang pernah dibuat oleh mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Beberapa hal yang ditambahkan adalah hak-hak perempuan dan kebebasan berbicara serta berekspresi. Konstitusi baru juga mendorong kekuasaan militer dan memberikan jaminan bagi militer untuk memilih menteri pertahanan selama delapan tahun. Presiden sementara Mesir, Adly Mansour, meminta rakyat Mesir untuk memberikan suaranya ke tempat pemungutan suara. ”Saya menyerukan tanggung jawab kalian untuk bangsa kalian demi masa depan yang lebih baik bagi negara ini. Datanglah ke tempat pemungutan suara (TPS) dan pilihlah,” seru Mansour, dikutip AFP. Referendum konstitusional itu sebagai syarat membuka jalan untuk pemilihan umum. Jajak pendapat ini juga sebagai militer, apakah rakyat memberikan dukungan terhadap mereka atau tidak. Pasalnya, konstitusi yang dibuat oleh sebuah komite yang berisi 50 orang itu dianggap sebagai pembenaran kudeta terhadap Mursi yang digulingkan pada 3 Juli lalu. Tak ingin gagal dalam menggolkan konstitusi, pemerintah menggelar kampanye masif di televisi dan radio milik negara agar mendukung konstitusi baru. Spanduk bertulisan ”Ya” bersebaran di berbagai penjuru Kota Kairo. ”Referendum ini sebagai momen paling genting untuk Mesir,” ujar Perdana Menteri sementara Hazem Beblawi selepas memberikan suaranya, dikutip BBC. Ikhwanul Muslimin yang mendukung Mursi menyebut referendum itu sebagai ”suatu hal yang memalukan”. Mereka menyerukan aksi boikot penuh dan melakukan perlawanan. IM menggelar kampanye terangterangan di jalanan untuk menolak konstitusi baru. Meskipun, tujuh aktivis IM telah ditangkap karena mendistribusikan poster dan pamplet yang mengkritisi konstitusi baru pada pekan lalu. Banyak analis memandang referendum kali ini sebagai jalan untuk memuluskan Panglima Militer Mesir Abdel Fattah al-Sisi sebagai kandidat presiden mendatang. Selama ini kubu Ikhwanul Muslimin memandang Sisi sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam penggulingan Mursi, presiden yang terpilih pertama kali di Mesir. Sisi telah memastikan akan maju dalam pemilu jika memang popularitasnya dianggap menanjak. Seorang pejabat yang dekat dengan militer menyebutkan, Sisi akan memonitor langsung hasil referendum. ”Itu dijadikan indikator penting untuk mendukung pencalonannya sebagai presiden,” ujar sumber rahasia yang enggan disebutkan namanya itu. Banyak yang memandang, ketika Sisi memimpin Mesir justru akan memperkeruh Negeri Piramida karena adanya penolakan dari IM. Tapi, sebagian rakyat melihat bahwa Sisi dapat menjadi figur yang tegas untuk menstabilkan negara sejak tergulingnya Husni Mubarak pada 2011 silam. Dunia internasional tetap memandang miring pelaksanaan referendum konstitusi yang terkesan dipaksakan. The International Commission of Jurists (ICJ), lembaga pemantau penegakan hukum yang berbasis di Jenewa, Swiss, menggambarkan konstitusi Mesir sangat cacat. ”Referendum kali ini dilaksanakan dalam konteks ketakutan, intimidasi dan represi,” demikian keterangan ICJ. Human Rights Watch juga mengekspresikan kekecewaan dengan penangkapan aktivis yang mengampanyekan ”Tidak” untuk referendum. ”Rakyat Mesir seharusnya bebas memberikan pilihan baik mendukung atau menolak konstitusi baru,” ujar Deputi Direktur HRW untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Joe Stork. andika hendra m http://www.koran-sindo.com/node/358762

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford