Korut Tak Mau Hentikan Peluncuran Roket
SEOUL – Korea Utara (Korut) kemarin menegaskan bahwa mereka akan terus melanjutkan peluncuran roket yang membawa satelit.
Pyongyang menyebut kritikan tajam Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang meminta pembatalan peluncuran roket sebagai “pemikiran konfrontasi”. “Kita tidak akan menyerah terhadap hak untuk meluncurkan satelit dalam rangka perdamaian. Peluncuran itu sebagai hak bagi negara berdaulat. Itu juga sebagai langkah penting dalam pembangunan ekonomi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut kepada kantor berita KCNA.
Pernyataan Korut itu sebagai bentuk respon terhadap komentar Obama yang mengkritik langkah Pyongyang. Obama menuturkan negaranya tidak bermusuhkan dengan rakyat Korut tetap menentang jadwal peluncuran roket pada 12-16 April mendatang. AS dan sekutunya menyebut peluncuran roket sebagai ujicoba roket jarak jauh yang dilarang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Presiden AS mengatakan bahwa dia tidak memiliki niat permusuhan terhadap kita,” ujar juru bicara yang tidak disebutkan namanya dikutip AFP. “Tetapi jika pidato itu benar-benar ikhlas, dia seharusnya mengabaikan pemikiran konfrontasi yang mencoba menghalangi kita. Dia seharusnya mendorong untuk memberikan pengakuan bahwa kita memiliki hak untuk meluncurkan satelit kita sama seperti yang dilakukan negara lain.”
Korut memaparkan bahwa peluncuran roket itu bakal menilai apakah pidato Obama itu ikhlas atau hanya sikap mendua tergantung apakah negaranya mengaplikasikan standar ganda terhadap peluncuran satelit. Pyongyang juga mengundang para pakar dari luar negeri dan reporter untuk menyaksikan proyek teknologi antariksa yang tidak ada kaitannya dengan tujuan militer.
Sebelumnya Obama menegaskan bahwa peluncuran roket untuk merusak kesepakatan antara AS dan Korut pada bulan lalu. Korut sebelumnya sepakat untuk membekukan fasilitas nuklir dan menunda ujicoba nuklir. Sebagai imbalannya, Pyongyang mendapatkan bantuan makanan dari AS.
Sementara itu, China menyatakan perhatian serius terhadap sekutunya Korut, mengenai rencana peluncuran roket. Kekhawatiran China itu disampaikan ketika Presiden Hu Jintao berdiskusi dengan Obama. China yang menjadi sekutu tunggal dan mitra perdangan terbesar bagi Korut dianggap sebagai sedikit negara yang memiliki pengaruh kuat terhadap rezim Pyongyang.
“Dua pemimpin sepakat untuk berkoordinasi dengan erat untuk merespon provokasi dan menyepakati kepedulian terhadap Korut. Mereka juga mempertimbangkan langkah-langkah yang diperlukan menyusul peluncuran satelit,” kata Ben Rhodes, deputi penasehat keamanan nasional AS. “Obama merasa sangat penting untuk bekerjasama dengan China lebih erat karena Beijing mampu mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada Korut,” imbuhnya.
Menurut Rhodes, China telah memberitahuku kita bahwa mereka juga bertindak sangat serius. “Mereka (China) menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan Korut,” tegasnya.
Beijing akan bekerja secara aktif dengan Washington dan mitra anggota perundingan enam negara (Korut, Korsel, Rusia, China, AS, dan Jepang). Bejing bakal memberikan kejelasan kepada Korut atas kepedulian dunia internasional jika Pyongyang tetap melakukan tindakan provokatif.
Obama dan Hu bertemu sebelum dimulainya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Terorisme Nuklir di Seoul, Korsel. KTT itu dibayangi upaya peluncuran roket Korut dan upaya Iran mengembangkan senjata nuklir. Sebelumnya Obama menjelaskan bahwa dirinya tidak percaya bahwa langkah China terhadap tetangganya bakal menghasilkan buah yang manis.
Bagaimana hasil pembicaraan Hu dan Obama dalam isu nuklir Iran? Rhodes menyebutkan kedua pemimpin menyambut upaya diplomatik yang dilakukan P5 (lima anggota Dewan Keamanan PBB) plus (Jerman) untuk mengakhiri permasalahan nuklir. “Kita tentunya memahami bahwa kita memerlukan langkah kedepan untuk sepakat bahwa masalahan ini merupakan hal yang penting untuk diperbincangkan,” katanya.
Pertemuan Obama dan Hu merupakan pertemuan ke 11. Mereka berusaha menjaga hubungan tetap stabil meskipun ada ketegangan politik di antara kedua negara. “Saya pikir pertemuan KTT itu sangat penting bagi kedua negara, khususnya bagi kepentingan domestik kedua negara. Pemilu tahun ini di AS dan penangkapan Bo Xilai di China,” kata Zhu Feng, pakar kajian internasional dari Universitas Peking. (andika hendra m)
Pyongyang menyebut kritikan tajam Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang meminta pembatalan peluncuran roket sebagai “pemikiran konfrontasi”. “Kita tidak akan menyerah terhadap hak untuk meluncurkan satelit dalam rangka perdamaian. Peluncuran itu sebagai hak bagi negara berdaulat. Itu juga sebagai langkah penting dalam pembangunan ekonomi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut kepada kantor berita KCNA.
Pernyataan Korut itu sebagai bentuk respon terhadap komentar Obama yang mengkritik langkah Pyongyang. Obama menuturkan negaranya tidak bermusuhkan dengan rakyat Korut tetap menentang jadwal peluncuran roket pada 12-16 April mendatang. AS dan sekutunya menyebut peluncuran roket sebagai ujicoba roket jarak jauh yang dilarang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Presiden AS mengatakan bahwa dia tidak memiliki niat permusuhan terhadap kita,” ujar juru bicara yang tidak disebutkan namanya dikutip AFP. “Tetapi jika pidato itu benar-benar ikhlas, dia seharusnya mengabaikan pemikiran konfrontasi yang mencoba menghalangi kita. Dia seharusnya mendorong untuk memberikan pengakuan bahwa kita memiliki hak untuk meluncurkan satelit kita sama seperti yang dilakukan negara lain.”
Korut memaparkan bahwa peluncuran roket itu bakal menilai apakah pidato Obama itu ikhlas atau hanya sikap mendua tergantung apakah negaranya mengaplikasikan standar ganda terhadap peluncuran satelit. Pyongyang juga mengundang para pakar dari luar negeri dan reporter untuk menyaksikan proyek teknologi antariksa yang tidak ada kaitannya dengan tujuan militer.
Sebelumnya Obama menegaskan bahwa peluncuran roket untuk merusak kesepakatan antara AS dan Korut pada bulan lalu. Korut sebelumnya sepakat untuk membekukan fasilitas nuklir dan menunda ujicoba nuklir. Sebagai imbalannya, Pyongyang mendapatkan bantuan makanan dari AS.
Sementara itu, China menyatakan perhatian serius terhadap sekutunya Korut, mengenai rencana peluncuran roket. Kekhawatiran China itu disampaikan ketika Presiden Hu Jintao berdiskusi dengan Obama. China yang menjadi sekutu tunggal dan mitra perdangan terbesar bagi Korut dianggap sebagai sedikit negara yang memiliki pengaruh kuat terhadap rezim Pyongyang.
“Dua pemimpin sepakat untuk berkoordinasi dengan erat untuk merespon provokasi dan menyepakati kepedulian terhadap Korut. Mereka juga mempertimbangkan langkah-langkah yang diperlukan menyusul peluncuran satelit,” kata Ben Rhodes, deputi penasehat keamanan nasional AS. “Obama merasa sangat penting untuk bekerjasama dengan China lebih erat karena Beijing mampu mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada Korut,” imbuhnya.
Menurut Rhodes, China telah memberitahuku kita bahwa mereka juga bertindak sangat serius. “Mereka (China) menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan Korut,” tegasnya.
Beijing akan bekerja secara aktif dengan Washington dan mitra anggota perundingan enam negara (Korut, Korsel, Rusia, China, AS, dan Jepang). Bejing bakal memberikan kejelasan kepada Korut atas kepedulian dunia internasional jika Pyongyang tetap melakukan tindakan provokatif.
Obama dan Hu bertemu sebelum dimulainya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Terorisme Nuklir di Seoul, Korsel. KTT itu dibayangi upaya peluncuran roket Korut dan upaya Iran mengembangkan senjata nuklir. Sebelumnya Obama menjelaskan bahwa dirinya tidak percaya bahwa langkah China terhadap tetangganya bakal menghasilkan buah yang manis.
Bagaimana hasil pembicaraan Hu dan Obama dalam isu nuklir Iran? Rhodes menyebutkan kedua pemimpin menyambut upaya diplomatik yang dilakukan P5 (lima anggota Dewan Keamanan PBB) plus (Jerman) untuk mengakhiri permasalahan nuklir. “Kita tentunya memahami bahwa kita memerlukan langkah kedepan untuk sepakat bahwa masalahan ini merupakan hal yang penting untuk diperbincangkan,” katanya.
Pertemuan Obama dan Hu merupakan pertemuan ke 11. Mereka berusaha menjaga hubungan tetap stabil meskipun ada ketegangan politik di antara kedua negara. “Saya pikir pertemuan KTT itu sangat penting bagi kedua negara, khususnya bagi kepentingan domestik kedua negara. Pemilu tahun ini di AS dan penangkapan Bo Xilai di China,” kata Zhu Feng, pakar kajian internasional dari Universitas Peking. (andika hendra m)
Komentar