AS Tuding Suriah Gunakan Senjata Kimia
WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) kemarin untuk pertama kalinya menuding Suriah menggunakan senjata kimia untuk berperang melawan pemberontak.
Namun, badan intelijen AS tidak sepenuhnya yakin 100% atas tudingan tersebut. Badan intelijen AS sedang menyelidiki laporan bahwa pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad menggunakan senjata kimia. Washington bakal meningkatkan status “garis merah” yang berarti perlunya tindakan militer.
Seorang pejabat senior Gedung Putih menjelaskan segala opsi sudah disiapkan karena penggunaan senjata kimia harus dikonfirmasi. Dia menjelaskan kalau Washington sedang berkonsultasi dengan para sekutunya mengenai hal itu. Namun, pejabat pertahanan AS menekankan bahwa intervensi militer bukan hal yang bakal dilakukan dalam waktu cepat. Pasalnya, beberapa lembaga intelijen memiliki perbedaan pendapat mengenai hal itu.
“Komunitas intelijen menilai dengan tingkat kepastian bahwa rezim Suriah menggunakan senjata kimia dalam skala kecil di Suriah,” ujar Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional, Caitlin Hayden, dikutip AFP. Dia menjelaskan penilaian itu dilakukan dengan menggunakan sampel fisiologis yang mengarah pada penggunaan sarin. Sarin seperti yang pernah digunakan di Jepang pada 1990-an yang menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian.
Hayden menjelaskan penggunaan senjata kimia memang belum jelas. Pihaknya pun tidak dapat mengkonfirmasi bagaimana penggunaan senjata kimia dan kondisi seperti apa yang terjadi di lokasi kejadian. “Berdasarkan yang telah kita pelajari dari pengalaman baru-baru ini, penilaian intelijen satu kali tidak cukup,” tuturnya.
Obama belajar dari pengalaman pemerintahan George W. Bush yang menggunakan data intelijen tidak akurat sebagai pembenaran dalam invasi ke Irak. Saat itu, Bush menjelaskan Irak memiliki senjata biologi, kimia dan nuklir. Namun, faktanya Irak tak memiliki senjata iu semua.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan AS menjelaskan AS pernah melihat banyak film jelek sebelumnya di mana intelijen mampu mengarahkan kebijakan penting. “Parahnya, laporan intelijen itu ternyata keliru,” tutur pejabat yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel, mengungkapkan keputusan untuk merilis laporan intelijen itu diputusan dalam kurun waktu 24 jam. Berbicara di Abu Dhabi, keputusan untuk menggunakan senjata kimia merupakan pelanggaran konvensi perang.
Seorang pejabat Kemhan yang mendampingi Hagel menjelaskan masih ada perbedaan pandangan di antara lembaga intelijen mengenai senjata kimia tersebut. Penilaian laporan intelijen itu digunakan untuk mengukur kepastian apakah Suriah menembakan senjata kimia atau tidak.
Direktur Hubungan Parlemen Gedung Putih, Miguel Rodriguez, telah mengirimkan surat penilaian intelijen kepada anggota parlemen. “Kita percaya ada penggunaan senjata kimia di Suriah yang dilakukan oleh rezim Assad,” demikian tulis surat tersebut. Intelijen AS mengindikasikan bahwa rezim Assad tetap memegang senjata kimia itu dan terus meningkatkan kekerasan terhadap rakyat Suriah.
Pada awal pekan ini, seorang jenderal Israel di lembaga militer menuding suriah menggunakan senjata kimia dalam perang sipil. Inggris dan Prancis juga menyuarakan kepedulian masalah terhadap PBB. Sekjend PBB Ban Ki-moon mengungkapn tim yang dibentuknya seharusnya juga melihat klaim oposisi. “Sekjend konsisten meminta otoritas Suriah untuk menyediakan akses penuh terhadap tim penilai,” kata Juru Bicara PBB, Martin Nesirky.
Pentagon telah mengirimkan lebih dari 200 pasukan ke Yordania. Mereka disiapkan untuk melakukan operasi bersama dengan para sekutu untuk mengamankan senjata kimia.
Perdana Menteri (PM) Inggris, David Cameron, kemarin, mengatakan bukti penggunaan senjata kimia oleh Suriah merupakan suatu hal yang serius. Dia sepakat dengan Presiden AS Barack Obama yang mengistilahkan “garis merah” bagi rezim Suriah. “Pertanyaan adalah bagaimana kita meningkatkan tekanan,” katanya dikutip BBC.
Dalam pandangan Senator John McCain, militer AS seharusnya melakukan intervensi terhadap Suriah sejak lama meskipun Assad menggunakan senjata kimia atau tidak. “Saya pikir garis merah telah dilintasi,” kata McCain. “Dia (Assad) telah membunuh 80.000 orang sedangkan kita hanya duduk dan melihat. Itu menjadi babak paling memalukan dalam sejarah AS.”
Sementara itu, Deputi Menteri Luar Negeri Suriah, Faisal Mekdad, mengabaikan klaim Barat dan Israel mengenai penggunaan senjata kimia. Mekdad menjelaskan tudingan tersebut merupakan “kebohongan besar”. (andika hendra m)
Komentar