Koordinasi Intelijen AS Dipertanyakan

WASHINGTON – Anggota parlemen AS kemarin menyampaikan kepeduliannya atas kegagalan intelijen Amerika Serikat (AS) dalam mencegah serangan teroris di Boston. Apalagi, kegagalan tersebut disebabkan karena kesalahan pengejaan nama yang dilakukan Biro Penyidik Federal (FBI). Apalagi, nama Tarmerlan Tsarnaev, 26, pelaku pengeboman Boston yang meninggal, ternyata masuk dalam daftar orang yang berpotensi menjadi teroris atau TIDE yang dikeloloa Pusat Kontra-terorisme Nasional. Meskipun masuk dalam daftar tersebut, otoritas keamanan belum tentu mengawasi dari dekat Tamerlan. Mereka berkilah banyaknya jumlah orang yang harus diawasi mencapai setengah juta nama membuat mereka tidak rutin memantau orang-orang yang membahayakan tersebut. Apalagi, nama pelaku yang terindikasi terkait dengan terorisme itu juga banyak yang berasal dari luar negeri. Senator Republikan, Susan Collins, mengungkapkan ada banyak masalah dalam pembagian informasi di antara lembaga intelijen. Kurangnya koordinasi menyebabkan terjadinya tragedi pengeboman Boston. “Permasalahan ini telah terjadi selama bertahun-tahun setelah serangan teroris pada 2001. Hingga kini, kita belum memiliki informasi pencegahan dini yang dapat dibagikan merata ke berbagai institusi intelijen,” kata Collins Itu terungkap dalam rapat tertutup anggota Komite Intelijen Senat AS bersama FBI, Selasa (23/4) waktu setempat. Para anggota senat menilai telah terjadi kegagalan pendistribusian informasi penting mengenai Tamerlan di antara para agen FBI, dan kegagalan Pemerintah AS menciptakan sistem yang kuat untuk menghubungkan titik-titik informasi mengenai terorisme dunia. Kritikan tajam juga diungkapkan Saxby Chambliss dari Republikan. “Sepertinya terdapat dinding batu dan pipa kompor yang terbangun di antara beberapa lembaga intelijen. Tapi mereka seperti tak sengaja melakukan hal itu,” katanya. Chambliss mengungkapkan tidak melihat seseorang yang melemparkan bola, tapi itu mungkin berkembang. Kemudian, Senator Republikan, Lindsey Graham, mengungkapkan penegak hukum harusnya memantau dengan ketat Tsarnaev setelah FBI melakukan interograsi kepadanya. “Setelah bom meledak, apakah kamu berpikir kalau FBI berpikir untuk mencari seseorang yang pernah diinterograsi? Bagaimana FBI mencocokkan antara video dan foto orang yang mencurigakan?” sindir Graham dikutip Reuters. Lagi-lagi intelijen dalam negeri AS memang carut marut. Menurut mantan ketua Pusat Kontra-intelijen CIA, Bob Grenier, sistem pemantauan sangat tergantung dengan informasi. “Tanpa ada informasi yang kuat terhadap seseorang, mereka tidak bisa dibatasi dalam masyarakat bebas seperti sekarang ini,” jelasnya. Lemahnya koordinasi antara lembaga pemerintah AS menjadi mereka kerap tidak fokus dalam pengamanan di dalam negeri. Apalagi, orang yang masuk dalam daftar pemantauan juga tidak masuk dalam lembaga imigrasi sehingga Tarmerlan dapat dengan seenaknya pergi ke Rusia tanpa pengawasan ketat. “Ketika Tarmerlan pergi meningga AS, sebenarnya sistemnya bekerja,” kata Menteri Keamanan Dalam Negeri, Janet Napolitano. Napolitano juga mengungkapkan pihaknya banyak sekali belajar dari serangan Boston itu. Sementara itu, seorang pejabat di Kedutaan Besar AS di Moskow mengungkapkan mereka telah mengirimkan delegasi untuk menemui orang tua Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev. “Sekelompok tim dari Kedubes AS di Moskos pergi ke Dagestan pada Selasa (23/4) untuk menginterograsi orang tua tersangka,” katanya. Dia juga menegaskan langkah tersebut sebagai bentuk kerjasama antara FBI dan otoritas Rusia. “Sayangnya semua hasil penyidikan termasuk klasifikasi rahasia sehingga belum bisa dipaparkan,” paparnya. Menurut sumber keamanan Dagestan di kota Makhachkala, orang tua tersangka diinterograsi di kantor Badan Keamanan Federal (FSB) Rusia. Sumber itu menjelaskan orang tua tersangka ditanya mengenai kunjungan Tarmerlan ke Dagestan. “Orang tua Tamerlan mengungkapkan putranya tidak berhubungan dengan gerilyawan,” kata sumber tersebut. Sementara itu, kondisi tersangka bom Boston, Dzhokhar Tsarnaev, 19, dalam kondisi membaik. Seperti dilaporkan Washington Post, kondisi Dzhokhar lebih baik dibandingkan sebelumnya, meskipun masih mengalami luka di kepala, leher, dan kaki. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford