China Minta AS Hargai Kepentingannya di Asia

BEIJING – China kemarin menyerukan agar Amerika Serikat (AS) menghargai semua kepentingan negeri Panda itu di Asia Pasifik.

Seruan itu seiring dengan upaya Washington untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan itu. Ketegangan teritorial antara China dengan negara tetangga seperti, Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan Vietnam semakin memanas dalam beberapa tahun terakhir. Negara tetangga China itu menyebut Beijing bertindak terlalu agresif.

“Kita siap untuk bekerjasama dengan AS dan negara lainnya di kawasan untuk membangun Asia Pasifik agar menikmati stabilitas dan pembangunan yang lebih baik,” ujar Menteri Luar Negeri Yang Jiechi dikutip AFP. Pernyataan itu diungkapkan dalam sesi sidang parlemen tahunan China. “Pada saat yang sama, kita bergarap AS harus menghargai kepentingan dan perhatian utama China.”

Presiden AS Barack Obama mengungkapkan strategi pertahanan baru pada Januari silam. Fokus utama strategi itu adalah membendung pertumbuhan pengaruh China di Asia Pasifik. Namun, kebijakan itu langsung menuai kritik dari Beijing yang mengungkapkan bahwa mereka bukan ancaman bagi negara lain. Yang juga meminta AS untuk membangun kepercayaan dan menghindari konflik.

China mengklaim kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang juga diklaim oleh Vietnam, Filipina, Taiwan, Brunei, dan Malaysia. “Ketegangan perbatasan di Laut China Selatan seharusnya diselesaikan melalui negoisasi,” tutur Yang. Beijing dan Tokyo memiliki batu sandungan karena memperebutkan pulau Senkaku yang terbentang antara epang dan Taiwan di Laut China Timur.

Yang juga memaparkan bahwa hubungan AS-China “bergerak maju” dan Beijing menyambut “peranan konstruktif yang dilakukan AS di wilayah ini.” Dia melihat, kedua belah pihak telah memiliki perspektif strategi jangka panjang. “China dan AS memiliki kepentingan yang luas di Asia Pasifik dibandingkan bagian lain di dunia ini,” katanya.

Dalam isu Suriah dan Iran, Yang menjelaskan bahwa China dan AS menjalin komunikasi yang intensif. China tetap menentang kepemilikan senjata nuklir oleh negara siapapun di Timur Tengah, termasuk Iran. Namun, dia meminta, semua negara juga memiliki hak untuk menggunakan energi nuklir untuk kepentingan perdamaian.

“Isu Iran seharusnya diselesaikan melalui dialog, bukan konfrontasi, tetapi melalui kerjasama, bukan sanksi,” terang Yang. “Kita menentang sanksi dan yakin bahwa mayoritas negara-negara di dunia sepakat dengan hal itu,” imbuhnya dikutip CNN.

Dalam isu Suriah di mana posisi dan kebijakan luar negeri China yang dikiritis habis-habisan oleh dunia internasional, Yang menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Beijing telah mendapatkan pemahaman dan dukungan komunitas internasional. China telah mengirimkan mantan duta besar China untuk Suriah, Li Huaxin, untuk mengunjungi Suriah pada kemarin dan hari ini. Li berdiskusi mengenai perlunya pengakuan kedualatan Suriah, distribusi bantuan, dan upaya mediasi.

Yang tetap menentang segala bentuk intervensi asing. “Rakyat Timur Tengah mengetahui situasi yang terbaik dan itu seharusnya diselesaikan oleh rakyat Timur Tengah. Mereka seharusnya dapat menentukan nasib mereka sendiri,” katanya.

Secara khusus, pihak AS, kata Yang, harus hati-hati menangani isu Taiwan dan Tibet yang berkaitan dengan kepentingan utama China. Beijing masih menganggap bahwa Taiwan merupakan propinsi dan tidak pernah menggunakan kekuatan militer untuk mencapai reunifikasi.

Jika China menggunakan kekuatan militer, AS dapat mengintervensi dengan dasar Undang-Undang Hubungan Taiwan 1979 yang menyebutkan stabilitas dan perdamaian di wilayah itu merupakan kepentingan Washington. Itu yang dikhawatirkan memicu konflik lebih luas antara China dan AS. Kalau dalam masalah Tibet, China masih mengisolasi rakyat pendukung Dalai Lama di Provinsi Sichuan. AS sendiri mengakui Tibet sebagai wilayah otonomi dari China.

Yang melihat ada kecenderungan perdamaian dan pembangunan untuk mencapai momentum bersama, meski komunitas global menghadapi krisis keuangan. “Ekonomi global pulih secara perlahan,” kata dia. “Tantangan perubahan iklim, energi, dan keamanan pangan masih mengancam. Semua isu itu juga berdampak terhadap situasi global dan diplomasi China dalam beberapa tahun kedepan.” (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford