Erdogan Balik Kandang, Demo Berlanjut
ANKARA – Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan telah menyelesaikan kunjungan ke Afrika Utara selama tiga hari dan kembali ke negaranya disambut dengan masih maraknya aksi demonstrasi.
Padahal, Erdogan sangat berharap kalau demonstrasi di negara akan segera berakhir. Tapi, demonstran justru tetap meminta agar dia mengundurkan diri. Kekerasan yang terjadi di Turki juga semakin menyebar. Selama demonstrasi yang berlangsung sejak 31 Mei silam itu mengakibatkan dua orang tewas, 4.000 orang terluka dan 43 diantaranya mengalami luka serius.
Sejak Rabu malam hingga kemarin, polisi masih terlibat bentrok dengan para demonstran. Polisi anti huru-hara melemparkan gas air mata ke para demonstran anti-pemerintah di ibu kota Ankara. Di Provinsi Tunceli, ratusan demonstran mendirikan barikade jalanan dan melemparkan batu ke arah polisi.
Di Lapangan Taksim, para demonstran tetap bertahan. “Kita memiliki momentum. Orang tidak ingin kembali bekerja, mereka akan ikut berdemo,” kata Cetin, 29, seorang demonstran. Dia mengungkapkan warga berdemo hingga tuntutan yang dicapai dapat terwujud.
Ribuan pekerja yang melakukan mogok kerja sekarang turut mengikuti demonstrasi untuk menuntut pengunduran diri PM Erdogan. Dengan membunyikan genderang dan mengusung spanduk, mereka mengadakan pawai di Lapangan Taksim. Lapangan ini menjadi pusat kegiatan demonstrasi selama ini. Sementara itu demonstrasi juga digelar oleh kalangan profesional mulai dokter, guru dan pegawai bank turun ke jalan-jalan.
Aksi demonstrasi semakin memanas karena kubu pendukung Erdogan telah turun gunung. Stasiun televisi CNN-Turk melaporkan ratusan orang kemarin menyerang sekelompok 25 pemuda yang menggelar demonstrasi di Pelabuhan Laut Hitam, Rize. Akibatan serangan tersebut, para demonstran anti-pemerintah harus dirawat di rumah sakit. Kondisi kesehatan mereka belum jelas. Namun, partai pendukung Erdogan, AKP, belum menurunkan kekuatan penuh untuk menghalau para demonstran.
Namun, Deputi PM Huseyin Celik, meminta para pendukung Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) untuk tidak datang ke bandara untuk menyambut Erdogan. Dia menyarankan agar pendukungnya untuk tidak memicu ketegangan dengan para demonstran. “PM tidak ingin menunjukkan kekuatan,” katanya kepada televisi lokal.
Sementara itu, menurut seorang diplomat yang enggan disebutkan namanya, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengungkapkan kepada Menlu Amerika Serikat (AS) John Kerry melalui telpon bahwa “Turki bukan negara demokrasi kelas kedua”. Ungkapan Davutoglu itu sebagai bentuk balasan terhadap kritik penanganan demonstrasi di Turki dari AS dan negara lainnya. Davutoglu pun menjamin kalau penyidikan terhadap respon polisi sedang dilaksanakan.
Deputi PM Turki Bulent Arinc telah bertemu dengan delegasi demonstran di kantornya di Ankara pada Rabu (5/6) lalu. “Kita menuntut semua pejabat yang bertanggungjawab dalam aksi kekerasan untuk segera mundur, mulai dari gubernur hingga kepala polisi di Istanbul, Ankara dan Hatay,” demikian juru bicara delegasi demonstran setelah bertemu Arinc, dikutip Reuters. (andika hendra m)
Komentar