Intelijen Barat Dekati Pemerintahan Assad

DAMASKUS –Para pejabat intelijen negara-negara Barat telah berkunjung ke Suriah untuk berdiskusi mengenai kerja sama keamanan dengan rezim Presiden Bashar Al-Assad. Pertemuan itu dipandang sebagai bentuk kekhawatiran negara Barat atas perkembangan ekstremisme di kalangan oposisi Suriah. Menurut Deputi Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad, dalam pertemuan itu badan intelijen Barat meminta untuk kerja sama keamanan. ”Saya tidak dapat menjelaskan secara spesifik, tapi mereka telah berkunjung ke Damaskus,” ujar Mekdad kepada BBC. Pernyataan Mekdad itu menjadi suatu ironi karena selama ini negara-negara Barat mendukung oposisi yang menentang Assad. Namun, mereka juga khawatir dengan kelompok gerilyawan yang mendapatkan pengaruh kuat dari Al- Qaeda dan jaringannya dalam perang sipil yang berlangsung selama hampir tiga tahun. Berdasarkan sumber tepercaya, badan intelijen Amerika Serikat (AS), Inggris dan Jerman termasuk yang mengirimkan para pejabatnya ke Damaskus. Mereka berdiskusi bukan hanya permasalahan warga asing yang ditahan di Suriah, tapi permasalahan keamanan yang lebih luas. ”Mereka meminta kerja sama keamanan, tapi mereka juga meminta adanya pemisahan isu politik dan keamanan,” papar Mekdad. Sebelumnya Presiden Prancis Francois Hollande mengungkapkan, sedikitnya 700 orang telah meninggalkan negaranya untuk bergabung dalam pertempuran di Suriah. Bulan lalu AS dan Inggristelahmenghentikanbantuan non-senjata kepada oposisi Suriah karena khawatir dengan peningkatan pengaruh gerilyawan Islam di tanah konflik tersebut. Sementara, ketika ditanya mengenai kontak intelijen dengan Suriah, Menteri Luar Negeri AS John Kerry tidak mengetahui hal tersebut. ”Itu bukan di bawah kewenangan saya,” ujar dia di Kuwait, dikutip Reuters. Hal senada juga diungkapkan Kementerian Luar Negeri Inggris yang memilih bungkam. Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) Ban Ki-moon kemarin mengungkapkan hampir separuh penduduk Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan. PBB pun meminta dana senilai USD6,5 miliar (Rp76,89 triliun) untuk membantu Suriah. ”Hampir 9,3 juta orang butuh bantuan kemanusiaan,” ujar Ban dalam konferensi bantuan kemanusiaan Suriah di Kuwait. Emir Kuwait Sheikh Sabah al-Ahmed al-Sabah menjanjikan bantuan senilai USD500 juta atau Rp5,91 triliun, sedangkan AS memberikan USD380 juta atau Rp4,49 miliar. Qatar dan Arab Saudi berjanji mengalokasi USD60 juta atau Rp709 miliar. Selain itu, Uni Eropa dan Inggris juga memberikan dana segar bagi Suriah. Kepala Kemanusiaan PBB Valerie Amos mengungkapkan, semua pihak dalam konflik harus menunjukkan tanggung jawab mereka terhadap bantuan kemanusiaan. ”Perempuan, anak-anak, lelaki terjebak, kelaparan, sakit dan kehilangan harapan,” papar Amos. Hampir separuh penduduk Suriahterkenadampaklangsung dalam perang sipil. Tetapi, lembaga kemanusiaan mengalami kesulitan untuk menembus wilayah- wilayah konflik yang telah menewaskan lebih dari 130.000 orang. Kelompok pemerhati hak asasi manusia (HAM) menuding pemerintah mempersulit akses bantuan ke zona perang. andika hendra m http://www.koran-sindo.com/node/359198

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford