Gerilyawan Filipina Serang Zamboanga

ZAMBOANGA – Gerilyawan Moro Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) kemarin menyerbu kota pelabuhan Zamboanga dan menyandera 20 orang warga dan membunuh tiga orang. Sebelum penyerangan, sekitar 100 orang pemberontak terlibat bentrok dengan patroli Angkatan Laut Filipina di laut. Polisi dan tentara telah dikerahkan untuk mengepung area Rio Hondo di Zamboanga. Kepala polisi regional Juanito Bano mengatakan aparat keamanan telah mengepung mereka. “Mudah-mudahan kami bisa membebaskan warga sipil dan menangkap para penyerang,” kata Bano kepada radio lokal DZMM. Menurut walikota Zamboanga, Isabelle Climaco-Salazar, target utama NLF untuk mengibarkan spanduk bertuliskan kemerdekaan. “20 orang masih dijadikan sandera,” katanya. Stasiun televisi ABS-CBN melaporkan mobil militer berkeliling di kota Zamboanga. Blokade jalanan telah didirikan di beberapa tempat. Tentara dan polisi dalam posisi siap tempur dan mencari para gerilyawan. Juru bicara Militer Filipina, Letnan Kolonel Ramon Zagala mengungkapkan, pasukan masih menguasai wilayah dan 800 tentara masih mengamankan fasilitas-fasilitas penting. “Kita berusaha untuk menghalangi mereka sehingga tidak akan menyebar ke mana-mana,” katanya kepada AFP. Otoritas penerbangan sipil di Manila menyebutkan semua penerbangan dari dan ke Zamboanga telah ditunda. “Kita masih mendengar tembakan sporadis. Kita tidak mengetahui jika ini dari pasukan pemerintah atau dari MNLF,” kata salah satu warga, Ramon Bucoy. Keterangan resmi pemerintah mengatakan satu orang prajurit Angkatan Laut dan 10 petugas kepolisian terluka dalam insiden itu. Pasukan anti terorisme AS sejak 2002 memberikan pelatihan kepada pasukan Filipina. Pusat pelatihan berada di kota Zamboanga. Serangan ke Zamboanga bukan kali yang pertama oleh MNLF. Pada 2001, Misuari dan pendukungnya juga meluncurkan serangan untuk mensabotase pemilu lokal. Mereka menyandera warga. Juru Bicara Presiden Filipina, Edwin Lacierda, mengutuk serangan ke Zamboanga. “Mereka menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup,” kata Lacierda dikutip Reuters. Kelompok MNLF menandatangani perjanjian perdamaian 1996 dengan pemerintah, tetapi ratusan pejuangnya masih memiliki senjata. Mereka juga menuduh pemerintah melanggar janji mereka untuk membentuk daerah khusus otonomi. MNLF pecah dalam beberapa faksi, tetapi Misuari dianggap sebagai pemimpin yang disegani. “Kepada Pemerintah Filipina, saya pikir misi kita sudah sangat jelas – bahwa kita tidak ingin menjadi bagian Filipina lagi,” kata Misuari dalam pesannya pada bulan lalu. Dalam pesannya, dia juga meminta pasukannya untuk mengepung semua fasilitas militer, bandara dan pelabuhan. Misuari merupakan mantan profesor yang karismatik itu pernah menandatangi perjanjian damai dengan pemerintah pada 1996 lalu. Sementara dari Kuala Lumpur, Pemerintah Filipina dan gerilyawan Moro bersiap untuk menggelar perundingan damai untuk mencapai otonomi yang lebih luas pada 2015. “Mereka mencoba untuk mengganggu proses perdamaian,” kata Mohagner Iqbal, kepala negoisator Moro. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford