Aktivis Australia Usik Keutuhan NKRI

SYDNEY – Dua kapal West Papuan Freedom Flotilla yang diorganisasikan oleh sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat bakal berlayar dari Cairns, Australia, menuju Papua, hari ini. Pelayaran dengan klaim sebagai bagian dari misi perdamaian— namun sesungguhnya mengusung misi protes terhadap kekerasan di Papua— itu tetap dilakukan meski tanpa izin dari Pemerintah Indonesia. Dua kapal Freedom Flotilla bertolak dari pantai timur AustraliamelaluiSelatTorresdan dilanjutkan ke Papua Nugini. Perjalanan diteruskan ke Merauke, Papua. Rombongan berisi sekitar 50 orang itu didampingi seorang warga Aborigin Australia, Kevin Buzzacott, dansalahsatuaktivisPapuaBarat, Jacob Rumbiak. Pemerintah Indonesia belum resmi memberikan tanggapan terhadap pelayaran tanpa izin itu. Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersifat fundamental dan tidak bisa ditawar-tawar. “Kita menyatakan tekad untuk dengan segala upaya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan setiap jengkal wilayah yang, secara sah, merupakan bagian integral dari NKRI. Atas dasar tekad itu pula kita akan bertindak tegas dalam menghadapi setiap ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah Republik Indonesia,” kataPresidenpada Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT Ke-68 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di depan sidang bersama DPR dan DPD, di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin. Presiden secara khusus menyoroti masalah Papua dan Aceh dalam pidato itu. Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan pidato kenegaraan SBY terkait kedaulatan bangsa patut didalami, apakah sekadar basa-basi atau memang ada keseriusan SBY di akhir masa jabatannya. “Masalahnya beranikahSBYmengaplikasikanpidatonya? Publik meragukannya,” ujar Hasanuddin. Selama sembilan tahun pemerintahan SBY Papua dan Aceh justru dari hari ke hari tambah mengkhawatirkan. Khusus mengenai situasi dan kondisi Bumi Cenderawasih yang sering bergolak, Hasanuddin mempertanyakan keberanian SBY dalam mewujudkan pernyataannya. “Kalau sekadar mengucapkan NKRI harga mati, para babinsa dan danramil sudah menulisnya di pilar-pilar markas koramil masing-masing. Tapi bagaimana cara mengaplikasikannya? Itulah tugas Presiden saat ini,” desaknya. Kabid Humas Kepolisian Daerah Papua Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya belum mengetahui rencana para aktivis Freedom Flotilla. “Jika mereka datang tanpa visa, yang jelas itu melanggar peraturan imigrasi, dan kami perlu berkoordinasi dengan kantor imigrasi mengenai perihal itu,” katanya. Bukan kali ini saja Indonesia disibukkan oleh gerakan yang menuntut Papua memisahkan diri dari Indonesia. Pada April 2013 lalu Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Free West Papua Organization membuka kantor perwakilan di Kota Oxford, Inggris. Pemerintah Indonesia telah mengajukan protes keras kepada Pemerintah Inggris. Namun, London bersikeras bahwa pembukaan kantor perwakilan OPM murni kebijakan Dewan Kota Oxford. Kabar yang beredar, kantor OPM juga akan dibuka di Belanda. Peresmian kantor OPM di Negeri Kincir Angin itu dikabarkan tanggal 15 Agustus 2013. Rencana pembukaan kantor OPM di Belanda itu digerakkan Wim Rocky Medlama, juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Pemerintah dan para diplomat Belanda telah mendorong pendirian kantor OPM tersebut. Tantang Risiko Para penumpang Freedom Flotilla menyadari pelayaran itu berisiko dengan kemungkinan adanya ancaman penangkapan dan pencekalan oleh pihak Indonesia. AP Stacey, 47, mantan tentara Australia yang bergabung dalam kapal itu, mengungkapkan adanya sejumlah kemungkinan pada mereka. “Otoritas Indonesia dapat saja meminta kami putar balik. Mereka dapat menangkap kita. Saya pikir skenario terburuk adalah mereka dapat menembak kita,” katanya kepada Guardian. Stacey mengaku telah mempertimbangkan segalanya dalam perjalanan ini. “Karena saya pernah bertugas di militer, saya mungkin memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan yang lain,” tuturnya. Juru Bicara Freedom Flotilla, Nicky Stott, mengungkapkan, mereka akan pergi melalui jalurjalur yang legal. Mereka sebelumnya telah mengajukan izin untuk berlayar ke perairan Indonesia. “Awalnya kami mendapatkan izin, tetapi izin itu kemudian dibatalkan,” kata Stott. Pembatalan izin tersebut, menurut Stott, menunjukkan Pemerintah Indonesia mengetahui tujuan Freedom Flotilla. Kementerian Luar Negeri Australia mengungkapkan, Pemerintah Indonesia sangat peduli dengan Freedom Flotilla. Namun, kapal itu tidak dapat dicegah untuk meninggalkan perairan Australia. “Jika mereka telah tiba di teritorial Indonesia, itu urusan Indonesia,” demikian Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Australia. Dikutip dari situs freedomflotillawestpapua.org, Buzzacott, yang merupakan pemimpin tanah ulayat Arabunna dari Danau Eyre, Australia Selatan, memberikan dukungan terhadap pelayaran Freedom Flotilla. Bagi Cuzzacott, pelayaran ini ingin menyatukan kembali keluarga besar Aborigin dan Papua Barat yang dipisahkan oleh mencairnya es 10.000 tahun yang lalu, dan pengaruh kekuasaan penjajah asing. “Dulu kami satu bangsa, sampai sekarang kami masih tetap satu bangsa. Kami harus mempertahankan hubungan budaya di antara kami, kini tanah asal memanggil kami,” kata Buzzacott. Rumbiak mengungkapkan misi Freedom Flotilla menyangkut stabilitas di Papua Barat. “Kami sedang melaksanakan tugas menjaga perdamaian,” katanya. Meski mengklaim bermisi damai, namun pelayaran ini tetap saja dicurigai mengusung misi protes atas terjadinya kekerasan terhadap masyarakat Papua Barat sejak bersatu ke wilayah Indonesia pada 1960 silam. Pada konferensi pers jelang pelayaran, kemarin, awak Freedom Flotilla menggambarkan pelayaran itu akan dilakukan untuk memasuki Papua Barat, sebuah wilayah di mana terdapat para tahanan politik dan diperkirakan 546.000 orang dibunuh sejak 1 Mei 1963 atau sejak wilayah Papua Barat diserahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada Indonesia. ● andika hendra m/ rahmat sahid http://koran-sindo.com/node/322805

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford