Mesir Bentuk Konstitusi Baru

KAIRO – Panel yang terdiri dari 10 pakar hukum dan hakim kemarin mulai bekerja untuk menyusun konstitusi baru Mesir. Presiden Mesir Adli Mansour telah menunjuk 10 orang yang dianggap ahli dalam penyusunan konstitusi. Panel itu sesuai dengan dekrit pada Sabtu (20/07) dimana sebuah komite yang terdiri dari empat profesor universitas dan enam hakim. Komite 10 pakar itu diberi waktu selama 30 hari untuk menyusun konstitusi rancangan konstitusi yang juga membahas perubahan aturan pemilu parlemen dan presiden yang baru. Konstitusi lama versi mantan Presiden Muhammad Mursi sebelumnya telah dibekukan karena tidak mengakomadi kepentingan seluruh rakyat Mesir. Selain itu, Adli juga membentuk komite kedua yang terdiri lima anggota. Salah satu dari anggota komite kedua itu akan diisi oleh anak-anak muda yang terlibat dalam gerakan revolusi Mesir dan unsur perempuan. Mereka akan mengkaji berbagai usulan sebelum amandeman konstitusi diputuskan dalam sebuah referendum. Rencana ini kemudian akan diikuti pemungutan suara di Parlemen. Setelah konstitusi baru itu dibentuk, hasilnya akan didiskusikan oleh 50 lembaga yang mewakili kelompok-kelompok berbeda dari seluruh elemen masyarakat Mesir. Nantinya, mereka akan menghasilkan satu konstitusi yang akan diserahkan kepada Presiden Mansour. Setelah presiden akan memberikan waktu selama 30 hari untuk menyerukan referendum mengenai konstitusi baru tersebut sebagai langkah untuk menggelar pemilu. Gerakan Ikhwanul Muslimin (IM/Persaudaraan Muslim) telah menentang pembahasan konstitusi baru tersebut. Ribuan orang pendukung Morsi berlanjut menggelar protes melawan penggulingan Mursi di Kairo. Mereka juga menolak pemerintahan baru yang didukung oleh militer. Sebelumnya, konstitusi yang didukung oleh Mursi disetujui melalui sebuah referendum yang kontroversial pada Desember 2012 lalu. Para penentang Mursi menyebutkan konstitusi tersebut terlalu banyak mengandung konten Islamis, dan memberikan Morsi kekuasaan yang tak terbatas dan gagal melindungi kebebasan berekspresi dan agama. Dalam perkembangan terpisah, Raja Yordania, Abdullah menjadi pemimpim Arab pertama yang mengunjungi Mesir sejak turunnya pemerintahan yang dipimpin oleh kelompok Islamis. Sabtu (20/07) lalu, Raja Abdullah bertemu dengan presiden sementara setempat dan memberikan dukungan kepada “pilihan nasional Mesir”. Kedatangan Raja Abdullah itu sebagai upaya kabinet pemerintahan sementara Mesir kemarin juga mulai menggelar kampanye luar negeri untuk meningkatkan kredibilitas pemerintahan. Kemudian, Perdana Menteri (PM) sementara Hazem el-Beblawi dalam wawancara televisi pertamanya Sabtu (20/07), mengatakan dia berharap setiap orang dapat terlibat dalam dialog nasional. “Kami tidak dapat membuat sebuah konstitusi jika negara terpecah. Kita harus kembali dalam harmoni,” katanya. Upaya itu langsung ditolak kubu loyalis Mursi. “Tidak ada dialog ketika senjata diarahkan kepada demonstran anti-kudeta,” kata juru bicara IM, Gehad El-Haddad. Sementara itu, ribuan pendukung Mursi yang berkemah di sekitar Masjid Rabaa al-Adawiya mendapat pertentangan dari warga sekitar di Kota Nasr. Mohsen Fahmy, manajer bank yang ada di sekitar masjid, mengaku prihatin dengan kondisi para demonstran. “Situasi sangat buruk. Selama 17 hari terdapat 20.000 orang. Mereka bukan warga sekitar. Tanpa tempat tinggal lagi!” keluh Fahmy dikutip AFP. Sementara kebanyakan pendukung Mursi tetap bertahan di masjid itu. Farid Ismail, salah satu pejabat IM, bersikeras kalau mereka tetap akan berkumpul di masjid tersebut. “Kita telah bertahan selama tiga pekan. Kita akan terus melanjutkan aksi damai ini,” kata Ismail. Menarik, pertarungan Mursi dan pemerintahan sementara Mesir ternyata juga diramaikan dengan dua televisi besar Timur Tengah yang juga memberikan dukungan kepada masing-masing pilihannya. Stasiun televisi Al-Arabiya lebih mendukung pemerintahan sementara. Sedangkan Al-Jazeera yang didukung Qatar lebih mendukung kubu Mursi. “Kedua stasiun televisi itu menyampaikan opini mereka sesuai dengan pemegang kendali perusahaan. Mereka mengabaikan profesionalitas dan obyektivitas,” kata analis Saudi, Abdullah al-Shamry. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford