Jika Terbukti Senjata Kimia, Prancis Pilih Opsi Militer

DAMASKUS - Prancis kemarin menyerukan penggunaan kekuatan militer jika pembunuhan massal di Suriah menggunakan senjata kimia itu terbukti kebenarannya. Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius mengungkapkan, ka itu terbukti, posisi Prancis jelas harus ada reaksi, reaksi yang dapat dilakukan dalam bentuk kekuatan militer. “Saya pikir tidak akan berjalan tanpa reaksi bagi mereka yang mempercayai legalitas internasional,” kata Fabius kepada BFM-TV. Ketika ditanya apakah akan mengirimkan pasukan langsung ke Suriah? “Itu tak masuk akal,” jawab Fabius. Dia juga menantang jika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mengambil sikap, maka keputusan harus dijalankan dengan cara lain. “Rusia harus bertanggungjawab,” kata Fabius. Rusia dikenal sebagai sekutu utama Suriah. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB mengatakan perlu adanya kejelasan mengenai serangan itu. Anehnya, mereka tidak menuntut dilakukan investigasi oleh tim PBB yang saat ini ada di sana menyusul diadakannya rapat darurat. “Ada kekhawatiran besar di antara anggota dewan tentang tuduhan ini dan pemahaman umum bahwa harus ada kejelasan tentang apa yang terjadi, dan situasi ini harus diikuti dengan seksama,” kata Duta Besar PBB dari Argentina, Maria Cristina Perceval. Tidak adanya deklarasi formal karena adanya penentangan dari Rusia dan China. Namun, Amerika Serikat (AS), Inggris dan Perancis termasuk di antara sekitar 35 negara anggota yang sebelumnya menandatangani surat yang menyerukan para inspektur PBB untuk menyelidiki tiga lokasi senjata kimia. Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan “garis merah” telah dilintasi Suriah dan menyerukan tindakan internasional menyusul penggunaan senjata kimia. “Kita menyerukan komunitas internasional ketika garis merah telah dilalui sehingga perlunya intervensi secepatnya,” kata Davutoglu setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle di Berlin. Davutoglu mengkritik Dewan Keamanan PBB yang terlalu ragu-ragu dalam menyelesaikan krisis berdarah di Suriah. “Jika kita tidak dapat menyusun sanksi, kita akan kehilangan kekuatan untuk menciptakan pencegahan,” katanya. “Jika kita tidak bertindak keras, pembunuhan massal terburuk akan terjadi.” Sebelumnya seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan “indikasi kuat” kalau rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia. “Klaim itu memiliki kredibilitas,” kata pejabat yang tidak menyebutkan nama kepada Wall Street Journal. Dia mengungkapkan perlunya semua pihak untuk mengumpulkan fakta dan menentukan langkah selanjutnya. Perkembangan terbaru, pasukan militer Suriah kemarin mengebom wilayah di dekat Damaskus yang dikuasai oposisi. Salah satu wilayah yang dibom adalah zona yang diserang senjata kimia pada Rabu lalu. “Pesawat tempur melaksanakan serangan pagi (kemarin) di Khan al-Sheikh dan Zamalka, beberapa orang terluka dan memicu baku tembak,” demikian keterangan Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR). Sementara itu, korban serangan senjata kimia yang diduga dilakukan tentara pemerintah Suriah yang diluncurkan Rabu (21/08) kemarin diklaim terus bertambah. Kubu oposisi Suriah menyebutkan 1.300 orang tewas akibat serangan senjata kimia di dekat Damakus. Jaringan aktivis oposisi melaporkan korban tewas akibat insiden ini mencapai ratusan, tetapi kebenarannya belum bisa dibuktikan secara independen. Ghazwan Bwidany, seorang dokter merawat yang korban luka-luka, mengatakan kepada BBC gejala utama terpapar racun ini terutama di kalangan anak-anak adalah sesak napas, keluarnya air liur dan penglihatan yang kabur. “Kami tidak mampu mengobati semua korban ini,” katanya. “Kami menempatkan mereka di masjid-masjid, di sekolah-sekolah. Kami kurang pasokan medis sekarang, terutama atropin, yang merupakan penawar untuk senjata kimia.” Kemudian, Iran sebagai sekutu utama Suriah juga membatah klaim kalau Suriah menggunakan senjata kimia. “Jika penggunaan senjata kimia itu akurat, maka itu pasti digunakan kelompok teroris,” kata Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif. Konflik Suriah telah berlangsung beberapa tahun. PBB mencatat lebih dari 100.000 orang tewas dalam perang sipil yang telah berlangsung selama 29 bulan. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford