Kecelakaan Bus Wisata Belgia- Keluarga Korban Terbang ke Swiss
HEVERLEE – Keluarga korban kecelakaan bus di Swiss kemarin terbang dari Belgia untuk membantu identifikasi korban tewas dan luka dalam kecelakaan bus.
Mereka sangat khawatir jika putra dan putri mereka menjadi salah satu korban 28 korban tewas. Para keluarga korban diterbangkan menggunakan pesawat pemerintah setelah bertemu Raja Albert II, Ratu Paola, dan Perdana Menteri Elio Di Rupo. Sekitar 100 keluarga korban yang terbang ke Swiss didampingi PM Di Rupo. “Ini sebagai hari tragedi bagi warga Belgia,” kata Di Rupo, dikutip BBC. Ketika para keluarga korban tiba di Swiss, sebagian besar masih belum mengetahui nasib anak-anak mereka.
Mereka masih menunggu prosedur identifikasi korban luka dan tewas. Bagi yang mengetahui putra atau putri mereka terluka, mereka menemui otoritas Swiss dan langsung mengunjungi rumah sakit. Pemerintah Belgia telah menyiapkan pesawat Hercules C-130 untuk mengangkut 22 jenazah anak-anak dan enam orang dewasa yang menjadi korban kecelakaan pada Selasa (13/3) waktu setempat itu. Kabinet pemerintah Belgia juga menggelar rapat penting membahas pengangkutan jenazah itu. Kabar kecelakaan mengerikan di terowongan Pegunungan Alpine menjadikan Belgia berduka.
“Ketidakpastian yang sangat mengerikan,” ucap Uskup Agung Katolik Andre- Joseph Leonard setelah bertemu keluarga korban di Sekolah Santa Lambertus di Heverlee, Belgia, dikutip AFP.“Itu berita yang paling buruk.Para keluarga mengatakan,‘Kami berada di sisi yang tepat’.” Menurut pastur gereja lokal, Dirk De Gendt, keluarga korban berdatangan ke sekolah. Keluarga korban yang tidak mengetahui nasib anak mereka hanya bisa pasrah. “Orang tua yang mengetahui anaknya masih hidup sedikit lega,”kata Gendt. Dalam konferensi pers, jaksa penuntut Swiss, Olivier Elsig, mengatakan bahwa bus yang mengalami kecelakaan itu relatif baru.
Bus itu menghantam dinding baja di mana batas kecepatannya adalah 100 km/jam. Elsig juga menegaskan kecepatan bus masih diselidiki. Dia menduga tidak ada indikasi bus itu melaju di atas batas kecepatan yang ditentukan. “Anak-anak di bus itu memakai sabuk pengaman dan tidak ada kendaraan lain yang menjadi korban kecelakaan,” kata Elsig. Dia menduga penyebab kecelakaan itu karena faktor manusia seperti pengemudi bus mengalami gangguan kesehatan. Selain itu, dugaan lain adalah faktor teknis kendaraannya. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/478027/
Mereka sangat khawatir jika putra dan putri mereka menjadi salah satu korban 28 korban tewas. Para keluarga korban diterbangkan menggunakan pesawat pemerintah setelah bertemu Raja Albert II, Ratu Paola, dan Perdana Menteri Elio Di Rupo. Sekitar 100 keluarga korban yang terbang ke Swiss didampingi PM Di Rupo. “Ini sebagai hari tragedi bagi warga Belgia,” kata Di Rupo, dikutip BBC. Ketika para keluarga korban tiba di Swiss, sebagian besar masih belum mengetahui nasib anak-anak mereka.
Mereka masih menunggu prosedur identifikasi korban luka dan tewas. Bagi yang mengetahui putra atau putri mereka terluka, mereka menemui otoritas Swiss dan langsung mengunjungi rumah sakit. Pemerintah Belgia telah menyiapkan pesawat Hercules C-130 untuk mengangkut 22 jenazah anak-anak dan enam orang dewasa yang menjadi korban kecelakaan pada Selasa (13/3) waktu setempat itu. Kabinet pemerintah Belgia juga menggelar rapat penting membahas pengangkutan jenazah itu. Kabar kecelakaan mengerikan di terowongan Pegunungan Alpine menjadikan Belgia berduka.
“Ketidakpastian yang sangat mengerikan,” ucap Uskup Agung Katolik Andre- Joseph Leonard setelah bertemu keluarga korban di Sekolah Santa Lambertus di Heverlee, Belgia, dikutip AFP.“Itu berita yang paling buruk.Para keluarga mengatakan,‘Kami berada di sisi yang tepat’.” Menurut pastur gereja lokal, Dirk De Gendt, keluarga korban berdatangan ke sekolah. Keluarga korban yang tidak mengetahui nasib anak mereka hanya bisa pasrah. “Orang tua yang mengetahui anaknya masih hidup sedikit lega,”kata Gendt. Dalam konferensi pers, jaksa penuntut Swiss, Olivier Elsig, mengatakan bahwa bus yang mengalami kecelakaan itu relatif baru.
Bus itu menghantam dinding baja di mana batas kecepatannya adalah 100 km/jam. Elsig juga menegaskan kecepatan bus masih diselidiki. Dia menduga tidak ada indikasi bus itu melaju di atas batas kecepatan yang ditentukan. “Anak-anak di bus itu memakai sabuk pengaman dan tidak ada kendaraan lain yang menjadi korban kecelakaan,” kata Elsig. Dia menduga penyebab kecelakaan itu karena faktor manusia seperti pengemudi bus mengalami gangguan kesehatan. Selain itu, dugaan lain adalah faktor teknis kendaraannya. andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/478027/
Komentar