MEMPERTANYAKAN KEAMANAN FASILITAS DIPLOMATIK AMERIKA SERIKAT - Benteng Besar Berkeamanan Minim
Serangan terhadap konsulat Amerika Serikat (AS) di Benghazi, Libya, benarbenar mengagetkan semua pihak. Mereka mempertanyakan bagaimana serangan mematikan itu bisa terjadi di fasilitas diplomatik.
Serangan itu terjadi bertepatan dengan peringatan 11 September. Fasilitasi diplomatik suatu negara merupakan lambang kedaulatannya. Ketika keamanannya kurang, itu sama saja merepresentasikan sistem keamanan negaranya sendiri. Aksi serangan yang terjadi di konsulat Benghazi juga menjadi tanya besar: kenapa AS benar-benar ceroboh dengan sistem pertahanan fasilitas diplomatiknya?
Dengan insiden itu, dipastikan ada sesuatu yang salah dalam sistem pengamannya. Jenderal (Purn) Jack Keane, mantan wakil kepala Staf Angkatan Darat AS,mengungkapkan kompleks konsulat AS di Benghazi tidak terlalu aman. “Itu menjadi isu yang harus dicarikan solusinya, ”kata Keane kepada FoxNews. “Kita harus mengevaluasi sistem keamanan fasilitas diplomatik.” Bagaimana sebenarnya sistem keamanan pada fasilitas diplomatik AS?
Menurut salah pejabat pemerintah AS kepada FoxNews, fasilitas diplomatik ditangani dengan sistem keamanan yang sama di mana pun berada,termasuk di Benghazi. Pengamanan fasilitas diplomatik dilakukan unit-unit yang bergantian. Personel Marinir AS memang selalu ditempatkan di fasilitas diplomatik, hanya lebih banyak difokuskan di kedubes,bukan di konsulat.“Tidak semua Marinir terdapat di konsulat AS,”kata pejabat yang enggan menyebutkan identitas.
“Banyak Marinir yang ditempatkan di Kedubes AS, tapi tidak semua kedubes dilengkapi pengamanan Marinir.” Umumnya, Kedubes AS yang berukuran besar,seperti di Sanaa, Yaman; dan Kairo,Mesir, pasti memiliki Marinir yang ditempatkan di sana.Selain itu, tergantung dengan informasi rahasia yang harus dilindungi dan sensitivitas politik di negara tersebut.
Selanjutnya, seperti kedubes negara lainnya, AS juga meminta bantuan para petugas keamanan lokal untuk menjaga keamanan di bagian luar gedung. Dalam pandangan mantan pejabat Badan Intelijen Pusat (CIA), Mike Baker, menganggap sistem keamanan fasilitas diplomatik perlu ditingkatkan. “Kami tahu terjadi kekacauan di Libya. Seharusnya sistem pengamanan ditingkatkan di lapangan karena situasi masih beratmosfer revolusi di negara itu,”katanya.
Prajurit Marinir yang ditempatkan di konsulat AS di Benghazi, menurutBaker,telahbekerja dengan baik.“Kehadiran mereka diperintahkan untuk membuat perbedaan,”imbuh Baker. Dalam pandangan pakar kebijakan luar negeri dan pertahananAS, James Carafano,tidak mempermasalahkan perekrutan tenaga keamanan dari kontraktor swasta ataupun Marinir.
Pertanyaan dasarnya, kata dia, mereka harus benar-benar dipersenjatai dan dipersiapkan. Sebenarnya berdasarkan Konvensi Jenewa mengenai Hubungan Diplomatik,negara yang ditempati kedubes bertanggung jawab terhadap fasilitas diplomatik asing.
Tapi berdasarkan pengalaman, pemerintah lokal cenderung tidak bertanggung jawab atas keamanan fasilitas diplomatik asing. Sebagai solusi terbaik, AS memiliki Diplomatic Security Service atau sayap penegakan hukum Departemen Luar Negeri AS yang didirikan pada pertengahan 1980-an.
Kedubes AS = Benteng
Dengan serangan yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga AS lainnya ternyata menumbangkan mitos bahwa fasilitas diplomatik AS seperti benteng pertahanan yang kuat. Benteng militer AS di Benghazi ternyata bisa dibobol dan harus mengorbankan diplomatnya. Itu sungguh ironis.
Di mana pun, gedung Kedubes AS dikenal sebagai “benteng” pertahanan yang sangat kokoh dan sulit ditembus.Fasilitas diplomatik AS juga didesain dan dibangun ala benteng militer. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Kedubes AS selalu diidentikkan dengan standar keamanan paling tinggi di dunia.Siapa pun yang hendak masuk ke Kedubes AS di mana pun berada akan mendapatkan pemeriksaan superketat.
Misalnya saja,Kedubes ASdi Baghdad, Irak, memiliki luas 47,84 hektare dengan biaya pembangunan senilai USD750 juta.Kompleks itu memiliki 27 bangunan dan perumahan untuk 600 orang.Tidak ketinggalan, kolam renang di dalam ruangan dan lapangan basket.
Kedubes dengan biaya yang sama juga dibangun di Kabul, Irak. Tak ayal, pembangunan fasilitas diplomatik seperti benteng perang itu dikritik banyak pihak. “Kita membangun beberapa kedubes gila yang pernah saya lihat,” ujar Senator John F Kerry pada 2009 dikutip New York Times.
“Kita membangun banyak benteng pertahanan di seluruh dunia. Kita memisahkan diri kita dengan rakyat di negara itu. Saya sangat ngeri dengan apa yang saya lihat itu.” Bagi sebagian orang, pembangunan kedubes layaknya benteng perang itu dinilai wajar. Pasalnya, AS memiliki pengalaman pahit mengenai serangan terhadap kedubes mereka seperti 1979 (Teheran), 1983 (Beirut), 1998 (Nairobi dan Dar es Salaam,Tanzania), serta diperparah dengan Serangan 11 September.
The Economist sempat menyindir pembangunan Kedubes AS itu, “Pertama,gali paritmu.” “Kedubes AS yang mirip benteng yang mencitrakan AS sesungguhnya dengan kepentingannya. Pencitraan itu disampaikan kepada orang-orang asing,”demikian tulis Stephen M Walt, profesor hubungan internasional dari Universitas Harvard,dikutip Foreign Policy.
Padahal,kata Walt,AS selalu mengidentifikasikan dengan negara yang bersahabat dan ramah, rakyatnya selalu terbuka dengan ide baru, masyarakatnya beragam, percaya diri dan kuat. Faktanya, benteng AS yang berkedok kedubes itu menampilkan wajah AS yang sebenarnya yakni kombinasi antara kekuatan dan paranoid.“Negara modern di dunia seharusnya tidak perlu khawatir mengenai keamanan perwakilannya dinegara lain,”ungkapnya.
Nah, bagaimana dengan konsulat AS di Benghazi? Apakah seperti benteng pertahanan? Konsulat AS di Benghazi merupakan sebuah vila yang disewa oleh pemerintah AS sebagai perwakilan diplomatik sementara. Dengan demikian,bangunan itu juga memiliki konsep sesuai dengan rumah pada umumnya.Standar keamanannya juga sama seperti rumah milik warga Libya lainnya.
Jelas sekali, konsulat AS di Benghazi sangat tidak aman untuk dihuni oleh para diplomat. Apalagi, standar bangunan dan keamanan fasilitas diplomatik telah diatur oleh Badan Pengamanan Diplomatik di Departemen Luar Negeri AS. Dengan pelanggaran standar itu, para diplomat AS yang menjadi korban.
Standar bangunan dan kompleks fasilitas diplomatik di antara tembok harus tahan terhadap serangan roket dan bom.Tembok bangunan itu memiliki ketebalan tertentu dan di bangunan dengan beton dengan campuran khusus. Dengan tembok itu,bangunannya pun sulit untuk dirusak. ●andika hendra m
Komentar