Libya Menahan Empat Staf ICC

DEN HAAG— Empat staf Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) ditangkap di Libya saat melakukan kunjungan terhadap putra mendiang diktator Muammar Khadafi, Saif al-Islam, pada Sabtu (9/6) waktu setempat. Presiden ICC Sang Hyung-song mendesak Libya agar segera membebaskan keempat stafnya. Dia mengatakan,keempat staf lembaganya itu telah ditahan sejak hari Kamis( 07/06) lalu. “Kami sangat prihatin dengan keselamatan staf kami karena kami tidak bisa menghubungi mereka,” kata Sang dikutip BBC. “Keempat pegawai lembaga internasional ini mempunyai kekebalan saat mereka sedang menjalankan tugas dari ICC.Saya telah meminta otoritas Libya segera mengambil langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan keamanan dan keselamatan mereka.” Delegasi dari ICC ini berangkat ke Libya pada 6 Juni lalu untuk mencoba bertemu dengan Saif al-Islam yang sedang menjalani penahanan di kota Zintan. Kunjungan ini merupakan bagian apa yang disebut sebagai upaya memberi pendampingan hukum terhadap Saif al- Islam yang tengah menghadapi sejumlah tuduhan serius. Pemerintah transisi Libya yang berpusat di Tripoli telah meminta pembebasan keempatnya. Sayangnya, anggota otoritas keamanan Libya yang menahan mereka bersikeras agar keempatnya tetap ditahan di Zintan sampai ada penyelidikan dari kantor jaksa setempat. Sementara, seorang komandan brigade Zintan, Ajmi al- Atiri, mengatakan bahwa para pengacara itu ditangkap setelah mencoba menyerahkan dokumen berbahaya kepada Saif. Menurut dia,satu dari empat delegasi ICC datang berkunjung ke Saif pada Kamis lalu dan meminta bertemu secara pribadi. Dua delegasi perempuan ICC diburu polisi setelah kunjungan itu dan ditemukan dokumen bersama mereka. Polisi juga menemukan kamera yang dibawa penerjemah yang mendampingi tim ICC.“Kami belum berniat membebaskan Melinda Taylor. Penyelidikan bakal dilakukan di sini,”kata al-Atiri. Dia juga mengaku terkejut dengan sikap Kepala Dewan Transisi Nasional (NTC) Mustafa Abdul Jalil yang meminta agar para tahanan dibebaskan. Melinda Taylor adalah warga Australia yang merupakan satu dari empat orang staf ICC yang ditahan. Menurut perwakilan Libya untuk ICC,Taylor bukan dipenjara, hanya ditahan di rumah dan diinterogasi. Berdasarkan pernyataan ICC,Taylor ingin membantu aspek administrasi Saif dalam pemilihan pengacara.Taylor juga bekerja sama dengan Xavier- Jean Keita, pengacara yang ditunjuk oleh ICC. Dalam dokumen yang diberikan kepada Taylor, ada sebuah surat yang tidak ditandatangani oleh Saif kepada ICC. Surat itu berbunyi bahwa “tidak ada pemerintahan atau hukum di Libya” dan Saif mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi. Selain itu, ada dokumen kosong yang juga ditandatangani oleh Saif. Dari Sydney, Pemerintah Australia meminta akses untuk bertemu dengan Taylor. Juru Bicara Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr mengatakan, pihaknya sedang berusaha mendapatkan akses untuk dapat bertemu dengan Taylor, tetapi mengalami kegagalan. Dia mengaku, para pejabat Australia belum mengetahui di mana Taylor ditahan dan siapa yang menahannya. Perwakilan Libya untuk ICC Ahmed al-Jehani memaparkan, Taylor berada dalam tahanan rumah di Zintan, bukan di penjara dan diperiksa. Zintan terletak sekitar 180 km arah barat daya Tripoli.Taylor bekerja bersama jaksa pembela yang ditunjuk ICC Xavier- Jean Keita. Ketika dikontak AFP,Keita menolak memberikan komentar. Sementara, Kementerian Luar Negeri Libya meminta ICC agar melepaskan imunitas para staf ICC itu sehingga penyidikan dapat dilaksanakan. “Saya kira perempuan itu dapat bersama kita untuk sementara waktu hingga imunitas itu dicabut oleh ICC,” kata Mohammed Abdulaziz kepada AFP. Abdulaziz menegaskan, para delegasi seharusnya menyampaikan dokumen itu sebelumnya kepada aparat. “Itu merupakan tindakan yang melanggar keamanan nasional Libya dan kita akan mengurusnya dengan sangat serius,”katanya. Sebelumnya Saif al-Islam ditangkap oleh milisi anti-Khadafi pada bulan November lalu saat berupaya meninggalkan Libya yang tengah menghadapi gejolak pemberontakan menentang kepemimpinan Khadafi. ICC mengatakan,Saif terkait dengan sejumlah kejahatan kemanusiaan dan berencana untuk menyidangkannya di Belanda.Namun, sejauh ini otoritas Libya menolak menyerahkan proses persidangan Saif al-Islam kepada ICC. andika hendra m http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/502239/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford