Demo Anti-Jepang Meluas di China
BEIJING – Ribuan demonstran anti- Jepang kemarin menggelar unjuk rasa di berbagai kota di China. Luapan kemarahan terhadap Negeri Sakura tampaknya tak terbendung lagi.
Aksi itu digelar sehari setelah demonstran berusaha menyerang Kedutaan Besar (kedubes) Jepang di Beijing. Unjuk rasa di Provinsi Shenzhen sempat berujung bentrok antara demonstran dan aparat keamanan. Polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran. Kemarahan pengunjuk rasa itu diwujudkan dalam spanduk-spanduk bertulisan “bak mandi darah di Tokyo”.
Sebanyak 1.000 demonstran membakar bendera Jepang di Kota Guangzhou dan menyerang sebuah hotel yang bersebelahan dengan Konsulat Jepang. Di Beijing, ribuan demonstran berkumpul di luar Kedubes Jepang. Mereka membawa poster Mao Zedong dan merusak bendera Jepang. Mereka juga melemparkan botol bir ke arah Kedubes Jepang sambil menyanyikan lagu- lagu kebangsaan China. Di Shanghai, lebih dari 1.000 demonstran berkumpul di Konsulat Jepang.Aparat keamanan memblokade jalanan menuju konsulat menggunakan truk-truk kontainer.Hal serupa juga terjadi di Hong Kong saat ratusan warga berdemonstrasi di Konsulat Jepang dan menyerukan slogan pro-China.
Seorang pria diamankan setelah dia mencoba membakar bendera Jepang dan Amerika Serikat (AS). Kantor berita Reuters melaporkan, polisi menembakkan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa di Kota Shenzhen, bagian selatan China, dekat Hong Kong. Menurut kantor berita Kyodo, skala demonstrasi kali ini merupakan yang terbesar sejak Jepang dan China menormalisasi hubungan diplomatiknya pada 1972. China National Radio melaporkan, 1.000 kapal nelayan China siap berangkat menuju wilayah kepulauan yang disengketakan kedua negara pada pekan ini.
Pemberangkatan itu dilakukan setelah musim penangkapan ikan di wilayah perairan itu. Sebelumnya, dalam demonstrasi Sabtu (15/9), massa yang marah berupaya menyerbu Kantor Kedubes Jepang di Beijing dan melempari bangunan Kedubes dengan batu. Di kota-kota lain di China,tokotoko milik warga Jepang dijarah sekelompok orang, sementara kendaraan bermerek Jepang dirusak dan dibakar. Menurut pendapat Willy Lam, pengamat politik di Universitas China di Hong Kong, otoritas sebenarnya mampu mengendalikan demonstrasi yang semakin meningkat sejak pekan lalu.
“Namun,Pemerintah China ingin menggunakan opini publik untuk menekan Jepang,”tuturnya. Sementara, Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihiko Noda menyerukan Beijing agar menjamin keselamatan warga negara dan perusahaan dari Negeri Matahari Terbit di China.Permintaan ini muncul sebagai reaksi atas memanasnya unjuk rasa anti-Jepang di sejumlah kota di China, serta serangkaian perusakan asetaset Jepang di Negeri Panda.
“Situasi sungguh mengecewakan sehingga kita protes terhadap China. Kita menginginkan China mengendalikan situasi sehingga warga dan pengusaha Jepang tidak dalam kondisi bahaya,”kata Noda kepada stasiun televisi Fuji. Hubungan kedua negara memburuk setahun terakhir setelah sengketa maritim di Laut China Selatan kembali mencuat dan belum ada titik temu.Apalagi,Pemerintah Jepang kembali menegaskan kepemilikannya atas kepulauan yang disengketakan, yang disebut Senkaku di Jepang dan Diaoyu di China.
Kepulauan itu menjadi biang sengketa karena diperkirakan kaya kandungan gas dan minyak bumi, serta berada di jalur lalu lintas internasional yang strategis. Sementara, Duta Besar Jepang untuk China Shinichi Nishimiya kemarin meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Tokyo. Nishimiya meninggal saat ketegangan antara Beijing dan Tokyo meningkat.Dia baru saja dilantik sebagai dubes pada Selasa (11/9) lalu dan dilaporkan pingsan di pinggir jalan di dekat rumahnya di Distrik Shibuya pada Kamis (13/9).
“Dubes Shinichi Nishimiya meninggal dunia di rumah sakit.Kematiannya tidak ada kaitannya dengan demonstrasi anti-Jepang di China,” demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Jepang dikutip AFP. Nishimiya merupakan diplomat karier yang menggantikan Uichiro Niwa.
Niwa mendapatkan kecaman publik karena mengkritik rencana Gubernur Tokyo membeli Kepulauan Senkaku yang dapat menciptakan konflik baru antara China dan Jepang serta memperburuk hubungan ekonomi kedua negara. Sebelum meninggal dunia, Nishimiya berencana mengunjungi Beijing pada Oktober mendatang. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/527125/
Komentar