Singapura Wajibkan Libur Bagi PRT
SINGAPURA – Singapura mengumumkan pemberian libur bagi Pembantu Rumah Tangga (PRT) oleh para majikan.
Kebijakan itu bakal diberlakukan pada 1 Januari 2013 bagi semua PRT dengan ijin kerja yang diperbaharui atau ijin yang dikeluarkan setelah tanggal tersebut. Libur itu diberikan selama satu hari dalam satu pekan.
Pemberian libur itu setelah perjuangan panjang para aktivis buruh dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan didukung oleh negara-negara yang memasok PRT ke Singapura. Pasalnya, lebih dari 200.000 PRT bekerja di Singapura, sebagian besar berasal dari Filipina, Indonesia, India, dan Sri Lanka.
“Libur akhir pekan itu dianggap oleh dunia internasional sebagai hak pekerja yang paling mendasar,” ujar Menteri Tenaga Kerja Singapura Tan Chuan-jin dikutip Reuters. Tan mengumumkan kebijakan itu di depan parlemen Singapura pada Senin (5/3). Dia menambahkan bahwa dari 2007-2010, mayoritas PRT menderita luka atau sakit saat bekerja. Bahkan, ditemukan kasus banyak PRT yang mencoba bunuh diri karena tidak mendapatkan hari libur.
Dalam keterangan Kementerian Tenaga Kerja Singapura, para PRT diijinkan untuk mengatur waktu dan fleksibilitas dalam pengaturan libur itu. PRT juga memiliki opsi alternatif untuk mendapatkan kompensasi jika mereka harus bekerja di hari libur. Tentunya, itu harus sesuai dengan kesepakatan dengan majikan.
Sebenarnya tuntutan libur bagi PRT telah digaungkan selama satu dekade silam. Salah satu organisasi nirlaba yang berjuang keras memperjuangkan hal itu adalah Transient Workers Count Too (TWCT). TWCT pun menyambut keputusan pemerintah Singapura itu. Mereka juga meminta agar kebijakan itu diberlakukan bagi semua PRT yang bekerja di Singapura, bukan hanya PRT baru atau yang memperpanjang ijin kerjanya.
“Meskipun, banyak populasi pekerja domestik yang harus menunggu waktu sebelum mereka mendapatkan akses hak paling dasar pekerja itu,” kata Noorashikin Abdul Rahman, Wakil Presiden TWCT. Kalau para PRT di Hong Kong telah mendapatkan hari libur setiap pekannya.
Sebenarnya, upaya pemberian libur bagi PRT sebenarnya sebagai pencitraan bagi Singapura agar dikenal bersih dalam penegakan HAM bagi pekerja domestik. Apalagi, banyak kalangan mengkritik Singapura yang tidak memperlakukan pekerja domestik dengan layak.
“Keputusan Kementerian Tenaga Kerja Singapura memberikan libur bagi pekerja asing sebagai reformasi yang sangat penting,” demikian keterangan Human Rights Watch (HRW) dikutip AFP. Menurut lembaga yang berbasis di New York itu menyebut keberhasilan itu sebagai upaya lobi kelompok-kelompok yang peduli dengan kesejahteraan buruh.
Menurut Nisha Varia, penelitian hak pekerja perepuan di HRW, hari libur sebagai hal kristis bagi kondisi pekerja domestik, mental, dan emosional. “Tetapi, ini menjadi reformasi penting yang seharusnya diberlakukan tahun ini dan diterapkan bagi semua pekerja domestik,” imuh Varia.
Kenyataannya, nanyak PRT di Singapura tidak pernah mendapatkan libur sama sekali dalam kontrak kerjanya selama dua tahun. “Kurangnya perlindungan yang cukup bagi pekerja domestik membuat PRT sangat stres,” kata pendiri Organisasi Kemanusiaan bagi Ekonomi Migrasi (HOME), Bridget Tan. Menurut dia, banyak para PRT yang mengalami depresi dan kesendirian. Tan menceritakan kasus seorang PRT asal Indonesia yang berusia 19 tahun harus dipenjara karena membunuh seorang duda.
Sementara, salah seorang majikan, Jacqueline Ng, mengungkapkan banyak majikan yang kerap mengabaikan hak-hak PRT. Sebenarnya, PRT asing memainkan peranan sosial dan ekonomi di Singapura. Apalagi, banyak warga Singapura harus bekerja dan populasi manula yang semakin meningkat di negara itu.
Tapi, tak semua majikan sepakat dengan kebijakan libur itu. Poon Boon Eng menuturkan bahwa aturan baru itu sebagai hal buruk bagi perempuan yang bekerja. “Saya juga butuh libur pada hari Minggu,” katanya kepada Straits Times. Dia memilih untuk memberikan kompensasi bagi PRT daripada memberikan hari libur. (andika hendra m)
Kebijakan itu bakal diberlakukan pada 1 Januari 2013 bagi semua PRT dengan ijin kerja yang diperbaharui atau ijin yang dikeluarkan setelah tanggal tersebut. Libur itu diberikan selama satu hari dalam satu pekan.
Pemberian libur itu setelah perjuangan panjang para aktivis buruh dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan didukung oleh negara-negara yang memasok PRT ke Singapura. Pasalnya, lebih dari 200.000 PRT bekerja di Singapura, sebagian besar berasal dari Filipina, Indonesia, India, dan Sri Lanka.
“Libur akhir pekan itu dianggap oleh dunia internasional sebagai hak pekerja yang paling mendasar,” ujar Menteri Tenaga Kerja Singapura Tan Chuan-jin dikutip Reuters. Tan mengumumkan kebijakan itu di depan parlemen Singapura pada Senin (5/3). Dia menambahkan bahwa dari 2007-2010, mayoritas PRT menderita luka atau sakit saat bekerja. Bahkan, ditemukan kasus banyak PRT yang mencoba bunuh diri karena tidak mendapatkan hari libur.
Dalam keterangan Kementerian Tenaga Kerja Singapura, para PRT diijinkan untuk mengatur waktu dan fleksibilitas dalam pengaturan libur itu. PRT juga memiliki opsi alternatif untuk mendapatkan kompensasi jika mereka harus bekerja di hari libur. Tentunya, itu harus sesuai dengan kesepakatan dengan majikan.
Sebenarnya tuntutan libur bagi PRT telah digaungkan selama satu dekade silam. Salah satu organisasi nirlaba yang berjuang keras memperjuangkan hal itu adalah Transient Workers Count Too (TWCT). TWCT pun menyambut keputusan pemerintah Singapura itu. Mereka juga meminta agar kebijakan itu diberlakukan bagi semua PRT yang bekerja di Singapura, bukan hanya PRT baru atau yang memperpanjang ijin kerjanya.
“Meskipun, banyak populasi pekerja domestik yang harus menunggu waktu sebelum mereka mendapatkan akses hak paling dasar pekerja itu,” kata Noorashikin Abdul Rahman, Wakil Presiden TWCT. Kalau para PRT di Hong Kong telah mendapatkan hari libur setiap pekannya.
Sebenarnya, upaya pemberian libur bagi PRT sebenarnya sebagai pencitraan bagi Singapura agar dikenal bersih dalam penegakan HAM bagi pekerja domestik. Apalagi, banyak kalangan mengkritik Singapura yang tidak memperlakukan pekerja domestik dengan layak.
“Keputusan Kementerian Tenaga Kerja Singapura memberikan libur bagi pekerja asing sebagai reformasi yang sangat penting,” demikian keterangan Human Rights Watch (HRW) dikutip AFP. Menurut lembaga yang berbasis di New York itu menyebut keberhasilan itu sebagai upaya lobi kelompok-kelompok yang peduli dengan kesejahteraan buruh.
Menurut Nisha Varia, penelitian hak pekerja perepuan di HRW, hari libur sebagai hal kristis bagi kondisi pekerja domestik, mental, dan emosional. “Tetapi, ini menjadi reformasi penting yang seharusnya diberlakukan tahun ini dan diterapkan bagi semua pekerja domestik,” imuh Varia.
Kenyataannya, nanyak PRT di Singapura tidak pernah mendapatkan libur sama sekali dalam kontrak kerjanya selama dua tahun. “Kurangnya perlindungan yang cukup bagi pekerja domestik membuat PRT sangat stres,” kata pendiri Organisasi Kemanusiaan bagi Ekonomi Migrasi (HOME), Bridget Tan. Menurut dia, banyak para PRT yang mengalami depresi dan kesendirian. Tan menceritakan kasus seorang PRT asal Indonesia yang berusia 19 tahun harus dipenjara karena membunuh seorang duda.
Sementara, salah seorang majikan, Jacqueline Ng, mengungkapkan banyak majikan yang kerap mengabaikan hak-hak PRT. Sebenarnya, PRT asing memainkan peranan sosial dan ekonomi di Singapura. Apalagi, banyak warga Singapura harus bekerja dan populasi manula yang semakin meningkat di negara itu.
Tapi, tak semua majikan sepakat dengan kebijakan libur itu. Poon Boon Eng menuturkan bahwa aturan baru itu sebagai hal buruk bagi perempuan yang bekerja. “Saya juga butuh libur pada hari Minggu,” katanya kepada Straits Times. Dia memilih untuk memberikan kompensasi bagi PRT daripada memberikan hari libur. (andika hendra m)
Komentar