Patroli Keamanan Ditingkatkan

SITTWE — Pasukan keamanan Myanmar terus berusaha memulihkan keamanan di Negara Bagian Rakhine yang dilanda kerusuhan sektarian, yang telah menelan korban jiwa. Militer dan polisi tetap menjaga kawasan yang berpotensi terjadi konflik.Tetapi, di Sittwe, ibu kota Negara Bagian Rakhine, justru dilaporkan bahwa tentara masih menjaga tempat ibadah serta rumah penduduk. Sebagian besar tokoh dan kantor pemerintahan lokal juga ditutup karena alasan keamanan. Di wilayah pinggiran Sittwe, kebakaran rumah masih terjadi. Tembakan senjata juga terdengar setelah polisi memasuki perkampungan.Kerumunan warga yang membawa senjata tetap berpatroli di sekitar lingkungan mereka.Aparat keamanan pun tidak melarang warga membawa senjata tajam. Pejabat pemerintahan Myanmar menyebutkan, tujuh orang tewas dalam bentrok yang terjadi sejak Jumat (8/6) dan 500 rumah rusak. Menurut Chris Lewa, Direktur Arakan, kelompok advokasi yang bekerja sama dengan Rohingya, pihaknya telah menerima laporan bahwa puluhan orang tewas. “Pemerintah, bukan hanya media Myanmar, mengabaikan kematian warga minoritas,” kata Lewa dikutip AFP. Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk sementara menarik sebagian staf dari Negara Bagian Rakhine. PBB juga meminta dukungan penuh dari pemerintah untuk menjamin keselamatan dan keamanan semua staf PBB dan lembaga swadaya masyarakat asing dan keluarga mereka di Maungdaw, Buthidaung,dan Sittwe saat dievakuasi ke Rangoon. Menurut seorang pejabat PBB Ashok Nigam,sebanyak 44 pekerja PBB dan keluarga mereka meninggalkan Maungdaw, Negara Bagian Rakhine, yang berbatasan dengan Bangladesh. “Sebagian besar staf yang ditarik adalah staf internasional tetapi staf lokal yang berkantor di Maungdaw masih berada di sana,”kata Nigam dikutip AFP. Nigam menjelaskan, langkah tersebut ditempuh karena adanya gangguan keamanan dan penarikan staf hanya bersifat sementara. Sebelumnya Pemerintah Myanmar menerapkan keadaan darurat di Negara Bagian Rakhine pada Minggu (10/6).Kebijakan itu dilakukan setelah peningkatan kekacauan dan serangan di Rakhine.Langkah itu ditempuh dengan maksud untuk memulihkan keamanan dan stabilitas secepatnya bagi rakyat. Sejauh ini 17 orang tewas dalam kekerasan yang pecah akibat konflik sektarian. Sementara, Pemerintah Bangladesh meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasan dengan Myanmar. Pasukan Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) kemarin mencegat tiga kapal yang mengangkut warga Rohingya. Menurut Mayor Shafiqur Rahman, kepala BGB, mereka berusaha memasuki Bangladesh pada Senin malam (11/6) melalui Sungai Naf.“Tiga kapal mengangkut 103 Rohingya, termasuk 81 perempuan dan anak-anak yang datang dari Sittwe,” katanya kepada AFP. Dia mengatakan,para pengungsi ditangkap dan dikembalikan ke wilayah Myanmar. Sebanyak 11 kapal, yang mengangkut 400 orang, telah diamankan sejak Senin lalu. Keamanan perbatasan Bangladesh–Myanmar sepanjang 200 km semakin diperketat untuk mencegah membanjirnya pengungsi Rohingya. “Kita mendapatkan tambahan 120 tentara untuk meningkatkan patroli perbatasan,” kata Rahman. Dari Washington, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton menyarankan agar kerusuhan sektarian itu segera dihentikan. “AS memperhatikan laporan mengenai kerusuhan sektarian di Rakhine dan menyarankan semua pihak untuk menahan diri serta menghentikan semua serangan,” kata Hillary. Menurut Hillary, rakyat Myanmar harus bekerja sama menuju negara yang demokratis dan damai.“Rakyat Myanmar juga harus menghargai hak rakyat yang berbeda-beda,” katanya. Sedangkan, Uni Eropa menyambut respons Presiden Myanmar Thein Sein yang memperingatkan menentang kebencian abadi, hasrat balas dendam, dan aksi anarkistis. “Kami yakin pasukan keamanan menangani kekerasan antarkomunitas itu dengan cara yang tepat,” papar juru bicara kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton, Maja Kocijanic. “Kami menyambut baik prioritas Pemerintah Myanmar dalam menangani konflik etnis ini.” Berdasarkan estimasi PBB, 800.000 orang Rohingya tinggal di Myanmar. Konsentrasi terbesar mereka berada di Rakhine. Namun,Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara resmi. Sementara, PBB menganggap Rohingya merupakan minoritas yang kerap menjadi korban diskriminasi di Myanmar. andika hendra m http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/502765/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford