Mesir Terancam Hancur
KAIRO – Menteri Pertahanan Mesir Jenderal Abdel Fattah al-Sissi kemarin memperingatkan bahwa krisis politik yang menggoyang Mesir bakal memicu kehancuran negara.
Sissi memaparkan kekhawatirannya pada akun Facebook-nya. “Kegagalan menyelesaikan situasi yang dapat memicu akibat buruk jika kekuatan politik tidak bertindak untuk menanganinya,” kata Sissi dikutip AFP.
Menurut Sissi, jika konflik terus berlanjut di antara kekuatan politik dan perbedaan mereka dalam hal pengelolaan negara ini terus dipertahanankan, maka itu bakal memicu kehancuran negara dan mengancam generasi mendatang. Sebenarnya, komentar Sissi tersebut merupakan rangkuman pidatonya di depan para taruna di akademi militer.
Sissi yang yang juga menjadi sebagai Panglima Militer Mesir juga memperingatkan bahwa permasalahan politik, ekonomi, sosial dan keamanan yang dihadapi Mesir merupakan ancaman terhadap stabilitas dan keamanan negara.
Untuk saat ini, militer untuk dalam penempatan pasukan di sekitar kota-kota yang diguncang kekerasan. Salah satu fokus utama penempatan pasukan militer di Port Said dan Suez bertujuan untuk melindungi kepentingan strategis negara di garis utama Perbatasan Terusan Suez. “Militer tetap solid untuk mengamakankan wilayah-wilayah yang rusuh,” kata Sissi. “Militer miliki semua rakyat Mesir tanpa memperhitungkan faksi atau afiliasi politik,” imbuhnya.
Sissi juga menegaskan kalau tugas militer sangatlah sulit. “Di satu sisi, kita tidak boleh konfrontasi langsung dengan rakyat Mesir yang memiliki hak untuk berdemonstrasi. Tapi di sisi lain, kita memilih tugas untuk melindungi institusi vital,” katanya. Dia meminta demonstrasi harus dilaksanakan dengan damai.
Kota-kota di sekitar Terusan Suez sempat memanas setelah pemberlakukan jam malam dan kondisi darurat oleh Presiden Mesir Muhammad Mursi. Para demonstran menyerang beberapa kantor polisi sepanjang Terusan Suez. Pada kerusuhan terbaru di kota-kota sepanjang Terusan Suez telah menewaskan dua orang. Serangkaian aksi kekerasan di Negeri Piramida itu telah menewaskan sedikitnya 52 orang.
Mursi mengundang para kubu oposisi untuk menggelar dialog nasional dengan kubu Islam pada Senin (28/1) lalu. Namun, undangan Mursi itu hanya dianggap kubu oposisi sebagai “kosmetik” semata. Hanya Ayman Nour sebagai politisi liberal yang ikut menghadiri pertemuan tersebut. Nour menjelaskan kalau Mursi berjanji mempertimbangkan perubahan konstitusi seperti yang diminta oposisi. Tapi, Mursi menolak permintaan pembentukan pemerintahan nasional seperti yang diinginkan oleh oposisi.
Sebelumnya, Mursi mengumumkan kondisi darurat pada Minggu (27/1) waktu setempat. “Melindungi bangsa merupakan tanggungjawab semua orang. Kita akan menghadapi berbagai ancaman keamanan dengan militer dan tidak bakal memberi toleransi terhadap pelanggaran hukum,” kata Mursi.
Fron Penyelamat Nasional (NSF), koalisi utama oposisi terdiri kubu liberal dan gerakan kiri, menyerukan demonstrasi di seluruh Mesir pada Jumat (1/2) mendatang. “Kita tidak akan berpartisipasi dalam dialog karena isinya kosong,” kata Mohamed ElBaradei, pemimpin NSF. Ditegaskan ElBaradei, ajak demonstrasi itu untuk menekankan tentang pentingnya kesucian darah para martir yang telah berjuang untuk mewujudkan tujuan revolusi.
Kemudian, beberapa aktivis mengutarakan kalau langkah Mursi yang berusaha mengatasi kekerasan justru bakal menjadi serangan balik. “Hukum darurat dan penangkapan warga sipil oleh militer bukan sebagai solusi untuk mengatasi krisis,” kata Ahmed Maher, pemimpin gerakan 6 April, dikutip Reuters. Dia menjelaskan kalau semua hal yang dilakukan Mursi justru bakal memprovokasi para pemuda.
Aksi kerusuhan juga menjalar ke Kairo. Kebanyakan para demonstran merupakan para aktivis. Mereka membakar mobil-mobil dan merusak fasilitas umum. Para pengunjuk rasa menuding Mursi telah merusak revolusi yang telah berusia dua tahun.
Kemudian, demonstrasi juga melanda Alexandria. Mereka menuntut agar Mursi membubarkan pemerintahan. “Mundur berarti pergi dan jangan katakan tidak!” demikian teriakan para demonstran.
Sejak Mubarak digulingkan, kubu partai Islam telah memenangkan dua referendum, dua pemilu parlemen dan satu pemilu presiden. Oposisi menuding Mursi memberlakukan bentuk baru pemerintahan otoriter dan memicu gelombang kerusuhan di berbagai kota di Mesir.
Ketidakstabilan Mesir membuat kekhawatiran negara-negara Barat. Amerika Serikat (AS) mengutuk kerusuhan berdarah dan meminta pemimpin Mesir untuk memastikan bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan. (andika hendra m)
Komentar