Keterbukaan Myanmar Diuji Demonstrasi
YANGON – Myanmar yang membuka diri dengan kebebasan berbicara dan berekspresi diuji sendiri oleh rakyatnya yang memprotes pemadaman bergilir arus listrik.
Pada Selasa malam (22/5), ratusan orang menggelar demonstrasi di ibukota bisnis Yangon. Para demonstrasi itu berkumpul di Pagoda Sule, titik pusat demonstrasi pada 2007 dan 1988 yang berakhir dengan kerusuhan. Kemudian, 1.000 berdemonstrasi untuk ketiga kalinya di Mandalay utara, kota terbesar kedua di Myanmar. Demonstrasi itu menjadi unjuk rasa terbesar sejak demonstrasi para biksu pada 2007.
“Kita merencanakan menggelar demonstrasi yang sama di beberapa kota pada malam ini (kemarin malam),” kata aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Ko Htin Kyaw kepada Reuters.
Demonstrasi itu menjadi ujian yang cukup sulit bagi Presiden Thein Sein. Thein telah membebasakan ratusan tahanan politik, melonggarkan sensor pemerintah, memulai perundingan perdamaian dengan kelompok pemberontak, dan menggelar pemilu sela yang menobatkan Peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi menjadi anggota parlemen.
“Saat ini, pemerintah dalam posisi yang sangat sulit,” kata ekonom Myanmar Aung Thu Nyein yang hengkang ke Thailand setelah bergabung dalam demonstrasi dua dekade silam. “Demonstrasi itu menjadi sinyal ketidakpuasan pelayanan publik dan bagaimana ruang demoksrasi membuat banyak kelompok yang memiliki kepentingan lebih aktif dibandingkan sebelumnya.”
Berdasarkan undang-undang baru yang disahkan oleh pemerintah Burma pimpinan Persiden Thein Sein, unjuk rasa dibolehkan selama mendapat izin dari aparat keamanan. Namun unjuk rasa menentang penjatahan aliran listrik ini tidak mendapat izin.
Demonstrasi yang menentang pemadaman bergilir itu berlangsung aman dan damai. Tidak ada penangkapan dan kerusuhan karena polisi tidak bertindak represif. Di Yangon, polisi hanya mengawasi pada demonstrasi yang menyalakan lampu di depan kuil emas Budha itu.
Para demonstrasn menuding pemerintah lebih suka menjual gas alam ke China, padahal rakyatnya sendiri mengalami kegelapan di malam hari. Mereka menginginkan pemerintahan baru yang mampu mengamandemen kesepakatan dengan China sehingga gas alam lebih banyak digunakan untuk kepentingan dalam negeri. “Pemerintahan saat ini dipilih oleh rakyat, sudah seharusnya mengamandemen kesepakatan yang tidak adil itu,” kata aktivis Ko Htin Kyaw, 49, aktivis HAM.
Sementara itu, Pemerintah Myanmar meminta agar warga memahami keputusan pemadaman bergilir itu. Kementrian Tenaga Listrik bahwa konsumsi yang tinggi pada musim panas yang menyebabkan kekurangan aliran listrik. “Warga diminta memahami situasi terbaru bahwa listrik disalurkan kepada khalayak umum secara bergantian,” demikian dilaporkan New Light of Myanmar, harian milik pemerintah.
Sepuluh anggota Liga Nasional Demokrasi( LND) pimpinan Aung San Suu Kyi sempat diinterograsi aparat keamanan pada Selasa lalu karena ikut dalam aksi unjuk rasa kemarin. Namun semuanya sudah dibebaskan dan tidak satu orang pun dikenakan dakwaan resmi. “Pihak berwenang memperlakukan mereka dengan baik dan setelah itu dibebaskan," kata salah seorang anggota parlemen dari LND Ohn Kyaing kepada AFP. (andika hendra m)
Komentar