Darurat Militer Diberlakukan
YANGON– Pemerintah Myanmar memberlakukan darurat militer di Negara Bagian Rakhine setelah meledaknya konflik sektarian di wilayah itu yang telah menewaskan sedikitnya 17 orang.
Konflik sektarian di Rakhine memang menjadi ujian besar bagi Presiden Thein Sein,mantan jenderal yang berkuasa pada masa junta militer. Untungnya dia bertindak cepat dengan mengirimkan aparat keamanan untuk menjamin keamanan dan ketenangan warga dengan pendeklarasian darurat militer. Aparat militer terus berpatroli di wilayah yang kerap dilanda konflik itu dalam melaksanakan operasi darurat militer.
Pasukan keamanan juga tetap berjaga-jaga mengamankan rumah penduduk yang ditinggal mengungsi oleh para penghuninya. Beberapa truk militer juga masih bersiaga di bandara kota tersebut sebagai bentuk antisipasi. Menurut Zaw Htay,Direktur Kantor Presiden Myanmar, pemerintah memerintahkan pasukan untuk melindungi bandara dan perkampungan Rakhine. “Kita masih memberlakukan jam malam di beberapa kota,”kata Htay dikutip Reuters.
Televisi milik pemerintah juga melaporkan bahwa darurat militer merupakan respons atas peningkatan kerusuhan dan serangan teroris. Langkah tersebut bertujuan untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas secepatnya. Presiden Thein Sein mengatakan, kekerasan akan mengancam demokrasi yang tengah berlangsung saat ini.
“Jika kita menempatkan isu rasial dan agama di depan, jika kita menempatkan kebencian yang tiada akhir, keinginan untuk balas dendam dan aksi anarkis di depan, dan jika kita terus membalas dan meneror dan membunuh satu sama lain, maka ada bahaya bahwa (masalah) dapat berkembang dan bergerak bukan hanya di Rakhine,”‘ katanya dikutip BBC.
Jika konflik sektarian terjadi, menurut Thein Sein, masyarakat patut waspada bahwa stabilitas negara,proses demokratisasi dan pembangunan, yang dalam tahap transisi saat ini, bisa sangat terpengaruh dan merugikan. Dengan situasi darurat militer itu, penduduk di wilayah konflik itu kini merasa lebih tenang dan aman. “Situasi berangsur normal setelah tentara masuk ke kota kita demi alasan keamanan,”kata salah seorang penduduk yang enggan disebutkan namanya kepada AFP.
Konflik sektarian di Rakhine sedikitnya telah menewaskan 17 orang dan ratusan rumah rusak dalam kekerasan. Masalah timbul setelah terjadi pembunuhan terhadap seorang perempuan dan upaya penyerangan kelompok terhadap bus yang ditumpangi kelompok lain. Konflik itu memanas sejak 4 Juni lalu karena informasi yang salah diapresiasi oleh warga. Sebelum pemberlakuan darurat militer, pemerintah telah menerapkan jam malam di empat kota di Rakhine,guna menghindari pertikaian lanjutan.
Negara bagian Rakhine dikenal rawan dengan konflik sektarian. Di wilayah itu dihuni kelompok minoritas Rohingya.Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan karena Myanmar menyatakan bahwa mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) menyebut kelompok itu sebagai salah satu minoritas yang kerap mendapatkan perlakuan buruk dari pemerintah dan masyarakat mayoritas.
Menurut Abu Tahay, anggota parlemen dari Partai Nasional Demokratik untuk Pembangunan (NDPD) yang mewakili Rohingya, sejumlah warga ditembak oleh pasukan keamanan dan kelompok tertentu.“Saya sangat khawatir.Mereka tidak percaya dengan kebersamaan,” katanya kepada AFP.
Hingga kemarin Reuters melaporkan beberapa penduduk masih membakar rumah warga yang berbeda kelompok. “Kita membakar rumah mereka karena tinggal di dekat perkampungan kita.Kita khawatir mereka bakal berkumpul di malam hari dan menyerang kita,” ujar salah satu penduduk lokal.
Aparat keamanan tidak dapat bertindak banyak saat penduduk lokal membakar rumah warga lain.Warga juga mengeluhkan efektivitas aparat keamanan yang berjanji memberikan jaminan keamanan. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/502526/
Komentar