Pemberontak Kuasai Perlintasan Golan

BEIRUT – Setelah kehilangan kekuasaan kota Qusair, pemberontak Suriah kemarin dilaporkan menguasai perlintasan di Dataran Tinggi Golan yang berbatasan langsung dengan Israel. Kemenangan pemberontak Suriah itu setelah pertempuran hebat antara pasukan oposisi dan tentara Presiden Bashar al-Assad. Perlintasan yang dijaga oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Dataran Tinggi Golan termasuk dalam zona demiliterisasi. “Pemberontak menguasai perlintasan di dekat kota tua Quneitra di Dataran Tinggi Golan,” kata Rami Abdelrahman, kepala Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) dikutip Reuters. Israel sangat khawatir sejak Dataran Tinggi Golan dicaplok dari Suriah sejak 1967. Menurut Alex Shalom, petani Israel di Dataran Tinggi Golan, mengaku melihat asap tebal mengepul dari perlintasan. Beberapa ambulan militer Israel juga mengevakuasi beberapa orang dari lokasi pertempuran. Menurut juru bicara militer Israel, wilayah Qunietra telah ditutup. Dia juga menjelaskan dua warga Suriah terluka akibat pertempuran dibawa ke Israel untuk diobati. Sedangkan menurut sumber keamanan Israel, pemberontak yang menguasai perlintasan itu justru menciptakan ketidakpastian. “Hingga sekarang, hanya perlintasan di Quneitra menjadi poin bagi Israel untuk berhubungan dengan Suriah,” kata sumber keamanan Israel kepada AFP. Seorang juru bicara Kementerian Austria mengungkapkan pemberontak Suriah memang telah menguasai perlintasan perbatasan yang dioperasikan oleh Pasukan Pemantau PBB (UNDOF). Sebanyak 380 pasukan dari Austria dari 1.000 pasukan UNDOF. “Pasukan penjaga perdamaian telah keluar dari ruang bawah tanah dan tidak terluka dalam pertempuran tersebut,” kata juru bicara tersebut. Austria mengungkapkan akan menarik seluruh pasukannya dari Dataran Tinggi Golan jika pertempuran di wilayah itu semakin memanas. Hal senada juga diungkapkan pemimpin UNDOF. “Ya, memang ada penembakan,” kata Herve Ladsous, Kepala UNDOF. Dia hanya membenarkan kalau ada insiden di perbatasan Suriah dan Israel, namun dia tidak menyebutkan kalau pemberontak mengalahkan pasukan Pemerintah Suriah. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) mengecam serangan militer Suriah ke kota strategis Qusayr. Juru bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan pasukan pro-pemerintah membutuhkan bantuan dari mitra sesama tiran yaitu Hezbollah dan Iran. BBC melaporkan Qusair menemukan bahwa kota tersebut kini tinggal puing dan tidak melihat ada bangunan yang tidak rusak. Pasukan Suriah dan pejuang Hezbollah kemarin memeriksa desa-desa di Qusair untuk memantaikan tidak ada pasukan pemberontak yang tersisa. Sementara itu, Prancis mengatakan bukti penggunaan senjata kimia di Suriah menuntut komunitas internasional agar bertindak. Presiden Prancis Francois Hollande memperingatkan, semua pihak hanya bisa bertindak dalam kerangka hukum internasional. Namun, Rusia menegaskan laporan penggunaan senjata kimia di Suriah tidak dapat menjadi dasar untuk melakukan intervensi. Ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengungkapkan laporan itu tidak boleh menjadi pembenaran bagi intervensi asing ke Suriah. “Isu senjata kimia telah menjadi subyek spekulasi dan provokasi,” kata Lavrov dikutip Reuters. “Saya tidak ingin seseorang ingin menggunakan itu untuk menerap garis merah telah dilalui dan intervensi asing sangat diperlukan.” PBB memperkirakan lebih dari 80.000 orang terbunuh di Suriah dan lebih dari 1,5 juta orang meninggalkan negara itu sejak pemberontakan melawan Presiden Bashar al-Assad dimulai pada 2011. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford