Mesir Bersiap Referendum

KAIRO – Rakyat Mesir pada Sabtu (besok) siap memberikan suaranya baik “ya” atau “tidak” terhadap konstitusi baru. Kekhawatiran terjadinya kerusuhan karena Mesir terbelah menjadi dua kubu antara pro-Presiden Muhammad Mursi yang mendukung konstitusi dan kubu oposisi yang menentangnya. Fron Penyelamat Nasional (NSF) sebagai aliansi kubu oposisi menyarankan para pendukungnya untuk memilih “tidak” dalam referendum nanti. Itu sebagai bentuk penolakan terhadap konstitusi yang terlalu berpihak kepada kubu Ikhawanul Musliman (IM) dan partai Islam lainnya. “Kita akan memilih ‘tidak’,” kata pemimpin kubu oposisi, Amr Moussa, kepada Reuters. Sementara, pemimpin oposisi lainnya, Hamdeen Sabbahi, NSF masih menyerukan boikot jika persyaratan utama tidak dipenuhi dalam referendum. “Jika jaminan tidak dilaksanakan pada hari referendum, kita bakal menarik dukungan,” katanya. NSF menuntut agar para hakim ikut menjadi pemantau referendum. Prasyarat itu sepertinya sangatlah susah. Pasalnya, para hakim sebelumnya telah sepakat untuk melakukan mogok nasional menolak mengawasi jalanannya referendum. Upaya untuk menjembatani kebuntuan antara pro dan kontra-Mursi, militer berusaha menengahinya. Pada Rabu (12/12) lalu, militer berusaha melakukan perundingan rekonsiliasi. Namun, itu ditunda dan belum ada tanggal baru bakal dilaksanakan kembali. Militer menegaskan pertemuan persatuan nasional itu bertujuan meredakan krisis. Tapi, tidak ada reaksi dan tanggapan dari kubu yang berkonflik untuk melakukan perundingan dan duduk dalam satu meja. “Perundingan baru belum ditentukan kapan berlangsung,” kata Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, Menteri Pertahanan dan Panglima Militer Mesir, dikutip BBC. Militer sangat khawatir jika Mesir jatuh ke perang saudara. Pasalnya, selama konflik yang berlangsung beberapa pekan telah menewaskan delapan orang dan 600 orang lainnya terluka. Rakyat Mesir pun masih terbelah dua dalam referendum kali ini. “Saya memilih ‘ya’,” kata Muhammad Hassan, 28, penduduk Kairo. “IM baik. Tidak ada yang memberikan mereka kesempatan. Mereka berada di kekuasaan selama lima bulan dan harus dibandingkan dengan Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun,” terangnya. Namun, Muhammad Ibrahim Sayyid, 40, memiliki pandangan berbeda. “Kita tidak ingin menjadi Afghanistan karena IM. Kita adalah negara besar dan berbeda-beda. Seharusnya tidak ada kepemimpinan satu partai,” terangnya. Sementara itu, hasil referendum belum ada prediksi yang bakal menang. Banyak analisi memandang referendum kali ini bakal meloloskan konstitusi. Pasalnya, IM memiliki jaringan yang sangat mengakar di masyarakat Mesir. Kubu oposisi hanya bermain di lingkaran minoritas dan penduduk perkotaan. Referendum pada Sabtu nanti dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada 10 provinsi, termasuk Kairo dan Alexandria. Sedangkan tahap kedua bakal dilaksanakan pada 22 Desember yang bakal dilaksanakan di Giza, Port Said, Luxor dan 14 wilayah lainnya. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford