Serahkan Senjata Kimia, AS Batalkan Serangan

DAMASKUS – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry kemarin militer dapat membatalkan serangan militer ke Suriah asalkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad untuk menyerahkan senjata kimia pada pekan depan. Kerry menjamin jika senjata kimia itu diserahkan kepada komunitas internasional, maka serangan militer ke Suriah dapat dicegah. “Namun, Assad tidak akan melakukan hal itu,” kata Kerry dikutip Reuters di London, Inggris. Kontrol terhadap senjata kimia di Suriah, menurut Kerry, berada di tangan Presiden Assad, saudara lelakinya Maher dan seorang jenderal yang tidak disebutkan namanya. “Senjata kimia di Suriah dikontrol sangat ketat oleh rezim Assad. Ketiga orang itu yang menguasai pergerakan dan penggunaan senjata kimia,” kata Kerry. Menurut Kerry, rezim Assad yang mengeluarkan perintah. Kerry tetap percaya diri bahwa bukti yang dimilikinya dan sekutunya memang mengarah ke Assad. Dia menegaskan hal itu sangat bahaya. “Jika Anda ingin mengirimkan pesan ke Iran dan Hezbollah dan Assad berupa ucapan selamat: ‘rekan Anda dapat melakukan apapun yang kita inginkan,’ dan Anda akan mengatakan, ‘jangan lakukan apapun.’,” kata Kerry. Dalam pernyataan kepada reporter kemarin di London, Kerry juga menegaskan hubungan Washington dan London tetap kuat meskipun parlemen Inggris tidak menyetujui serangan ke Suriah. AS pun mendukung sikap Inggris atas keputusannya tersebut. “Mereka memiliki dukungan diplomatik penuh terhadap Inggris,” kata Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague. Sementara itu, Presiden Assad menegaskan kalau Amerika Serikat (AS) tidak ada bukti pemerintahnya menggunakan senjata kimia. Assad pun meminta AS untuk membuktikan kalau pasukannya sebagai dalang dalam serangan pada 21 Agustus lalu. “Tidak ada bukti bahwa saya menggunakan senjata kimia terhadap rakyat saya sendiri,” kata Assad dalam wawancara dengan CBS. Assad tidak membantah atau mengakui bahwa pemerintahannya memiliki senjata kimia, tapi mengatakan jika ada, senjata itu dikuasai oleh pusat. Dia juga mengatakan para sekutunya akan membalas jika Barat menyerang. Sekutu Suriah meliputi China dan Rusia, serta Iran dan gerakan Hezbollah di Lebanon. Gedung Putih juga mengakui bahwa tidak ada bukti kuat akan keterlibatan Assad dalam serangan yang terjadi Agustus lalu itu, tapi ada ujian logika terlepas dari data intelijen bahwa pemerintahan Assad bertanggung jawab. Menteri Luar Negeri AS John Kerry telah lama melobi aksi militer terhadap Assad dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Uni Eropa dan Arab di Eropa. “Semua telah sepakat, tidak ada yang mengingkari kalau Assad menggunakan senjata kimia,” kata Kerry dikutip AFP. Dia juga menambahkan sejumlah negara Arab telah berkeinginan menandatangani kesepakatan untuk mendukungan serangan ke Suriah. Kongres AS juga dijadwalkan melakukan debat terkait pemberian izin intervensi ke Suriah. Para anggota Kongres kemarin membahas resolusi Presiden Barack Obama untuk meluncurkan serangan terbatas.Pemungutan suara di Senat atas isu ini diperkirakan berlangsung paling cepat hari Rabu (besok), meski tenggat waktu untuk permintaan Obama tidak jelas. AS menuduh pasukan Assad membunuh 1.429 orang dalam serangan gas sarin pada 21 Agustus di pinggir ibukota Damaskus. Gedung Putih berkeyakinan kalau bukti video menunjukkan siapa yang melakukan serangan. Kepala Staf Gedung Putih, Dennis McDonough mengungkapkan bukti-bukti tersebut tidak dapat dibantah. “Ini bukan pengadilan dan intelijen tidak bekerja seperti itu,” kata McDonough. CIA percaya kalau Suriah telah mengembangkan program senjata kimia selama beberapa tahun. Senjata kimia itu dikembangkan bersama dengan misil balistik, pesawat udara dan roket artileri. Suriah juga dianggap memiliki gas sarin yang dapat merusak syaraf. Laporan intelijen Turki, Arab dan Barat menyebutkan cadangan senjata kimia yang dimiliki Suriah mencapai 1.000 ton dan disimpan di 50 kota. Dari Moskow, Rusia kemarin menegaskan serangan militer ke Suriah hanya akan menyebabkan “ledakan terorisme” di Timur Tengah. Serangan juga akan menyebabkan lebih banyak pengungsi. “Kemungkinan solusi politik tetap diutamakan,” kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Dia juga menegaskan Damaskus siap untuk menggelar perundingan perdamaian. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford