PM Yingluck Tolak Seruan Demonstran

BANGKOK – Perdana Menteri (PM) Thailand Yingluck Shinawatra kemarin menolak permintaan para demonstran untuk membubarkan pemerintahan dan menolak untuk mengundurkan diri. Penegasan Yingluck itu sebagai penegasan kalau dia pasang badan untuk melawan gerakan anti-pemerintah yang telah berlangsung beberapa hari itu. Pernyataan itu sebagai bentuk perintah bagi aparat keamanan untuk terus menekan para demonstran. Terbukti dengan polisi yang telah menggunakan peluru karet, gas air mata dan penyiram air untuk membubarkan aksi demonstrasi di beberapa gedung kementerian. Dalam pidatonya pertamanya menanggapi kerusuhan yang berlangsung sejak Sabtu (30/11), Yingluck mengungkapkan dia tidak akan melanggar konstitusi negara. Karena itu, dia tidak akan memenuhi keinginan demonstran. “Apapun saya akan lakukan untuk membuat rakyat senang. Tapi sebagai perdana menteri, saya akan melakukan sesuai dengan konstitusi,” kata adik mantan PM Thaksin Shinawatra itu. Yingluck juga menegaskan kalau dia mempertimbangkan pengunduran diri atau percepatan pemilu jika para demonstran tidak melakukan gerakan yang tidak perlu. Sebagai politisi dengan basis pendukung yang kuat, dia tetap percaya diri untuk tetap memegang kendali pemerintahan. Dia mengungkapkan pemerintah terbuka terhadap “setiap opsi” untuk memulihkan perdamaian di Thailand. “Kita akan tetap membuka pintu untuk menyelesaikan krisis politik,” tegas Yingluck. Peranan militer yang sangat signifikan dalam perpolitikan Thailand juga disinggung Yingluck. Dia memaparkan kalau militer memposisikan dirinya tetap netral dan mengingnkan perdamaian sebagai jalan terbaik. “Saya percaya tidak ada seorang pun yang ingin melihat sejarah yang terulang di mana banyak rakyat menderita dan kehilangan nyawa,” tutur Yingluck. Namun demikian, polisi tetap menggunakan pendekatan kekerasan untuk membubarkan aksi demonstrasi di dekat kantor PM Yingluck. Polisi berhasil mempertahankan barikade di depan kantor PM dan kantor pusat polisi di Bangkok. Mereka pun meningkatkan jumlah kekuatan yang diterjunkan untuk menahan pergerakan demonstran. “Kita menggunakan beberapa peluru karet hari ini (kemarin),” kata Paradorn Pattanatabut, Sekjend Dewan Keamanan Nasional, kepada AFP. Bentrokan antara polisi dan demonstran pun tak terelakkan. Reuters melaporkan seorang pemuda yang berusia 20 tahun ditembak sebanyak tiga kali oleh polisi yang berjaga di kantor PM Thailand. Sebagai aksi balasan, para demonstran melemparkan bom Molotov. Kemudian, para petugas keamanan di dekat Rumah Sakit Ramathibodi menolak mengkonfirmasi dua orang yang dirawat karena luka tembak. Masih maraknya aksi demonstrasi membuat banyak sekolah dan kampus yang ditutup karena alasan keamanan. Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bangkok juga ditutup. Namun demikian, banyak kantor kementerian yang tetap beroperasi di tengah pengawalan ketat aparat keamanan. Sementara itu, para demonstran anti-pemerintah yang dipimpin oleh Suthep Thaugsuban telah mengeluarkan ultimatum agar Pemerintahan Yingluck bubar dalam waktu dua hari. Seruan itu dirilis pada Minggu malam (1/12) saat Suthep bertemu dengan Yingluck yang didampingi para petinggi militer. Suthep menetapkan Selasa (hari ini) sebagai tenggat waktu agar Yingluck mundur. “Tidak ada negoisasi dan tidak ada kompromi,” kata Suthep di depan para pendukungnya di depan kantor PM Thailand. Jika tidak dipenuhi, maka dia akan menyerukan seluruh pegawai negeri untuk melakukan mogok massal. Kelompok oposisi masih menganggap kalau pegawai pemerintah masih menjai alat rezim Thaksin. Anehnya para pendukung gerakan anti-pemerintah menolak pemilu yang dipercepat. Mereka menganggap kalau pemilu hanya memperkuat rezim Thaksin dalam pemerintahan. Pembentukan Dewan Rakyat dianggap sebagai solusi terbaik. Jika pemilu digelar, para pendukung anti-pemerintah pasti kalah jumlah karena pendukung mantan PM Thaksin yang masih kuat di akar rumput. Sebelumnya, kerusuhan pecah pada Sabtu malam (30/11) lalu hingga Minggu pagi. Kekerasan terjadi di dekat stadion yang menjadi lokasi pendukung pemerintah atau dikenal dengan “Kaus Merah”. Sebanyak empat orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya terluka. Namun, aksi kekerasan itu dapat dibendung oleh polisi yang dibantu oleh militer sehingga tidak meluas ke wilayah lainnya. Padahal, pada Minggu (1/12) lalu, kubu oposisi mengungkapkan hari itu sebagai V-Day atau hari kemenangan dan “kudeta rakyat”. Perjalanan penggulingkan Yingluck diprediksi akan mengalami anti-klimaks karena kuatnya dukungan dari rakyat. Apalagi, militer juga masih bersikap netral. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford