Mubarak Akan Dibebaskan, Mesir Masih Bergolak

KAIRO – Mantan Presiden Mesir Husni Mubarak dikabarkan akan dibebaskan dari penjara setelah jaksa penuntut umum akan membebaskan mantan diktator itu dari tuduhan korupsi. Mubarak, 85, ditangkap setelah dia digulingkan melalui serangkaian aksi demonstrasi warga Mesir. Dalam serangkaian kasus yang membelit Mubarak, dia dihadapkan dengan tuduhan pembunuhan terhadap para demonstran yang menentangnya. Ternyata, setelah lebih dari satu tahun, Mubarak hanya dijerat kasus korupsi. “Kita telah melalui semua prosedur administrasi yang seharusnya tidak lebih dari 48 jam. Dia seharusnya bebas pada akhir pekan ini,” kata pengacara Mubarak, Fareed el-Deeb, kepada Reuters. Tanpa membenarkan kemungkinan Mubarak akan bebas, seorang sumber pengadilan menyebutkan diktator itu akan tetap berada di tahanan sebelum hakim membuat keputusan final terhadap kasusnya. Mubarak bersama menteri dalam negeri didakwa dan dijatuhi hukuman seumur hidup karena gagal menghentikan upaya pembunuhan terhadap para demonstran. Penguasa Mesir selama 30 tahun itu harus mengadilan pengadilan ulang setelah pihaknya mengajukan banding. Namun, dia berulang kali tidak tampil dalam persidangan. Saat ini, Mubarak masih di tahan di penjara Tora yang berada di luar kota Kairo, bersama para tahanan Ikhwanul Muslimin. Sementara itu, situasi di Mesir kemarin kembali bergejolak setelah gerilyawan membunuh 25 polisi Mesir dalam serangan mematikan di Semenanjung Sinai. Para gerilyawan menembakan roket ke arah dua bus yang mengangkut polisi menuju ke perlintasan batas di Rafah. Serangan itu dianggap sebagai upaya balas dendam dari kelompok gerilyawan yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Kementerian Dalam Negeri Mesir mengutuk serangan tersebut. Mereka menyebut aksi itu dilakukan kelompok teroris bersenjata. Seorang petugas penjaga perbatasan juga menyebutkan perlintasan perbatasan Rafah langsung ditutup setelah insiden tersebut. Situasi keamanan di Semenanjung Sinai memang semakin memanas sejak militer menggulingkan Mursi pada 3 Juli lalu. Sementara itu, Pemerintah Mesir mengetahui kalau aparat keamanan telah membunuh 36 aktivis Ikhwanul Muslimin di tahanan pada Minggu (18/8) waktu setempat. Pembunuhan massal itu terjadi yang keempat kalinya sejak kudeta militer pada 3 Juli lalu saat penggulingan Mursi. “Mereka tewas karena berusaha melarikan diri dari penjara,” demikian dalih dari Kementerian Dalam Negeri Mesir. Puluhan loyalis Mursi itu awalnya akan dipindahkan ke penjara di luar Kairo. Dalam, mereka berusaha melarikan diri sehingga terjadi bentrok dengan aparat keamanan. “Para tahanan tewas dalam baku tembak setelah rombongan yang membawa sekitar 612 orang tahanan menuju penjara Abu Zaabal di provinsi Qalyubia, diserang oleh orang-orang tidak dikenal yang bersenjata.” Alasan kematian tahanan itu pun berkembang. Kementerian Dalam Negeri akhirnya merilis pernyataan yang menyebutkan kalau para tahanan itu menghirup gas air mata yang meledak ketika para tahanan melarikan diri. Selain itu, para tahanan juga menyandera anggota polisi. “Polisi ini kemudian dibebaskan, tapi terluka parah,” demikian keterangan Kementerian Dalam Negeri Mesir. Namun, kubu Ikhwanul Muslimin menggambarkan hal itu sebagai pembunuhan dengan jumlah korban mencapai 52. “Mereka ditembak dan dilempari gas air mata melalui jendela ke ruangan penjara yang terkunci,” demikian keterangan resmi Ikhwanul Muslimin. Sementara sumber penegak hukum mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa anggota Ikhwanul Muslimin itu mati lemas dalam bagian belakang mobil polisi yang penuh sesak. Sejauh ini, lebih dari 1.000 anggota Ikhwanul Muslimin telah ditahan dalam penggerebekan sejak Rabu lalu. Para pejabat mengatakan telah menyita bom, senjata dan amunisi milik mereka. 300 orang diantaranya ditahan di beberapa kota pada hari Minggu, termasuk di Kairo, Alexandria, Suez dan Assiut. 36 orang tewas itu menambah jumlah korban sepanjang kerusuhan di Mesir. Kerusuhan yang berlangsung selama lima hari itu telah memakan korban hingga 800 orang. Kemudian, AFP menyebutkan lebih dari 1.000 orang tewas sejak demonstran menentang pelengseran Mursi pada akhir Juni lalu. Sementara itu, Panglima Militer Mesir, Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, menyampaikan pesan kepada pendukung Mursi, bahwa ada ruang untuk semua orang di Mesir. “Pendukung Mursi dapat membantu membangun kembali jalur demokrasi dan menyatukannya dalam proses politik,” kata Sisi dihadapan anggota militer dan polisi pada Minggu (18/8) waktu setempat. Sisi mengatakan militer tidak dapat mengabaikan aspirasi jutaan orang yang menuntut pengunduran diri Mursi yang terpilih secara demokratis. “Kami tidak akan diam menonton kehancuran negara, sementara teror terus menerpa rakyat,” katanya. Sementara itu, perwakilan negara-negara Uni Eropa kemarin menggelar sidang darurat membahas krisis politik di Mesir. Para pejabat Uni Eropa akan mempertimbangkan untuk memotong atau membekukan bantuan untuk Mesir yang sebelumnya telah dijanjikan. Selama ini, Uni Eropa merupakan badan internasional yang selama ini dikenal sebagai pemberi bantuan non militer terbesar untuk Mesir. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford