Etnik Rohingya Disiksa
BANGKOK – Pasukan keamanan Myanmar membunuh, memperkosa dan melakukan penangkapan massal terhadap etnik Rohingya setelah kerusuhan sektarian pada Juni silam.
Demikian diungkapkan kelompok Pemantau Hak Asasi Manusia (HRW) yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Laporan HWR itu menyebutkan pemerintah tidak bertindak banyak dalam menyelamatkan etnik Rohingya.
Para pekerja kemanusian juga dilarang masuk ke wilayah kerusuhan. Adanya keberpihakan aparat keamanan terhadap etnik Rakhine yang notabene mayoritas di Myanmar itu menyebabkan menyebabkan ketidakseimbangan perlakuan di lapangan. Warga Rohingya pun mendapatkan sentimen negatif dari aparat keamanan.
Berdasarkan 57 wawancara dengan warga etnik Rakhine sebagai etnik mayoritas dan Rohingya sebagai etnik minoritas, HRW melaporkan bahwa konflik itu terjadi di akar rumput. Konflik sektarian itu menjadi perhatian setelah pemerintahan sipil Myanmar menjanjikan reformasi di negaranya setelah satu dekade dalam kekuasaan junta militer.
“Pasukan keamanan Myanmar gagal mencegah kerusuhan antara Rakhine dan Rohingya. Aksi kekerasan tidak dapat dihentikan aparat dan mengakibatkan warga Rohingya menjadi korban,” kata Brad Adams, Direktur HRW wilayah Asia, dikutip Reuters. Dia mengatakan, pemerintah mengklaim berkomitmen mengakhiri penyiksaan dan kekerasan terhadap Rohingya, tetapi beberapa insiden menunjukkan terjadinya diskriminasi dan pelanggaran HAM.
HRW menyebutkan polisi dan pasukan keamanan tidak menghentikan ketika warga Rakhine menyiksa etnik Rohingya hingga tewas. Selama kerusuhan, ketika beberapa etnik Rohingya berusaha melarikan diri justru ditembaki oleh aparat keamanan pada 12 Juni lalu. “Ketika kita (Rohingya) berusaha memadamkan api yang membakar rumah kita, militer justru menembaki kita. Sekelompok Rakhine justru memukuli kita dengan tongkat yang besar,” demikian dikutip warga etnik Rohingya di Sittwe.
Laporan setebal 56 halaman itu menyebutkan ratusan warga etnik Rohingya masih ditahan oleh pemerintah. HRW menyerukan agar Pemerintah Myanmar menghentikan kekerasan itu dan mengijinkan pengawas internasional untuk masuk ke wilayah konflik sektarian. Pasalnya, akses ke wilayah itu sangat terbatas. HRW pun menyerukan dunia internasional untuk melakukan penyelidikan dan perlindungan terhadap komunitas Rohingya.
Menurut Adam, dunia internaisonal telah terbuai dengan romantisme perubahan dan angin reformasi yang dihembuskan oleh pemerintah Myanmar. Faktanya, masih banyak pelanggaran HAM masih terjadi.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin pada Senin (27/7) lalu mengungkapkan pemerintah telah meningkatkan penegakkan hukum dan berusaha menengahi konflik sektarian. Dia membantah bahwa dia berusaha untuk mempolitisasi dan menginternasionalisasi konflik sektarian itu. “Pemerintah berusaha untuk mempromosikan keharmonisan rasial dengan berbagai latar belakang,” kata Lwin.
Bagaimana solusi yang ditawarkan Myanmar? Presiden Thein Sein mengungkapkan pada Juni lalu bahwa negaranya menerima generasi ketiga Rohingya yang sebelum kemerdekaan 1948 tinggal di Myanmar. Selain itu, dia merekomendasi badan PBB urusan pengungsi UNHCR untuk menampung mereka di negara ketiga. (andika hendra m)
Komentar