Pertempuran Aleppo dan Damaskus Memanas

ALEPPO – Pertempuran di Aleppo dan Damaskus kemarin memanas antara pasukan pemerintah Suriah dan pemberontak. Pasukan pemerintah telah melancarkan dua serangan di Damaskus untuk melumpuhkan pemberontak pada Rabu (1/8) lalu. Serangan itu menewaskan 70 orang. Menurut para aktivis oposisi, pasukan dilaporkan menyerang rumah ke rumah warga di Damaskus. Stasiun televisi milik pemerintah melaporkan “puluhan teroris” menyerah dan dibunuh dalam operasi tersebut. Di Aleppo, pemberontak melaporkan telah menyerang sebuah bandara di dekat kota Aleppo. Pasukan oposisi dilaporkan menggunakan tank untuk menampak tentara pemerintah. Kelompok pemberontak mengklaim telah menguasai sebagian besar Aleppo. Komandan Militer Pasukan Pembebasan Suriah di Aleppo Kolonel Abdul Jabbar al-Oqaidi mengatakan pemberontak memiliki ribuan penjuang di kota. “Rezim mengatakan bertempur dengan kelompok teroris. Kita mengatakan rezim bahwa kita akan mengalahkan mereka, karena mereka adalah teroris,” kata Oqaidi. Dia mengatakan, pemberontak akan menguasai semua wilayah Aleppo. Sementara itu, Sausan Ghoseh, anggota misi PBB untuk Suriah mengatakan kepada BBC, kelompok pemberontak saat ini memiliki senjata berat, termasuk beberapa tank hasil rampasan milik pemerintah. “Dalam 72 jam terakhir kami melihat pertempuran main sengit,” kata Ghosheh dikutip BBC. Ghoseh menuntut agar kedua pihak yang bertikai menahan diri dan mampu membedakan antara warga sipil dan pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian, Presiden Bashar al-Assad mengatakan tentaranya bertempur untuk menentukan masa depan bangsanya. “Pasukan militer dalam kondisi pertempuran yang heroik dan krusial. Itu menentukan masa depan bangsa dan kehidupan rakyatnya,” ujar Assad dikutip kantor berita SANA. Musuh Suriah saat ini, kata Assad, menggunakan para agen untuk melakukan destabilisasi negara, keamanan pendudukan dan menghancurakan ekonomi dan sumber daya ilmiah. Washington menyebut pemimpin Suriah sebagai “pengecut” karena menyampaikan pidato militer di depan publik. “Kita berpikir dia sangat pengecut karena membiarkan tentaranya bertemu dengan warga sipil di negaranya sendiri,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Patrick Ventrell. Sedangkan Menteri Pertahanan Suriah Jenderal Fahd Freij berjanji bahwa “teroris” bakal segera dikalahkan. “Lihat aksi heroik Anda, saya menjamin rakyat Suriah dapat mencapai kemenangan atas konspirasi ini,” kata Freij dikutip AFP. Dalam beberapa pekan terakhir, lebih dari 200.000 orang warga Aleppo telah meninggalkan kota itu, ketika pasukan Suriah menyerbu wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak. Dewan Nasional Oposisi Suriah mengkritik eksekusi mati yang dilakukan kelompok pemberontak terhadap beberapa tawanan yang diyakini sebagai anggota milisi pendukung rezim Bashar al-Assad. Dewan menganggap eksekusi mati itu sebagai tindakan kejam yang tidak bisa dibenarkan. Namun pihak pemberontak mengatakan, tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk balas dendam. “Karena orang-orang ini telah menyiksa dan membunuh,” kata salah-seorang kelompok pemberontak. Sementara, organisasi LSM yang berbasis di AS, Human Rights Watch, HRW, mengutuk tayangan video eksekusi di Aleppo yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang. Penasihat hukum senior HRW, Clive Baldwin mengatakan kepada jika yang terlihat di video berupa eksekusi mati terhadap tahanan itu benar terjadi, bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang. Dari Washington, Amerika Serikat, media melaporkan bahwa Presiden Barack Obama menandatangani dokumen yang mengijinkan Badan Intelijen Pusar (CIA) untuk mendukung para pemberontak Suriah. Penandatanganan dokumen itu dilaporkan oleh NBC dan CNN. Sayangnya Gedung Putih enggan berkomentar mengenai laporan tersebut. Washington sebelumnya menawarkan bantuan medis dan komunikasi kepada pemberontak Suriah. Tetapi, mereka menolak menyuplai senjata. Saat itu, Gedung Putih berkilah mempersenjatai pemberontak sebagai upaya tidak produktif di wilayah konflik. Laporan mengenai meningkatnya perhatian AS terhadap pemberontak Suriah setelah kekerasan di Suriah mendekati akhir permainan. Tekanan politik juga semakin kuat terhadap Gedung Putih untuk menunjukkan dukungan kepada oposisi Suriah. Meskipun AS sebenarnya enggan untuk terlibat langsung dalam perang Timur Tengah lainnya. Memang belum jelas apakah Obama menandatangani perintah rahasia itu. Tapi, tidak ada indikasi bahwa Washington mengubah kebijakan untuk menyediakan senjata secara langsung kepada pemberontak. Pada Senin (30/7) lalu, Obama telah menelpon Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan. Kedua pemimpin sepakat untuk transisi politik di Suriah. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford