Hun Sen Tetap Tak Terkalahkan
PHNOM PENH – Perdana Menteri (PM) Hun Sen yang memimpin Partai Rakyat Kamboja (CPP) diperkirakan akan memenangkan pemilu parlemen yang digelar kemarin. Meski mendapatkan persaingan dari kubu oposisi yang dipimpin Sam Rainsy, Hun Sen diprediksi akan kembali merebut kekuasaan.
Hun Sen mungkin memperpanjang kekuasaan yang telah berlangsung selama 28 tahun. Mantan pejuang Khmer Merah itu juga tetap percaya diri untuk meraih kemenangan, meski dia sendiri tidak perlu banyak berkampanye.
Juru Bicara CPP, Khieu Kanharith, mengungkapkan partai tetap yakin akan memenangkan pemilu kali ini. “Kita akan tetap mempertahankan mayoritas di parlemen,” katanya kepada AFP. Kemudian, Hun Sen kemarin memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di kota Ta Khmao di dekat Phnom Penh dengan keyakinan yang tinggi.
Publik Kamboja memang telah terpikat dengan Hun Sen yang telah melakukan transformasi Kamboja dari bangsa yang dijadikan ladang pembunuhan oleh Khmer Merah menjadi negara di Asia yang pertumbuhann ekonominya cukup cepat. Hun Sen, 60, juga akan tetap memimpin pemerintahan hingga berusia 74 tahun. Dengan demikian, Hun Sen juga merupakan salah satu pemimpin dengan kekuasaan paling lama di Asia. Dia juga masih berharap bisa memimpin negara itu satu dekade lagi.
Dalam pandangan Carl Thayer, pakar Kamboja dari Universitas New South Wales di Australia, Hun Sen merupakan figur yang populer di Kamboja. “Oposisi memiliki kekurangan dan tidak mendapatkan dukungan yang luas di Kamboja,” kata Thayer. Saat ini CPP memiliki 90 kursi dari 123 kursi di dewan nasional.
Sebenarnya, langkah CPP akan sedikit terganjal oleh Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) pimpinan tokoh oposisi, Sam Rainsy yang mengusung janji perubahan politik di negara itu. Partai Rainsy dalam pemilu kali ini akan bergabung dengan Partai Hak Asasi Manusia sebagai oposisi dari partai berkuasa.
Sejumlah pengamat mengatakan pemilih muda mungkin akan bisa membantu suara oposisi.
Meski demikian perjuangan CNRP juga tidak akan mudah. Kebanyakan media yang ada di Kamboja saat ini dikuasai oleh pemerintah dan akitivis HAM telah mengatakan bahwa pemilu Kamboja mungkin tidak akan berakhir dengan bebas dan damai.
Namun, perjuangan oposisi pada pemilu kemarin terasa sulit. Oposisi mendeskripsikan pemilu kemarin sebagai pemilu terburuk dalam sejarah tersebut. “Situasi kali ini lebih serius dibandingkan pemilu sebelumnya,” kata Juru Bicara CNRP, Yim Sovann dikutip AFP. Dia menjelaskan banyak warga yang tidak terdaftar. Selain itu, tinta sebagai penanda rakyat yang telah memilih juga mudah luntur.
Parahnya, jumlah nama yang hilang dari daftar itu hampir satu juta orang. Komisi Pemilu Nasional (NEC) langsung membantah tuduhan tersebut. Tidak ada masalah nama-nama yang hilang dari daftar pemilih,” kata Sekjen NEC, Tep Nytha.
Bahkan salah satu figur oposisisi, Raisy, kemarin menggelar kunjungan ke beberapa tempat pemungutan suara untuk mengumpulkan bukti pelanggaran. “Jika memang ada indikasi kecurangan, kita akan menggelar aksi unjuk rasa,” kata Raisy, salah satu pemimpin oposisi yang telah kembali dari pengasingannya. (andika hendra m)
Komentar