Hadang Pasokan Misil Hezbollah, Israel Serang Suriah
DAMASKUS – Israel mengebom sebuah pangkalan militer Suriah di Latakia pada Rabu lalu (30/10) hingga Kamis (31/10) lalu. Serangan Israel itu pertama kali sejak kesepakatan Suriah untuk menyerahkan senjata kimianya dalam perjanjian yang disepakati dengan Amerika Serikat (AS) dan Rusia.
Banyak pihak menduga kalau serangan itu memang memiliki tujuan sama seperti serangan sebelumnya. Israel ingin menghentikan pasokan senjata Suriah agar tidak jatuh ke kelompok garis keras, seperti Hezbollah dan kelompok gerilyawan lainnya.
Stasiun televisi Arab Saudi, Al-Arabiya, melaporkan Israel telah mengebom pengirimkan misil untuk Hezbollah. Israel sendiri tidak memberikan konfirmasi mengenai serangan tersebut. Demikian juga Suriah yang belum memberikan keterangan resminya.
Namun, seorang pejabat Amerika Serikat (AS) yang membenarnya adanya serangan udara Israel di wilayah Suriah. “Serangan Israel itu menargetkan persenjataan buatan Rusia yang digunakan oleh kelompok Hezbollah,” kata sumber yang enggan disebutkan namanya dikutip BBC. Senjata itu adalah peluru kendali SA-125.
Serangan udara Israel itu dilakukan di Latakia. Wilayah itu merupakan kota pelabuhan yang dihuni oleh komunitas Alawi pendukung kuat Presiden Suriah Bashar al-Assad. “Serangan itu berlangsung pada Rabu (30/10) hingga Kamis (31/10),” kata sumber rahasia tersebut.
Sebelumnya Pemantau Hak Asasi Suriah (SOHM) menyebutkan adanya laporan ledakan di Latakia. Namun, mereka tidak mengetahui penyebabnya. “Sejumlah ledakan terdengar di wilayah basis pertahanan di Snubar Jableh,” demikian laporan SOHM.
Israel dilaporkan sedikitnya melakukan tiga kali serangan udara di Suriah selama tahun ini. Pada Mei silam, Israel melancarkan serangan udara terhadap pasokan senjata Iran yang ditujukan untuk Hezbollah. Suriah memang tidak merespon serangan Israel yang telah terjadi beberapa kali.
Serangan udara Israel itu menjadi pukulan mundur bagi proses perdamaian di Suriah. Apalagi, serangan itu dilaksanakan setelah Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) mengumumkan peralatan pembuat senjata kimia milik Suriah telah dihancurkan pada Kamis (31/10) atau satu hari sebelum tenggat waktu terakhir pada Jumat (kemarin). “1.000 ton alat senjata kimia dan 290 ton senjata kimia telah disimpan di lokasi yang aman dan sangat mustahil untuk dihancurkan,” kata Juru Bicara OPCW, Christian Chartier.
Optimisme juga datang dari AS. Thomas Countryman, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, mengaku sangat yakin kalau semua cadangan senjata kimia milik Suriah akan dimusnahkan sebelum 30 Juni mendatang. Hanya saja, analis pertahanan dari IHS Jane, David Reeths, mengungkapkan proses penghancuran senjata kimia Suriah masih sangat jauh dan lama.
Sementara itu, Utusan Liga Arab dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Lakhdar Brahimi kemarin berharap kalau konferensi perdamaian dapat digelar dalam beberapa pekan mendatang. “Konferensi Jenewa II kalau bisa jangan sampai digelar pada tahun depan, tetapi beberapa pekan mendatang,” katanya dikutip Reuters.
Brahimi saat ini juga berusaha menyakinkan kubu pemberontak yang bersikukuh tidak akan bergabung dengan perundingan itu. “Jika oposisi tidak berpartisipasi, maka tidak ada konferensi Jenewa,” kata Brahimi. Brahimi juga telah menyakinkan Presiden Assad mengenai peluang perundingan tersebut.
Kubu oposisi Suriah, Koalisi Nasional, berencana mengkonsolidasikan semua kekuatannya pada 9 November mendatang untuk membahas kesiapan perundingan Jenewa II. Tapi, Dewan Nasional Suriah (SNC) sebagai anggota kunci Koalisi Nasional telah mengancam akan keluar jika kelompok itu akan tetap berunding dengan Presiden Assad. (andika hendra m)
Komentar