Oposisi Lancarkan Mogok Nasional

KIEV – Para demonstran Ukrainan kemarin mulai meluncurkan gerakan mogok missal nasional dan memblokade gedung-gedung pemerintahan. Upaya itu dilakukan setelah kerusuhan berdarah yang terjadi pada Minggu (1/12) lalu di mana mereka mendukung pakta kerjasama dengan Uni Eropa. Lebih dari 10.000 demonstran menguasai Lapangan Kemerdekaan Kiev. Sedangkan lebih dari 5.000 orang bergerak menuju kantor presiden untuk memaksa pemerintah untuk membubarkan diri. Banyak demonstran tetap tinggal di tenda militer untuk menghangatkan diri di tengah musim dingin. Untuk menghangatkan suasana, para musisi yang tampil untuk menghiburkan para demonstran. Beberapa anggota parlemen dari kubu oposisi kerap hadir untuk memberikan semangat bagi para demonstran dalam memperjuangan hak-haknya. Aksi demonstrasi itu menyebabkan jalanan menuju kantor pemerintah terhalang. Banyaknya gedung pemerintah yang dikuasai demonstran juga menjadikan para pegawai tidak dapat bekerja. “Para pegawai tidak dapat masuk ke gedung. Negoisasi sedang berjalan agar pegawai diijinkan masuk,” kata Juru Bicara Perdana Menteri Ukraina Mykola Azarov dikutip Reuters. Oposisi menggambarkan aksi demonstrasi terbesar di Kiev sejak 2004 itu sebagai sebuah revolusi. “Revolusi dimulai di Ukraina,” kata Ketua Partai Svoboda, Oleh Tyagnybok, dikutip AFP. “Kita sedang membangun kota tenda di Lapangan Kemerdekaan dan mencanangkan mogok nasional,” tegasnya. Sementara, Vitali Klitchko, juara tinju dunia yang menjadi pemimpin oposisi Ukraina, menyarankan kepada pendukungnya untk tidak menyerang untuk menguasai Kiev sepanjang malam. “Kita harus memobilisasi semua orang di seluruh negara ini dan kita tidak boleh kalah dalam memperjuangkan inisiatif ini,”tegas Klitchko. Misi utama oposisi menggulingkan pemerintahan saat ini karena mereka ingin berkuasa. Mereka mengandalkan aksi demonstrasi untuk terus menekan pemerintahan Presiden Viktor Yanukovych yang tidak popular. Tapi Yanukovych yang terpilih pada 2010 menolak mundur karena merasa dia memiliki dukungan rakyat yang nyata. Menanggapi aksi demonstrasi itu, Yanukovych hanya mengungkapkan pemerintah mendukung aksi damai untuk mengungkapkan pendapat. Aksi unjuk rasa semakin memanas ketika Presiden Yanukovych yang menolak menandatangani perjanjian untuk mempererat hubungan mereka dengan Uni Eropa. Sebenarnya jika pakta itu ditanda-tangani Presiden Yanukovych, maka Ukraina akan membuka akses perbatasan untuk perdagangan dan pelonggaran pembatasan perjalanan. “Ukraina tidak mampu untuk mengorbankan akses perdagangan mereka dengan Rusia yang menentang kesepakatan itu,” katanya. Dalam pidato di televisi, Yanukovych mengungkapkan Ukraina telah menentukan jalur bersejarah dengan berkomitmen dalam hubungan dengan Uni Eropa. “Hubungan dengan blok yang terdiri dari 28 negara akan terjadi ketika Ukraina diperlukan sebagai mitra yang setara dan dihargai,” pintanya. Yanukovych ingin lebih dekat dengan kedua belah pihak, baik Rusia dan Uni Eropa. Meskipun, dia lebih cenderung memihak Rusia, terbukti dia akan pergi ke Rusia untuk menandatangani peta jalan kerjasama baru dengan Moskow. Sementara itu, dialog antara pemerintah Ukraina dan pemimpin oposisi diharapkan dimulai pada kemarin menyusul protes besar di ibukota Kiev. Juru bicara parlemen, Vlodymyr Rybak, berjanji semua pihak akan mendapat kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Sepertinya perundingan akan sulit menemukan benang merah karena adanya perbedaan yang mencolok dalam memandang pakta Uni Eropa tersebut. Presiden Yanukovych mendapatkan dukungan kuat dari Rusia. Sedangkan kubu oposisi didukung penuh oleh negara-negara Uni Eropa. Sebelumnya, pada Minggu (1/12) sekitar 100.000 hingga 500.000 orang berkumpul dan berunjuk rasa di lokasi tersebut. Sempat terjadi bentrok dekat gedung kepresidenan. Sejumlah demonstran yang menembakan api dipukul mundur oleh polisi anti huru-hara menggunakan gas air mata. Puluhan demonstran luka-luka dan kepolisian di Kiev mengatakan 100 polisi juga terluka. Kerusuhan Kiev itu memicu perhatian dunia internasional. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Jen Psaki menyerukan Kiev untuk menghormati kebebasan berekspresi warganya. “Kekerasan dan intimidasi seharusnya tidak mendapatkan tempat di Ukraina,” kata Psaki dikutip AFP. Sementara Menteri Luar Negeri Polandia Radek Sikorski dan koleganya dari Swedia, Carl Bildt, mengungkapkan dukungannya terhadap aksi demonstrasi. “Kita senang begitu banyak warga Ukraina menentang kebijakan presidennya yang menolak menandatangani kesepakatan dengan Uni Eropa,” demikian pernyataan bersama Sikorski dan Bildt. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford